FORMAT KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM YANG IDEAL
(Suatu Refleksi dan Solusi
Alternatif Problematika
Pendidikan Karakter bangsa)
Pendahuluan
Pendidikan
merupakan suatu proses pembentukan kepribadian manusia, baik melalui proses
agama atau umum lebih-lebih pada kematangan perencanaan kurikulumnya. Pendidikan
tidak hanya berlangsung pada beberapa saat saja, melainkan pendidikan anak harus
dimulai dari masa paling awal, yakni masa anak yang berada dalam kandungan
hingga lahir menjadi sosok generasi yang cakap dengan berbagai potensi dan
keahlian guna mencapai kehidupan yang layak dan bahagia dunia akhirat. Pendidikan
memang membutuhkan waktu yang panjang dan bahkan proses tersebut berkelanjutan
dan tidak akan pernah habis yang dimulai dari lahir sampai akhir hayat dalam
arti pendidikan seumur hidup (Life Long Education) dan ada juga yang
memberikan istilah pendidikan terus menerus (Continuing Educational). Dengan demikian pada esensinya pendidikan
merupakan proses yang tidak pernah berhenti dalam kondisi apapun, tinggal
seberapa besar keinginan seseorang untuk merubah diri menjadi diri yang
berpotensi dan diperhitungkan oleh orang lain dalam bidang tertentu dan
penguasaan kemampuan tertentu.
Dewasa ini, kurikulum pendidikan di
Indonesia sangat sensitif dengan tuntutan kualitas akademik secara komprehensif,
hal ini terlihat dengan tahapan-tahapan yang dilakukan oleh pemerintah dalam
mendesain kurikulum sedemikian rupa, baik karena kebutuhan maupun tidak menutp
kemungkinan dengan mengikuti pola yang di reduksi dengan menuju kegelapan
”Barat”, maupun sebatas kepentingan atau tertunggangi kepentingan. Beberapa kali kurikulum sudah mulai dirubah,
baik kurikulum 94, kemudian dirubah menjadi Competency Basd Curriculum
(KBK), kemudian berubah ke Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), kemudian
dirubah lagi dengan kurikulum 2013 yang sudah resmi dilauncingkan, akan tetapi
masih belum jelas statusnya sampai hari ini, atau masih dalam tanda (“), informasi terbaru juga akan dirubah lagi
menjadi kurikulum nasional, “Sebuah dilematika kurikulum bangsa di bawah
kebijakan yang tersandar”.
Disisilain, sumbangsih
kurikulum dengan beberapa perubahan di atas seharusnya dan seyogyanya
memberikan kekuatan dan pondasi kuat kepada setiap anak didik khususnya dan terutama
dalam membangun karakter seorang anak, “Akhlaq”, akan tetapi realitas
menjawabnya, dari hari kehari masih
banyaknya degradasi moral bagi anak didik, baik pergaulan bebas, kenakalan
remaja, narkoba dan pelecehan seksual.
Sesuai dengan
informasi yang diberitakan oleh (Trans TV pada hari Rabu, 06 Oktober 2015 pukul
15.00 Wib) memberitakan bahwa kenakalan
remaja dan pelecehan seksual dari tahun ketahun selalu mengalami peningkatan,
2013 tercatat kurang lebih 3011 kasus, kemudian pada tahun 2014 naik menjadi
4331 kasus dan sampai oktober 2015 sudah mencapai 5000 lebih kasus.
Selain dampak perkembangan tekhnologi dan globalisasi, hal ini juga sangat
erat kaitanya dengan sumbangsih sistem kurikulum yang telah diterapkan di
Indonesia, sejauhmana kekuatan sistem, pola atau format kurikulum tersebut
dalam membentuk pribadi yang berakhlaq, beriman, bertaqwa dan berwawasan.
Dengan demikian, realitas ini membutuhkan sumbangsih pemikiran dan konsep
tentang format kurikulum yang ideal dalam pendidikan Islam yang bisa diterima oleh public.
Pengertian kurikulum pendidikan Islam yang ideal
Pengertian kurikulum
pendidikan Islam
Kurikulum pendidikan Islam merupakan suatu pola atau
format dengan segala hal yang berkaitan dengan pendidikan Islam yang harus
didesain sedemikian rupa guna menghasilkan generasi muslim yang tidak diragukan
lagi terutama dalam bidang karakter.
Dalam bahasa arab, kata kurikulum dapat diterjemahkan
dengan istilah manhaj yang berarti jalan terang, atau jalan yang dilalui
oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan. Dikutip oleh Jalaludin dalam (Toumy al-Syaibany, 478)
Sacara etimologis, kurikulum berasal dari bahasa yunani
yaitu “curir” yang berarti pelari dan “curer” yang berarti tempat
terpacu. Jadi istilah kurikulum berasal dari bidang olahraga di Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh
pelari dari garis strart sampai garis finish. Jalaludin mengutip dari
(Sudirman, 1987:9).
Aly dalam A. Beane. (1991, hal. 28-29)
mengemukakan dalam karyanya curriculum
Planning and Development, menyimpulkan adanya empat kategori pengertian
kurikulum, yaitu: (1) kurikulum sebagai produk (curriculum as product),
(2) kurikulum sebagai program (curriculumas a program), (3) kurikulum
sebagai program (curriculum as intended learnings), dan (4) kurikulum
sebagai pengalaman peserta didik (curriculum as the experiences of the
learner).
Sedangkan Sanjaya (2011, hal. 9) mendefensikan
kurikulum sebagai sebuah dokumen perencanaan yang berisi tentang tujuan yang
harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa dan
cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan
informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasinya dari dokumen yang
dirancang dalam bentuk nyata.
Definisi yang populer terkait kurikulum adalah “
the curriculum of a school is all the experiences that pupils have under the
guidance of the school” yaitu segala
pengalaman anak disekolah dibawah bimbingan sekolah. (Nasution, 2003. hal. 10).
Secara terminologis, kurikululum
adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau sejumlah pengetahuan
yang haurs dikuasai untuk mencapai suatu tingkat atau ijazah. Dikutip oleh Jalaludin
dalam (Zuhairini, 1983, hal.58)
Esensinya kurikulum memiliki pengertian yang sangat luas
dan universal dan tidak terbatas pada lingkaran pengertian olahraga “Yunani”
saja. Dan ini salah satu menu dalam menunjang pola pikir yang menimbulkan makna kerdil dalam
pendekatan Islam (Alqur’an dan Hadits) dalam memaknai kurikulum secara lughat.
Kurikulum pada hakekatnya juga merupakan perencanaan bahan-bahan materi ajar baik dari
isi materi dan pengalaman anak didik serta produk yang disediakan sebagai acuan
dalam perencanaan, implementasi dan evaluasi pembelajaran. Dan pada substansinya, format kurikulum pendidikan Islam merupakan
suatu pola yang merencanakan tujuan, bahan, metode, isi dan evaluasinya dalam
mencapai tujuan pendidikan Islam, yakni insan kamil yang berakhlak, berwawasan
dan bertaqwa kepada Allah swt yang bersumber pada Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Pendidikan Islam yang ideal
Pendidikan merupakan suatu proses yang komprehensif yang berupaya mempersiapkan diri dengan segala yang dimilikinya menuju kabaikan
dan ketaqwaan kepada Allah swt.
Adapun
pendidikan Islam, menurut al-Qardhawi
adalah pendidikan manusia seutuhnya,
akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Karenanya pendidikan Islam
berupaya menyiapkan manusia untuk
hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat
dengan segala kebaikan dan
kejahatannya, manis dan pahitnya (al-Qardawi, 1980, hal. 39)
Sementara itu,
Hasan Langgulung merumuskan
pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan
kemampuan pengetahuan dan nilai-nilai
Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal dan memetik hasilnya kelak di akhirat (Langgulung, 1980, hal.
6)
Pendidikan Islam
adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya,
mengembangkan seluruhnya potensi manusia baik yang berbentuk jasmaniyah
maupun rohaniyah, menumbuh suburkan hubungan yang harmonis setiap
pribadi manusia dengan Allah, manusia dan alam semesta. (Daulay, 2009 hlm.
6).
Pendidikan juga
merupakan sebuah proses transformasi ilmu pengetahuan mulai dari tingkat dasar
sampai menuju tingkat selanjutnya yang lebih tinggi. (Gunawan, 2012 hlm.
198).
Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu upaya mewariskan nilai-nilai
Islami yang akan menjadi penolong dan penentu umat Islam dalam menjalani
kehidupan, dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat Islam
secara utuh. Tanpa
pendidikan, maka diyakini bahwa manusia sekarang tidak berbeda dengan generasi manusia masa lampau, yang
dibandingkan dengan manusia sekarang, telah sangat
tertinggal baik kualitas kehidupan maupun proses-proses pemberdayaannya. Secara ekstrim dapat dikatakan bahwa maju mundurnya atau baik buruknya peradaban suatu masyarakat atau
suatu bangsa, akan ditentukan oleh bagaimana
pendidikan yang dijalani oleh masyarakat bangsa tersebut. Pendidikan juga merupakan
sebuah proses tranformasi ilmu dalam upaya mempersiapkan manusia untuk
kehidupan dengan sempurna baik dalam pengetahuan, sikap, mental serta dapat
melakukan hubungan harmonis kepada sesama manusia dan Allah swt juga alam
semesta.
Islam telah menetapkan suatu metode
sempurna dan mencakup berbagai aspek pada diri manusia, sekiranya metode itu diterapkan
benar, pasti terlahir pad masyarakat Islam seorag musim manusia yang sempurna “Insan
Kamil” dan lurus. Yang mempu mewujudkan tujuan dalam pendidikan dalam Islam
(Musthafa, 2009: 19).
Disisilain, pendidikan Islam selalu
mengajarkkan untuk mempersiapkan anak yang sholeh. Bukan sebatas cerdas,
berwawasan maupun pandai saja. Islam telah menggariskan beberapa aspek
kepribadian bagi seorang muslim. Karena itu al-Qur’an menyebutkan sifat-sifat
kaum muslimin yang disebut dengan “Ibaadurrahman” (Hamba-hamba Arrahman). Mereka adalah
orang-orang yang menggambarkan pribadi muslim yang tulus dalam kehidupan nyata
di dunia ini. Allah swt berfirman,
وعباد
ارحمن الذين يمشؤن على الارض هونا واذا خاطبهم الجهلون قالوا سلما
Artinya : Dan hamba-hamba Tuhan yang maha penyayang itu
(ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila
orang orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.
(Q.S. Al-Furqan: 63).
Islam telah mengatur seluruh hidup
manusia muslim, Islam telah menentukan kapan seorang muslim harus tidur,
bangun, shalat malam, bekerja, beinfaq dan berjihad. Islam telah menetapkan
pola hidup yang lengkap bagi pemeluknya. Sehingga apabila seseorang itu memahaminya
pola hidup ini dan realitanya.
Hal
tersebut juga sesuai dengan apa yang disampaikan oleh DR. Adnan Ali Ridha
An-Nahrawi yang dikutip oleh Syekh ahmad farid (2012:499) mengemukakan bahwa
sebaiknya seorang muslim tidak melakukan aktfitas hariannya sebelum membuat
rencana harian. Rencana harian ini dimulai dengan shalat shubuh dimasjid,
kemudian membaca do’a-do’a yang mu’tsar, kemudian melakukan apa yang
telah tercatat di dalam kurikulum pribadinya, serta melakukan
pekerjaan-pekerjaan dan tugas-tugas rumah tangga dan agamanya.
Sedangkan ideal menurut Kamus Besar Bahasa Indoensia (KBBI) itu sendiri adalah sangat sesuai dengan yangg dicita-citakan atau
diangan-angankan atau dikehendaki.
Dimaksudkan pendidikan Islam yang ideal disini merupakan sebua proses
Dengan demikian,
pendidikan Islam yang ideal merupakan suatu upaya mewariskan sekaligus mentransformasikan nilai-nilai
Islami yang akan menjadi penolong dan penentu umat Islam dalam menjalani
kehidupan, dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat Islam
secara komprehensif yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits.
Kurikulum Perspektif
Al-qur’an dan Al-Hadits
Dasar pendidikan Islam adalah
identik dengan dasar ajaran Islam itu sendiri. Keduanya berasal dari sumber
yang sama, yakni Al-Qur’an dan Hadits.
Jika
dasar dasar pendidikan Islam dikembangkan oleh pemahaman ulama dalam bentuk
qiyas syar’i, ijma’ yang di akui, ijtihad dan tafsir yang benar-benar dalam
bentuk pemikiran yang menyeluruh dan terpadu tentang jagad raya, manusia,
masyarakat dan bangsa, pengetahuan, kemanusiaan dan akhlaq dengan merujuk kedua
sumber asal, yakni A-Qur’an dan Hadits sebagai sumber rujukkan utamanya. Dikutip oleh Jalaludin dalam (Mohammad Omar
al-Thoumy al-Syaibani, 1979, hal.36)
Dimaksudkan bahwa menempatkan
alqur’an dan hadits sebagai dasar pemikiran dalam membina sistem pendidikan,
bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada keyakinan semata.
Lebih dari itu kebenaran dimaksud juga sejalan dengan kebenaran yang dapat
diterima oleh nalar (rasio) dan bukti-bukti sejarah . menurut Jalaludin (2011,
hal,74), mengemukakan, apabila pemikiran-pemikiran ini difokuskan pada masalah
yang berhubungan dengan hakekat pendidikan, maka pemikiran seperti itu disebut
sebagai pemikiran filosofis.
Dalam perspektif ini, kurikulum
dipahami dengan sangat universal dan fleksibel, baik pada tujuan, metode, isi
maupun evaluasinya. Pertama, Tujuan
kurikulum itu sendiri juga tidak terlepas dari substansi pendidikan Islam yang
berasaskan Al-qur’an dan Al-Hadits,
sesuai tujuanya, kurikulum pendidikan Islam harus sesuai dengan
Al-Qur’an, Allah swt menciptakan manusia tujuannya untuk menjadi khalifah
yang bertugas memakmurkan bumi dan menebarkan keamanan , keadilan, serta
kesejahteraan di dalamnya.
Allah swt berfirman:
واذ
قال ربك للملئكة انى جا عل فى الارض خليفة
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalaifah di muka bumi.” (QS.
Al-Baqarah; 30).
Untuk itu, yang menjadi dasar pendidikan dasar Islam
adalah hubungan yang terus berkelanjut antara seorang muslim dengan Allah.
Dengan demikian, seorang muslim sudah berjalan sesuai dengan peraturan dari
Allah SWT. Alqur’an dan Hadits dijadikan sebagai satu-satunya dasar utama dalam
mendesain sistem kurikulum pendidikan Islam, dan hal ini masih tabu dan dilihat sebelah mata oleh
penemuan-penemuan dari kaum menuju kegelapan “Eropa”.
Kaitanya dengan
pendidikan karakter, Allah SWT juga berfirman,
وانك لعلى
خلق عظيم
Artinya : “ Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti
yang agung” (QS. Al-Qalam, 4).
Selain itu, Rasulullah saw juga bersabda,
بعثت
لاتمم مكارم الا خلاق
Artinya : “ Saya diutus untuk menyempurnakan Akhlaq” (HR.
Al-Bukhari).
Diriwayat lain, Rasulullah saw juga bersabda,
ان لله كتب الاحسا ن على كل
شىئ
Artinya: “Sesungguhnya
Allah swt memerintahkan bebuat baik dalam segala hal”.
Sesuai kacamata kurikulum, sangatlah jelas bahwa
al-Qur’an dan al-Hadits seirama dalam maksud dan tujuannya, yakni dalam bidang
akhlaq. “Karakter”. Dengan demikian kurikulum pendidikan Islam sudah seyogyanya focus pada pembentukan karakter
mulia, bukan sebatas pada penguasaan
kompetensi.
Kedua, pada metode, metode,
salah satu bentuk metode yang dianjurkan dalam al-Qur’an adalah dengan metode Uswah.
Menurut
Musthafa (2010, hal.22) mengemukakan pendidikan akhlaq merupakan tanggung jawab
para bapak, ibu, bapak dan ibu guru. Agar pendidikan akhlaq memberikan buah
yang baik, hendaknya seorang anak mendapati dalam rumah dan sekolahnya, seorang
Qudwah Hasanah, (Panutan yang
baik). Yang bisa dijadikannya panutan dan teladan dalam hidupnya.
Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an,
لقد
كان لكم فى رسول لله اسوة حسنة
Artinya
: “ Sungguh telah ada bagi kamu diri Rasulullah itu suri teladan yang baik. (
Al-ahzab:21).
Rasulullah
saw juga bersabda,
يا
ايها انا س ا نى صنعت هذا لتا تموا بى ولتعموا صلا تى
Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya aku melakukan hal
ini agar kamu mengikutiku, dan agar kamu belajar dari shalatku”.
Disisilain, metode yang sering digunak oleh pendidik yakni dengan metode
ceramah,
Dalam
hal ini Allah SWT juga sudah menegaskan dalam firmannya ”Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu sekalian menyampaikan amanat kepada yang berhak meneriman. Dan
(menyuruh kamu sekalian) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu, sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat. (QS. An-Nisa’:58).
Dengan demikian, hakekatnya
kurikulum pendidikan Islam itu sudah dijabarkan dengan jelas dalam Al-Qur’an
dan Al-Hadits. Sudah seyognya pendidikan
Islam di Indonesia mengevaluasi dan
memformulasi kembali substansi kurikulum itu sendiri, baik pada tujuan, metode,
bahan dan evaluasinya disesuaikan dengan tujuan al-Qur’an dan al-Hadits.
Refleksi problematika kurikulum pendidikan Islam dan
karakter bangsa sekarang
Perubahan Kurikulum: antara politik, pendidikan dan
dampaknya
Sudah beberapa kali Indonesia dihadapkan dengan
tahapan-tahapan yang bisa dikatakan kurang fkeksibel dengan keadaannya sendiri,
hal ini dapat dilihat seberapa besar pemerintah mampu mempertimbangkan
asas-asas dalam menmbuat kurikulum.
Menurut
W.F. Connell dalam bukunya The Foundation of education” Asas-asas
pendidikan” yang diterjemahkan oleh (Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian
Pelajaran Malaysia Kuala Lumpur, 1981, hal. 197), mengemukakan bahwa Guru semakin banyak yang mengambil bahagian
di dalam membuat kurikulum. Pertimbangan asas di dalam membuat kurikulum, sama
ada perancangan menyeluruh, perancangan kursus atau perancangan semasa kursus
sedang berjalan memerlukan pengetahuan prosesnya.
Hal tersebut juga diperjelas oleh Connell dengan empat
peringkat yang berhubungan merupakan satu proses yang baik definisinya dalam
membuat kurikulum, peringkat ini antaralain: (1) Pemilihan tujuan, (2)
Pemilihan Isi, (3), Penyusunan Isi, (4), Penilaian.
Rajah 2
(Peringkat yang bekaitan dalam membuat kurikulum oleh
W.F. Connell)
![]() |
(W.F. Connell, 1981, hal.187)
Dari bagan di atas, dapat dilihat bahwa setiap
kuriulum mempunyai tujuan, sama
dengan jelas atau hanya dimaksudkan
melalui pemilihan, organisasi serta melalui pemilihan bahan yang diberikannya.
Disisilain, jika dikembalikan pada perspektif al-Qur’an
dan al-Hadits, maka kebijakan-kebijakan pemerintah dalam menentukan perubahan
kurikulum juga perlu di teliti kembali, Sesuai dengan firman Allah SWT,
يا
ايها الذين امنوا لا تقد موا بين يدى الله ورسو له
Artinya; “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mendahului Allah dan Rasulnya. ( QS. Al-Hujarat: 1).
Dimaksudkan bahwa, setiap manusia
harus memulai dengan syari’at kemudian menunndukkan akal mereka kepadanya.
Manusia harus mendahulukan riwayat daripada nalar, mengedepankan dalil syar’i
dari pada dalil aqli. Dan perlu diyakni juga bahwa dalil syar’i pasti tidak
bertentangan dengan akal yang sharih.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Syekh
Ahmad Faridh (2012, hal. 139) menjelaskan bahwa sesuai kisah Ali bin Abi Thalib
ra, pernah mengatakan: “ Sekiranya agama ini didasarkan pada nalar, tentu
bagian bawah khuf (sepatu boot) lebih pantas disapu daripada bagian
atasnya.
Hakekatnya, apapun yang kita lakukan termasuk merubah
kurikulum lebih tepat untuk menjadikan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai pedoman
dan sumber utama. Bukan kepentingan dan kualitas nalar yang didahulukan. Ini
yang menjadi persoalan penting dalam menyelesaikan problematika karakter bangsa
di Indonesia.
Proyek, Reputasi dan
kebijakan sepihak
Sangat menarik jika membahas apa yang saya dapat dan
bagaimana nama saya sebagai seorang pejabat, hal ini secara konstektual
tersirat bahwa realitas menjadi sejarah benak bangsa. Terbukti dengan setiap pergantian
presiden, pergantian menteri, kurikulum secara otomatis juga dirubah sedemikan
rupa, dengan segala konsekuensi dan beberapa argumen, pendapat serta
alasan-alasan yang di anggap logis sehingga hal tersebut mau tidak mau harus
diterima oleh public, terutama pendidik, peserta didik serta orang tua. Dengan
fenomena yang demikian, keterlibatan politik sangat kuat, sehingga menimbulkan
prinsip dan peran kepentingan lebih tinggi dibanding menjaga idealisme bangsa. Hal ini terjadi
karena sebuah sistem yang sudah membentuknya, sistem politik yang kurang sehat,
bukan sejauhmana politik memberikan kontribusi terhadap pendidikan,
melainkan apa yang bisa dilakukan melalui pendidikan terhadap eksistensi
kepentingan. Kebijakan yang dikeluaran pun juga sudah tentu sepihak, karena
sudah mengutamakan kepentingan akal daripada berdasarkan al-Qur’an dan
al-Hadits.
Menurut Syafaruddin, (2008, hal..63), mengemukakan bahwa
walaupun politik muncul dari sifat dasar keadaan manusia, namun kajian politik
adalah lebih dari sekedar memandang masalah tindakan seseorang. Berawal dari
persamaan tujuan, kemudian dari kesamaan tersebut timbullah kebijakan kelompok
atau kepentingan kelompok.
Dengan
demikian, politik dan pendidikan sangat era hubungannya walaupun masih sulit
dipertemukan dengan beberapa asas dan prinsip, sehingga mengakibatkan banyak
benturan-benturan kebijakan yang berdampak negatif lebih banyak ketimbang
positif, dalam hal perubahan kurikulum.
Hal ini menjadi PR besar bagi bangsa untuk meminmalisir
permasalahan-permasalahan pemerintah hari ini dengan upaya-upaya penelitian
yang serius dalam memberikan kontribusi positif demi kemajuan bangsa dan tanah
air, Indonesia.
Emansipasi kualitas pendidikan
Disisilain, Indonesia harus segera berbenah dala bidag
pendidikan, salah satunya adalah dengan
merubah kurikulumnya yang sesuai dengan konsep dan saran dari beberapa
negara yang lain,
Dijelaskan
oleh media: Metrotvnews.com, Jakarta: Potret pendidikan tanah air
saat ini gawat darurat, karena data Kemendikbud mencatat bahwa pendidikan di
Indonesia menunjukan hasil buruk. Hal tersebut diungkapkan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Anies Baswedan, dalam acara Silaturahmi serta Sosialisasi
Program Prioritas Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Kerja di Plaza Insan
Pendidikan Berprestasi, Gedung Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Senin (1/12/14).
"Kapasitas kita berinovasi
menempati peringkat 30 dari 142 negara. Tingkat upah dan produktifitas,
menempatkan kita di peringkat 28. "Sedangkan dalam pemetaan di
bidang pendidikan tinggi, Indonesia berada di peringkat 49 dari 50 negara yang
diteliti," jelas Anies. Menurut lembaga Programme for
International Study Assessment (PISA), tren kinerja pendidikan Indonesia pada
tahun 2000, 2003, 2006, 2009, dan 2012, cenderung stagnan. Sehingga menempatkan
pendidikan Indonesia masuk dalam peringkat 64 dari 65 negara. Sedangkan minat
membaca di Indonesia hanya 0,001 persen menurut data UNESCO pada 2012. Dalam kesempatan tersebut,
Anis Baswedan juga memberikan penjelasan tentang bagaimana meningkatkan mutu
pendidikan berkualitas. Acara dihadiri sekitar 650 Kepala Dinas, eselon I dan
II Kemendikbud, serta dan dibuka dengan sambutan dari Sekretaris Jendral Ainum
Naim.
(http://news.metrotvnews.com/read/2014/12/01/326124/pendidikan-indonesia-gawat-darurat.) Diakses
(Kamis, 08 Oktober 2015 pukul 23.00 Wib).
Disisilain, menjadi motivasi besar juga untuk indonesia,
dengan kemajuan kurikulum pendidikan di Finlandia sebagai negara terbaik sistem
dan kurikulumnya, sesuai dengan
informasi yang dari internet bahwa,
Salah satu prinsip kurikulum di Finlandia adalah Non-discrimination
and equal treatment yang berarti tidak ada diskriminasi dan mendapat
perlakuan yang sama. di Finlandia semua anak punya hak sama dalam pendidikan,
tidak dibedakan antara si kaya dan si miskin dan semua sekolah tidak dibedakan
baik itu sekolah favorit atau tidak. Jadi siswa bisa masuk ke sekolah mana saja
karena semua sekolah sama. hal lain yang membuat sistem pendidikan di Finlandia
berbeda adalah karena tidak ada assessment atau penilaian. siswa-siswa di
Finlandia dibimbing untuk memiliki hak yang sama ketika belajar, maka tidak
heran jika di dalam kelas mereka memiliki minimal dua guru untuk mengajar, 1
bertindak sebagai guru utama dan 1-nya sebagai asisten. di sisi lain
berdasarkan hak dasar warga Finlandia, prinsip Receive understanding and
have their say in accordance with their age and maturity yaitu menerima
pemahaman dan pendapat sesuai umur dan kedewasaan. Jadi mereka memiliki hak
mendapatkan ilmu sesuai umur mereka tanpa diskriminasi. mereka juga
mendapatakan dukungan spesial jika dibutuhkan seperti anak cacat dan anak-anak
yang membutuhkan waktu ektra akan memiliki kelas tambahan untuk diajarkan
secara khusus agar mereka mendapatkan hal yang sama seperti anak lainnya. (http://www.salamedukasi.com/2014/11/finlandia-kurikulum-dengan-kualitas.html, diakses pada kamis, 08
Oktober 2015, pukul 23.30 wib)
Dengan
ketertinggalan tersebut, Indonesia gagap melihat realitas, walaupun
dalam pendidikan tingkat nasional sudah banyak yang terakreditasi A secara
lembaga dan tekstualnya, akan tetapi sesuai dengan penilaian UNESCO terutama
dalam minat baca, bahwa Indonesia masih dalam standar buruk, hanya 0.01 persen.
Perlu sistem dan desain kurikulum yang
serius dan substansial untuk menyelesaikan problem itu, sehingga kebijakan pemerintah
salah satunya dengan mengadakan studi banding pada beberapa negara-negara yang
sudah maju sehingga dapat menularkan konsep dan sistemnya di Indonesia, hal ini
yang yang menjadi salah satu tuntutan pemeritah merubah kurikulum guna mencapai
pendidikan yang lebih baik. Akan tetapi, usaha tersebut sering menjadikan
subtansi al-Qur’an dan as-Sunnah itu sebagai dan sebatas hukum yang perlu
diketahui dan bukan dijadikan pedoman dalam kehidupan yang lebih komprehensif,
terutama dalam penyusunan kurikulum.
Peran kurikulum dalam membangun karakter bangsa,
sejauhmana?
Jika di analisis dengan beberapa pendekatan, baik sumber
dasar hukum dan realitasnya, setidaknya ada
tiga peran kurikulum dalam membangun kakter bangsa yang masih menjadi tugas
bagi praktisi pendidikan,
![]() |
(analisa penyusun)
Dari bagan di atas, dapat dijabarkan bahwa, pertama,
kurikulum itu memberikan kontribusi sebatas pemahan saja, belum sampai
penanaman karakter, kemudian melakukan kebiasaan secara kontinue dengan hal-hal
yang lebih masalahah, hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Prof. Dr.
H. Cholidi, MA pada pertemua ke-dua yang lalu, bahwa banyak generasi bangsa
yang tandas dalam demoralisasi karena siswa masih sebatas pengetahuan saja,
belum sampai pada pemahaman secara komprehensif, baik deskripsi, makna dan
filosofisnya. “Fahamkan dulu tentang Islam pada siswa dengan komprehensif”
Kemudian yang kedua, sistem yang dibangun oleh
pemerintah masih relatif, hal ini dilakukan pasti juga memiliki landasan yang
kuat, akan tetapi, dengan keterbatasan sistem ini, baik waktu, sarana dan
materi. Sehingga dengan waktu yang terbatas, dimaksudkan tidak sampai dua puluh
empat jam, maka upaya dan pendampingan seorang pendidik juga berkurang dan
kurang maksimal. Dengan beberapa landasan yang memang masih bisa diterima
secara rasional.
Ketiga, Indonesia
dengan beragam budaya, masih juga lebih suka meniru dan mengikuti pola-pola
kurikulum yang dianggap lebih tepat diterapkan di Indonesia, dan sebuah kopsulat pemerintah yang harus di
dampingi untuk tidak terlalu larut dalam dunia eropa atau barat.
Secar filosofis, sesuai yang dipaparkan oleh Prof. Dr. H.
Jalaludin, pada pertemuan pertama yang lalu, bahwa bangsa ini masih suka iklim
yang redup, hampir petang, padahal Indonesia sendiri pada iklim yang sejuk dan
sehat, karena matahari terbit selalu dari timur dan pulang ke barat, “Timur vs
Barat” .
Menjadi pelajaran penting
dan harus dilakukan secara berlahan-lahan dan dimulai dari sekarang
untuk mengubah pola pikir bangsa untuk tidak terlalu terikat dengan barat atau
eropa yang dalam keilmuanya juga masih tanda petik (“) kemurniannya, secara
historis.
Format kurikulum alternatif pendidikan Islam ideal yang
dapat menyelesaikan problematika karakter bangsa
format dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Format adalah bentuk, pola dan ukuran (buku, surat kabar, dsb). Sedangkan
alternatif adalah pilihan diantara dua atau beberapa kemungkinan,
(KBBI). Sehingga dapat dideskripsikan bahwa format kurikulum pendidikan ideal
yang dapat menyelesaikan problematika karakter bangsa adalah sebagai
berikut:
Kurikulum yang sehat dan berkarakter
Kurikulum
yang sehat dan berkakter merupakan sebuah kurikulum yang memiliki tujuan,
metode, isi dan evaluasinya bersumber pada al-Qur’an dan al-Hadits.
Sesuai firman Allah swt,
واذ
قال ربك للملئكة انى جا عل فى الارض خليفة
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalaifah di muka bumi.” (QS.
Al-Baqarah; 30).
Selain itu, Rasulullah saw juga bersabda,
بعثت
لاتمم مكارم الا خلاق
Artinya : “ Saya diutus untuk menyempurnakan Akhlaq” (HR.
Al-Bukhari).
Untuk itu, kurikulum yang sehat dan berkakarter lebih
diasumsikan bahwa adanya upaya untuk
memberdayakan potensi sumber daya timur atau indonesia sendiri dalam hal
substansi maupun sumber dasarnya yang masih tetap memprioritaskan pendidikan
karakter dan tidak terlalu terpaku dan mengikuti pola-pola yang di bangun oleh
ilmuan eropa, “kembali pada Rasulullah saw”
Pola kurikulum
sehat dan berkarakter,
![]() |



![]() |
Berbasis Pesantren
Keseluruhan pesantren
adalah lembaga pendidikan Islam yang asli Indonesia, yang pada saat ini
merupakan warisan kekayaan bangsa Indonesia yang terus berkembang. (Dhofier,
2011 hlm. 41).
Hal ini juga dikemukakan oleh Madjid (1997, hlm. 03)
bahwa Pesantren juga
merupakan suatu lembaga pendidikan agama
Islam tradisional yang telah mengembangkan dan ikut serta berperan dalam proses
penyebaran agama Islam di Indonesia sejak sebelum kemerdekaan hingga saat
sekarang ini. Pesantren atau pondok adalah lembaga yang bisa dikatakan merupakan wujud
proses wajar perkembangan sistem pendidikan Nasional. Dari segi historis
pesantren tidak hanya identik dengan makna ke-Islaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indoneisa (Indegenous).
Dengan pernyataan demikian, maka pesantren merupakan
suatu lembaga tradisional yang lahir dari beberapa tokoh sebagai wujud kekayaan
budaya Indonesia yang
tidak hanya identik dengan makna ke-agamaan atau ke-Islaman melainkan juga
mengandung nilai-nilai keaslian Indonesia, hal ini dapat dilihat dengan
bayaksnya pesantren di tanah air yang belum tentu didapatkan model pendidikan
ini di Negara-negara lain.
Kata pondok
diambil dari bahasa arab funduk yang berarti ruang tidur, wisma, dan
atau hotel sederhana. Dalam pengertian ini pondok merupakan asrama bagi santri
yang menjadi cirikhas pesantren, yang membedakannya dengan sistem pendidikan
Islam tradisional lainnya-seperti masjid,
surau dan atau langgar. (Aly,
2011. hlm.159-160).
Dari segi fisik pesantren
merupakan sebuah kompleks pendidikan yang terdiri dari susunan bangunan yang
dilengkapi dengan sarana prasarana yang mendukung penyelenggaraan pendidikan.
Sedangkan secara kultural pesantren mencakup pengertian yang lebih luas mulai
dari sistem nilai khas yang secara intrinsik melekat di dalam pola kehidupan komunitas santri,
seperti kepatuhan pada kyai sebagai tokoh sentral, sikap ikhlas dan tawādlu’,
serta tradisi keagamaan yang diwariskan secara turun-temurun. Pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional
Islam untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral agama
Islam sebagai pedoman hidup bermayarakat sehari-sehari.
Sedangkan menurut dhofier (2011, hlm. 41) perkataan pesantren berasal dari kata santri, yang
dengan awalan pe di depan dan akhiran an berarti tempat tinggal
para santri.
Ziemek (1986, hlm. 16) juga
mendifiniskan bahwa pesantren secara etimologis asalnya pe-santri-an,
berarti “tempat santri”. Santri atau murid (umumnya sangat berbeda-beda)
mendapat pelajaran dari pemimpin pesantren (Kyai) dan oleh para guru (‘ulāma’
atau ustāz). Pelajarannya mencakup berbagai bidang tentang pengetahuan
Islam.
Disisi lain, Dalam memahami
gejala modernitas yang kian
dinamis, pesantren di istilahkan oleh Gusdur “sub kultur” memiliki dua tanggung
jawab secara bersamaan, yaitu sebagai lembaga pendidikan agama Islam dan
sebagai integral masyarakat yang bertanggung jawab terhadap perubahan dan
rekayasa sosial. (Haedari, 2005. hlm. 76).
Terlepas dari
asal-usul kata itu berasal dari mana, yang jelas ciri umum keseluruhan pesantren adalah lembaga
pendidikan Islam yang asli Indonesia, yang pada saat ini merupakan warisan
kekayaan bangsa Indonesia yang terus berkembang. Bahkan pada saat memasuki millennium
ketiga ini menjadi salah satu penyangga yang sangat penting bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia. (Dhofier, 2011 hlm. 41).
Dengan demikian Pendidikan pesantren merupakan pendidikan
yang lahir dari potensi intern dalam mewujudkan pendidikan yang dinamis dan
efektif sesuai dengan pengalaman dan ilmu yang diperoleh dengan latar belakang
masing-masing yang memiliki tanggung jawab terhadap pendidikan agama Islam dan
perubahan rekayasa sosial. Pondok pesantren dapat dijadikan sebagai sumber
penanaman akhlak pada santri sehin serta menjunjung tinggi nilai-nilai Tafaqquh fiddīn. Hal tersebut
menjadi prioritas utama bagi orang tua khususunya dan masyarakat umunya dalam
ikut serta mewujudkan tujuan pendidikan Nasional, yakni menjadi manusia yang
berbudi luhur.
Kurikulum merupakan salah satu
komponen utama dalam pondok pesantren yang tidak dapat ditinggalkan. Kurikulum
dalam pesantren salaf dan sebagian pesantren khalaf sangat dominan dengan
pembelajaran kitab klasik dengan tujuan untuk mendidik calon-calon ulama’.
Dhofier (2011, hal. 87)
mengemukakan bahwa dalam pesantren terdapat kitab-kitab klasik yang diajarkan,
antaralain; (a) Nahwu (Syntax) dan sharaf (morfologi), (b) fiqih, (c),
Usul Fiqh, (d) Hadits, (e) Tafsir, (f) Tauhid, (g) Tasawuf dan etika, (h) cabang-cabang
lain seperti tarikh dan balāghah.
Sedangkan Madjid (1997.
hal. 8) mengemukakan bahwa para lulusan atau produk pesantren berkisar pada
bidang-bidang berikut; (a) Nahwu-sharaf (b) Fiqh, (c), ‘Aqaid, (d) Tasawuf, (e)
Tafsir, (f) Hadits, (g) Bahasa Arab, (h) Fundamentalisme.
Zainuddin dan Tuwah dalam Depag RI
(2001, hal. 31-70) telah mengklasifikasikan kurikulum pondok pesantren dengan
beberapa materi antaralain; (a) Aqidah/ Tauhid, (b) Tajwid, (c), Akhlaq/
Tasawuf, (d) Bahasa Arab (Nahwu-Sharaf), (e) Fiqh, (f), Ushul Fiqh, (g)
Al-Qur’an (Tafsir), (h) Ilmu Tafsir, (i) Hadits, (j) Ilmu Hadits, (k) Tarikh (
Sejarah Islam).
Dari beberapa pendapat di atas, kurikulum pesantren
merupakan kumpulan bahan-bahan pelajaran yang
disediakan kepada seluruh santri guna mencapai visi dan misi pesantren
dengan tetap menyesuaikan kebutuhan dan kondisi masing-masing yang lebih
fleksibel dan komprehensif. Penyesuaian kondisi ini dilakukan karena pesantren
memiliki otonomi dalam menentukan kurikulum yang akan diterapkan.
Dengan demikian, kurikulum pesantren di Indonesia
semestinya mengimplementasikan jenis kurikulum yang telah ditentukan oleh
Kementerian Agama dengan tetap
menyesuaikan kebutuhan dan kondisi masing-masing pesantren. Sehingga dengan
kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Agama menjadi salah satu
upaya pemersatu dan eksistensi pesantren guna memberikan kontribusi pada bangsa
dan agama dengan tetap memprioritaskan nilai-nilai keagamaan dan akhlak al
karīmah.
Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam
untuk memahami,menghayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam (tafaqquh
fiddīn) dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman
hidup bermasyarakat sehari-hari. (Mastuhu,1989
hlm.14).
Uraian pola manajemen kurikulum
pesantren
Uraian
|
Komponen
|
Sub
Komponen
|
Indikator
|
Kurikulum
berbasis pesantren
|
Perencanaan kurikulum
|
Dasar pengembangan
kurikulum
|
Visi dan misi
|
Falsafah pesantren
|
|||
Perencanaan Program Pendidikan dan
kurikulum
|
Program kurikulum
|
||
Program pendidikan
|
|||
Nilai-nilai pesantren dalam perencanaan kurikulum
|
Etika santri
|
||
Implementasi kurikulum
|
Materi ajar pesantren
|
Mata pelajaran
diniyah/
pesantren
|
|
Ekstrakurikuler
|
|||
Metode
|
Sorogan
|
||
Bandongan
|
|||
Muhadatsah
|
|||
Batsul masa’il/ diskusi
|
|||
Hafalan
|
|||
Nilai-nilai pesantren dalam implementasi kurikulum
|
Etika santri/siswa
|
||
Tempat pembelajaran
|
Kelas / klasikal
|
||
Dalem Kiai
|
|||
Muhsola/ masjid
|
|||
Lapangan/ di luar kelas
|
|||
Bahan pembelajaran
|
Kitab
|
||
Penghapus, Spidol, Papan Tulis
|
|||
Media Pembelajaran
|
Internet,
LCD, Alam.
|
||
Evaluasi kurikulum
|
Evaluasi kurikulum
|
Strategi pembelajaran
|
|
Sarana dan prasarana
|
|||
Nilai-nilai pesantren dalam
evaluasi kurikulum
|
Kemandirian
Tanggung jawab
Inovatif
|
(Analisa Penyusun)
Dimaksudkan
bahwa adanya penanaman moral dan penguasaan dasar-dasar
ilmu agama pada anak merupakan hal
yang paling mendasar bagi pesantren. Sesuai dengan dikemukakan Wahid (2007, hlm.
183) bahwa prinsip yang digunakan dalam pembenahan dan pengembangan pesantren
adalah diktum yang sudah lama dikenal kalangan pesantren sendiri yaitu
memelihara hal-hal baik yang telah ada sambil mengembangkan hal-hal yang baru
yang lebih baik, (al-muhāfadlatu ‘ala al-qodhīmi ash shālih ma’a al akhzu
bī al jadīdi al ashlāh).
Dengan demikian, kurikulum berbasis pesantren ini sangat
tepat diterapkan pada lembaga-lembaga non pesantren dengan mereduksi kurikulumnya mengacu pada penanaman
nilai-nilai kepesantrenan “ karakter” yang bisa dijaidkan uswah bagi
generasi mendatang.
Kurikulum Terintegratif
Kurikum yang lebih fleksibel dan
tidak mengikat baik pada lembaga, pendidik, maupun peserta didik, dengan upaya
integrasi nilai-nilai akademik baik umum dan agama, ini menjadi suatu formula
baru dalam membangunkarakter bangsa yang rendah hati dan mampu menjadi pemimpin
dimuka bumi ini sesuai dengan al-Qur’an dan al-Hadits.
Kartanegara (2005, hal. 72) mengemukakan bahwa
konsekuensi integrasi objek-objek ilmu adalah adanya integrasi bidang-bidang,
atau ada yang menyebutnya disiplin-disiplin ilmu.
Teori Integrated Curriculum (Kurikulum Terpadu) dari Nasution adalah “ mengintregasikan bahan pelajaran dari
berbagai mata pelajaran”.
Integrasi dalam pandangan tauhid menurut kartanegara
(2005, hal. 31) bahwa terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam upaya
integrasi ilmu yang mencakup beberapa aspek antaralain, landasan atau basis
integrasi ilmu, integrasi objek dan sumber ilmu, integrasi bidang ilmu, seperti
fisika, matematika dan metafisika, integrasi metode dan penjelasan ilmiah serta
integrasi ilmu-ilmu praktis dan teoritis.
Definisi di atas setidaknya memberikan penjelasan bahwa
integrasi merupakan upaya memusatkan bahan-bahan dari segala disiplin ilmu dan
beberapa aspek guna menyelesaikan masalah tertentu dengan lebih praktis dan
teoritis. Sehingga dengan integrasi kurikulum yang ada pada pesanren salaf dan
khalaf merupakan langkah-langkah yang sangat baik dan perlu dikaji lebih dalam
sejauh mana upaya-upayanya dalam mendidik santri-santrinya guna
menjadi santri yang berwawasan dan berakhlak.
Pola
Kurikulum Terintegratif
![]() |
(Analisa
Penyusun)
Pola di atas memiliki substansi
bahwa adanya konsep integrasi kurikulum antara ilmu agama dan umum, kemudian di
integrasikan menjadi satu konsep baru yang disesuaikan dengan tujuan,bahan,
metode dan evaluasi kurikulumnya, sehingga dengan pola yang lebih kompleks
tersebut menghasilkan kemampuan afektif, psikomotorik dan kognitif yang tetap
bersumber pada alqur’an dan al-hadits.
Kesimpulan
Kurikulum
pendidikan Islam yang ideal merupakan suatu pola yang merencanakan tujuan,
bahan, metode, isi dan evaluasinya dalam mencapai tujuan pendidikan Islam,
yakni insan kamil yang berakhlak, berwawasan dan bertaqwa kepada Allah swt yang
bersumber pada Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Problematika kurikulum dan karakter
bangsa sangat erat kaitanya keterlibatan politik secara kontekstual, bukan
sejauhmana politik memberikan kontribusi terhadap pendidikan, melainkan apa
yang bisa dilakukan melalui pendidikan terhadap eksistensi kepentingan
kelompok, dan kebijakan yang dikeluaran pun juga sudah tentu sepihak, karena
sudah mengutamakan kepentingan akal daripada berdasarkan al-Qur’an dan
al-Hadits.
Format kurikulum alternatif
pendidikan Islam ideal yang dapat menyelesaikan problematika karakter bangsa
setidaknya terdapat tiga alternatif, yakni Kurikulum yang sehat dan
berkarakter, kurikulum berbasis pesantren, dan kurikulum terintegratif yang
kesemuanya itu tetap bersumber pada al-Qur’an dan al-Hadits baik dalam tujuan, metode, isi dan evaluasinya.
REFERENSI

Aly, Abdullah.
2011. Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren: Telaah terhadap Kurikulum
Pondok Pesantren Modern Islam Assalam Surakarta. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
-------------------. 1999. Kapita Selekta Islam. CV. Pustaka
Setia, Bandung.
Al-Qarany, Aidh Abdullah. 2007. Islam Rahmatan Lil Alamin. Cakrawala,
Jakarta.
AlQardhawi,Yusuf., 1980, Pendidikan
Islam dan Madrasah Hasan al Banna, Terj. Bustami A.Gani, Bulan Bintang. Jakarta.
Connell, W.F, 1981. Asas Pendidikan. Dewan Bahasa dan Pustaka
Kementerian Pelajaran Malaysia Kuala Lumpur.
Daulay, Haidar
Putra. 2009. Pemberdayaan Pendidikan Islam di Indonesia. Rineka Cipta,
Jakarta.
-----------------------------.2012.
Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Kencana
Prenada Media Group, Jakarta.
Departeman Agama
RI. 1971. Al-Qur’an Dan Terjemahnya. Yayasan Penyelenggara Penterjemah/
Pentafsir Al-Qur’an. Jakarta.
-----------------------------.
2002. Metodologi Pembelajaran di Salafiyah. Departemen Agama RI,
Jakarta.
Direktorat
Pendidikan Madrasah Departemen Agama RI. 2007. Model Kurikulum Tngkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Departemen Agama, Jakarta.
Dhofier,
Zamakhsyari. 2011. Tradisi Pesantren : Studi Pandangan Hidup Kyai dan
Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia. LP3ES, Jakarta .
Drake. Susan M.
2013. Menciptakan Kurikulum Terintegrasi yang Berbasis Standar. Seri
Kurikulum Inti. Jakarta: PT. Indeks.
Fananie,
Zainuddin. 1934. Pedoman Pendidikan Modern. PT. Arya Surya Perdana.
Jakarta.
Farid, Syaikh Ahmad. 2012. Pendidikan Berbasis Metode “Ahlussunnah
waljama’ah” Pustaka Elba, Bandung.
Haedari et. al. 2006.
Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Komplesitas
Global. IRD Press. Jakarta.
Jalaludin. 2011. Filsafat
Pendidikan Islam. Kalam Mulia, Jakarta.
Jalaluddin,
2001, Teologi Pendidikan , Jakarta: Rajawali Press.
Kartanegara, Mulyadhi. 2005. Integrasi Ilmu Sebuah Rekonstruksi
Holistik. PT. Arasy
Mizan. Bandung.
Madjid, Nurcholish. 1997. Bilik-Bilik Pesantren. Dian Rakyat,
Jakarta.
Mastuhu. 1999. Memberdayakan
Sistem Pendidikan Islam. Ciputat : Logos Wacana Ilmu.
Mastukki. 2004. Sinergi
Madrasah dan Pondok Pesantren (Suatu Konsep Pengembangan Madrasah). DEPAG
RI : Jakarta.
Mangun Suwito, 2011. Kamus Saku Ilmiah Populer. Widyatamma
Presindo, Jakarta.
Mayhud dan Khusnurdilo, 2004. Manajemen Pondok Pesantren.
Diva Pustaka, Jakarta.
Mulayasa, E. 2006. Kurikulum Berbasis Kompetensi”Konsep,
Karakteristik dan Implementasi. PT Remaja Rosda Karya, Bandung.
-----------------. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum
2013. PT.Remaja Rosda Karya, Bandung.
Musthafa, Syaikh Fuhaim. 2010. Kurikulum
Pendidikan Anak Muslim. Pustaka Elba, Surabaya
Nata, Abudin, 2001. Tokoh-Tokoh Pemikir Pendidikan Agama Islam.
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
-----------------, 2003. Manajemen Pendidikan (mengatasi
Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia. Prenada Media, Jakarta.
-----------------, 2011. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan
Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia, Jakarta.
------------------,
2012. Kapita Selekta Pendidikan Islam. PT.Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Nawawi, Haedari.
Adminstrasi Pendidikan. 1983. PT. Gunung Agung, Jakarta.
Nuh dan Bakry.
2004. Kamus Indonesia-Arab-Inggris. PT. Mutiara Sumber Widya, Jakarta.
Sanjaya, Wina.
2011. Kurikulum dan Pembelajaran “Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum
Tingkat Ssatuan Pendidikan (KTSP)”. Prenada Media Group, Jakarta.
Solichin,
Muhammad Muchlis. 201. “Kebertahanan Pesantren Salaf ditengah arus modernisasi
pendidikan: Fenoma PondokPesantren Al-Isaf kalabaan, Guluk-guluk,sumenep”.
Disertasi pada Program Pasca Sarjana(PPS) Institut Agama Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya.
Syafaruddin, 2008. Efektfitas Kebijakan Pendidikan. Rineka Cipta.
Jakarta.
Zainuddin,
Hendra. 2007. Sewindu Forpress “Geliat Pesantren di Sumatera Selatan. Forum
Pondok Pesantren Sumatera Selatan(Forpress), Palembang.
------------------------.
2012. Paradigma Baru Pesantren Masa Depan. Aulia Cendikia Press. Yogyakarta.
Ziemek, Manfred.
1983. Pesantren dalam Perubahan Sosial. (diterjemahkan oleh Butche B.
Soendjojo. Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar