MADRASAH, MANAJEMEN DAN LEADERSHIP
Pendahuluan
Pendidikan merupakan suatu proses yang komprehensif yang berupaya mempersiapkan diri dengan segala yang dimilikinya menuju
kabaikan dan ketaqwaan kepada Allah swt.
Adapun
pendidikan Islam, menurut al-Qardhawi
adalah pendidikan manusia
seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Karenanya pendidikan Islam
berupaya menyiapkan manusia untuk
hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat
dengan segala kebaikan dan
kejahatannya, manis dan pahitnya (al-Qardawi, 1980, hal. 39)
Untuk itu,
sangat penting pendidikan Islam
diaplikasikan dengan lebih komprehensif, baik dari sistem, manajemen dan model
ataupun karakteristik leadershipnya. Hal ini direalisasikan di Indonesia
menjadi salah satu jawaban alternatif kebutuhan bangsa pada masa penjajahan
belanda, yakni didesaian dengan kata “madrasah”.
Ziemek, (1983,
122), mengemukakan sistem sekolah kolonial belanda ketika itu secara
kwantitatif tak dapat memenuhinya. Berbeda dengan sekolah-sekolah belanda
sekuler murni, madrasah masa itu menggambarkan suatu perkembangan lanjut di
modernisasi dari budaya tradisional sehingga tidak terjadi keretakan dalam
sistim nilai-nilai seperti halnya dalam proses sosialiasasi, sebagaimana
terjadi dalam bentuk-bentuk pendidikan dan faham barat.
Disisilain Nata,
(2001:187). madrasah dalam dekade
terakhir abad XX ini merupakan lembaga
pendidikan alternatif bagi para orang tua untuk menjadi tempat penyelenggara
pendidikan bagi putra-putrinya. Hal ini terlihat dengan beberapa daearah tertentu madrasah meningkat cukup tajam dari
tahun ketahun, oleh karena itu, peran leader dalam menajamen lembaga tesebut
sangat menjadi tolak ukur dalam kemajuan
dan kemunduran madrasah.
Namun
demikian, madrasah akan maju dan berkembang sesuai kebutuhan dan zaman jika
memang benar-benar dikelola dan dipimpin oleh seorang leader dengan manajemen
yang baik. Akan tetapi pada realitasnya, masih banyak madrasah hari ini yang
masih perlu suntikan pembaharuan sistem dan manajemen dalam menjawab tantangan
zaman, baik pada sumber daya manusia, ekonomi dan maupun dukungan sosialnya.
Untuk itu, sangat penting sekali membahas tentang pembaharuan madrasah terutama
pada kepemimpinan pengelolaan madrasah. Sehingga menjadi madrasah yang memang menjadi
Pembahasan
Pengertian Madrasah,
Manajemen
dan Leadership serta hubunganya
Madrasah: Pengertian, Sejarah, dan Pembaharuanya
Madrasah berasal
dari bahasa arab, مدرسة، مكان اتعليم artinya “
madrasah, sekolah, akademi”. (Kamus
Kontemporer Arab Indonesia, 1998:1669)
Sedangkan menurut
Mastukki, (2004: 49), mengemukakan bahwa madrasah secara harfiah berarti atau
setara maknanya dengan kata Indonesia “sekolah”. Madrasah mengandung arti
tempat atau wahana anak mengenyam proses pembelajaran. Maksudnya, id madrasah
anak menjalani proses belajar secara terarah.
Nata (2001:195),
mengemukakan bahwa madrasah merupakan lembaga pendidikan agama Islam yang di
dalam kurikulumnya memuat materi pelajaran agama dan pelajaran umum, dimana
mata pelajaran agama pada madrasah lebih banyak dibandingkan dengan mata
pelajaran agama pada sekolah umum.
Dengan demikian, madrasah
merupakan bagian dari revitalisasi pendidikan Islam baik pada sistem, manajemen
dan nilai-nilai yang diajarkan dengan tetap mengutamakan tujuan pada pembenahan
akhlaq.
Abdullah
(2006:20) mengemukakan
bahwa secara historis kelahiran madrasah menjadi lambang kebangkitan dari
sistem pendidikan Islam.
Hal tersebut
sesuai dengan yang disampaikan oleh Ramayulis (1994:158) bahwa di dalam
madrasah berlangsung proses komunikasi pedagogis antara pendidk, peserta didik,
yang darinya diharapkan mengarah kepada tercapainya tujuan instruksional. Oleh karena itu, madrasah
merupakan salah satu tempat sekaligus media berinteraksi antar satu anak dengan
anak lain yang didesain dengan sistem pendidikan Islam yang lebih
komprehensif.
Nata, mengutip
dari (Maksum, 1999:97), mengemukakan bahwa madrasah sebagai suatu sistem
pendidikan Islam berkelas dan mengajarkan sekaligus ilmu-ilmu keagamaan dan non
kegamanaan sudah tampak sejak awall abad XX.
Mastukki (2004:21)
mengemukakan bahwa, Al-Maqrizi mengemukakan dalam kitabnya Itti’adz al
Hunafa bi Akhbar al-Aimmah al-fatimiyyin al-khulafa bahwa madrasah
merupakan prestasi abad kelima. Ia menambahkan bahwa madrasah-madrasah yang
timbul dalam Islam tidak dikenal pada masa sahabat, dan tabi’in, melainkan 400
tahun setelah hijriyah. Menurutnya madrasah yang pertamakali didirikan adalah madrasah
Nidzamiyah tahun 457 H (abad 11 Masehi).
Terdapat beberapa
pendapat yang berbeda tentang madrasah munculnya madrasah secara historisnya.
Akan tetapi, Jika
ditinjau dari sudut pandang manajemen pendidikan, madrasah Nizamiyah di
bagdad adalah madrasah pertama yang berbentuk lembaga, yang kemudian secra
sistematis mengantarkan puncak perkembangan pendidikan Islam. Dikutip oleh Abdullah
(Rahman, 1997:268).
Sebenarnya, pada
awalnya pendidikan Islam secara kelembagaan tampak dalam berbagai bentuk yang
bervariasi. Di samping lembaga bersifat umum, seperti masjid, terdapat
lembaga-lembaga lain yang mencerminkan
kekhasan orientasinya. Secara umum pada abad ke empat hijrah dikenal beberapa
sistem pendidikan (madaris al-tarbiyah) Islam.
Pada eksistensinya, madrasah di
Indonesia telah memberikan sumbangsih yang jelas terhadap pembaharuan
pendidikan Islam sampai hari ini. Hal ini juga tidak bisa terlepas dengan
ikatan atau hubungan yang terjalin antara madrasah timur tengah dengan
pesantren di Indonesia di anggap memiliki laar belakang sendiri. Selain itu,
kemunculan serta berkembangnya tidak
bisa dilepaskan dari gerakan pembaharuan Islam yang dipelopori oleh organisasi
keislaman di Jawa, Sumatera maupun Kalimantan, (Mastukki mengutip dari Noer,
1995:12).
Sedangkan Nata mengutip
dari (Maksum, 1999:82), bahwa latar belakang pertumbuhan madrasah di Indonesia
dapat dikembalikan pada situasi, pertama adanya gerakan pembaharuan Islam di
Indonesia, dan kedua adanya respons pendidikan Islam terhadap kebijakan
pendidikan Hindia Belanda.
Menurut pandangan
Dewey (1955:54) sekolah itu harus merupakan alat pembantu dalam hal pendidikan
sosial anak.
Abdullah (2006:65)
juga menjelaskan istilah “pembaruan” merupakan alih bahasa dari istilah itu
pembaruan, tajdid, dan modernisasi.
Berkenaan dengan
pembaruan, pola pikir dan sikap pandang kaum muslim yang menyimpang dan tidak
sesuai dengan esensi Islam harus diperbarui. Pembaruan dilakukan dengan cara
mengembalikan pola pikir dan sikap pandang kaum muslim ke pagkal kemurnian
Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits. (Abdullah mengutip Iqbal,
1966:158-192).
Dengan
dmeikian,dalam pembaharuanya, madrasah atau sekolah efektif memerlukan
sumberdaya yang kreatif, inovatif dan bertanggung jawab dalam mencapai visi dan
misinya. Madrasah dikenal sebagai lembaga yang lebih dominan dalam penguasaan
keilmuan keagamaan. Sehingga hal ini menjadi karakteristik yang memnag harus
dikembangkan dalam menyesuaikan keadaan dan perkembangan zaman. Terutama pada
aspek manajemen dan kemauan yang tinggi seorang pemimpim madrasah itu sendiri.
Manajemen : Pengertian,
fungsi dan substansinya
Secara etimologis, manajemen
berasal dari kata: management (bahasa Inggris). Kata management berasal dari
kata manage, atau managiare, (yang berarti : melatih kuda dala, melangkahkan
kakinya Imron mengutip dari (Echols, 1985).
Dalam managemen,
terkandung dua makna, ialah mind (pikir) dan action (tindaka) Imron mengutip
dari (Sahertian, 1988).
Syukur
(2013:5), mengemukakan bahwa secara etimologi, “Manajemen” berasal dari kata to
manage yang berarti mengatur.
Menurut
Harold koont dan Cyril O’Donnel dikutip oleh Syukur (2013:8) bahwa manajemen
adalah usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui orang lain. Dengan demikian
manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan dan pengendalian.
Manajemen
pendidikan di sekolah
atau madrasah adalah proses aplikasi fungsi manajemen dalam
melaksanakan proses pangajaran dan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan untuk mancapai tujuan pendidikan di sekolah, peranan kepala sekolah
sebagai manajer dalam menjalankan manajemen pendidikan sangat menentukan
pencapaian tujuan dengan dukungan sumberdaya personel, materi, finansial dan
lingkungan masyarakat.
(Anzizhan,
2008:30).
Dengan demikian, manajemen merupakan suatu proses
penataan dengan melibatkan sumber-sumber
Leadership : Pengertian, Gaya dan Kompetensinya
Kepemimpinan (Leadership)
adalah kemampuan seseorang (yaitu pemimpin atau leader) untuk
mempengaruhi orang lain (yaitu yang dipimpin atau pengikut-pengikutnya).
Sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh
pemimpin tersebut. (Soekanto, 2002:288).
Abdullah
(2015:298), mengemukakan bahwa pemimpin yang ideal, dalam perspektif Islam,
merupakan pemimpin yang perilakunya tidak menyimpang dari “garis” kebenaran
yang diwahyukan oleh agama, menjunjung tinggi akhlakul karimah, adil, memberi
rasa aman, dan menyejukkan bagi pengikut/ umat.
Pernyataan Abdullah di atas
seirama dengan firman Allah tentang pemimpin,
ان الله يامر بلعد ل والاحسن
Artinya : “ Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan”. (QS. An-Nahl :
90).
Dengan demikian, ketika pemimpin
mengelola madrasah lebih tepat dengan mengutamakan beberapa aspek perilaku,
baik pada sifat adil, tanggung jawab,
lemah lembut agar dapat mencapai tujuan tertentu.
Soekanto mengutip
(Koentjaningrat, 1967:181) mengemukakan bahwa kadangkala dibedakan antara
kepemimpinan sebagai kedudukan dan kepemimpinan sebagai suatu proses sosial.
Manusia sebagai seorang
pemimpin, Allah swt berfirman :
واذ
قال ربك للملئكة انى جا عل فى الارض خليفة
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalaifah di muka bumi.”
(QS. Al-Baqarah; 30).
Sebagai
kedudukan, kepemimpinan merupakan suatu kompleks dari hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang dapat dimiliki
leh seseorang atau suatu badan, akan tetapi jika kepemimpinan sebagai
suatu proses sosial, kepemimpinan meliputi segala tindakan yang dilakukan
seseorang atau sesuatu badan yang menyebabkan gerak dari warga masyarakat. (Soekanto,
2002:288).
Disisilain,
diantara ragam model kepemimpinan, yakni kepemimpinan visioner dan
kepemimpinan passioner. (M.N. Ibad: 17).
Soekanto,
(2002:288) mengemukakan bahwa kepemimpinan ada dua, yang bersifat resmi (Formal
leadership) dan tidak resmi (Informal leadership), bersifat resmi adalah kepemimpinan yang
tersimpul di dalam suatu jabatan. Adapula kepemimpinan karena pengakuan
masyarakat akan kemampuan seseorang untuk menjalankan kepemimpinan atau yang
disebut dengan kepimimpinan tidak resmi.
Hal ini dapat dibedakan dalam
pelaksanaanya, kepemimpinan yang resmi harus berada di atas landasan-landasan
atau peraturan-peraturan resmi, sehingga cakupan dan geraknya lebih terbatas. Sedangkan
kepemimpinan tidak resmi memiliki ruang
lingkup yang lebih fleksibel dan tidak resmi atau tidak terbatas resmi.
Sehingga yang menjadi tolak ukur dari
keberhasilan kemimpinan tidak resmi adalah pada tujuan dan hasil yang dicapai,
lebih menguntungkan masyarakat atau merugikan public.
Abdullah, (2011,
59), mengemukakan bahwa pendidikan
adalah bagian dari kehidupan yang dituntut mampu mengikuti perkembangan di
dalamnya.
Dalam alqur’an
juga dijelakan dengan rinci tentang kepemimpinan, salah satu sikap sebagai
seorang pemimpin adalah lemah lembut,
فبما رحمة من الله لنت لهم، ولو كنت فظاغليظ القلب لا
نفضوا من حولك.
Artinya: “ Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu beralaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. (QS. Ali
Imran:159)
Pada sisi kompetensi
yang harus dimiliki oleh pemimpin dalam madrasah, setidaknya memiliki kompetensi yang mampu sesuai dengan visi dan
misi pendidikan dan lembaga itu sendiri.
Secara umum tugas dan peran
kepala sekolah memiliki lima dimensi kompetensi sebagaimana termaktub pada
peraturan menteri pendidikan nasional Nomor 13 tahun 2007 tentang standar kepala Sekolah/ Madrasah,
yaitu kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi dan
kompetensi sosial.
(Rusman, 2012:7).
Dengan demikian, gaya kepemimpinan
dalam madrasah sangat menentukan strategi
pencapaian visi dan misi dari lembaga
itu sendiri. Dari pembahasan di atas,
maka madrasah, manajemen dan leadership adalah satu bangunan yang utuh dalam
mengorganisir lembaga dan sistem
pendidikan menuju visi dan misi dari lembaga itu sendiri.
Kepemimpinan Madrasah yang Efektif : Perubahan sosial dan gaya kepemimpinan
Perjalanan hidup
manusia mengisyaratkan adanya perubahan yang terus menerus, sehingga filsafat
perubahan merupakan sesuatu yang kekal. Menjadi karakteristik tetap kehidupan
manusia dan makhluk lainya (The only thing of permanent is change). Komariah
dan Triatna (2010:73),
Abdullah
(2011:2017), mengemukakan perubahan sosial merupakan gejala perubahan dari
suatu keadaan sosial tertentu ke suatu keadaan sosial lain. Perubahan sosial pasti memiliki suatu arah
dan tujuan tertentu.
Syukur (2013:15),
juga mengemukakan dan membahas kepemimpinan, pada hakekatnya adalah membahas
masyarakat manusia dengan seluk beluknya. Manusia adalah makhluk sosial, zoon
politikon. Secara naluriah membutuhkan bergaul dan membutuhkan manusia
lain, dalam prosesnya mereka membentuk kelompok-kelompok, masyarakat, berbangsa-bangsa
dan bernegara, yang giliranya membutuhkan pemimpin.
Sutrisno
(2013:219), mengemukakan bahwa pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang
mampu mengelola aau mengatur organisasi secara efektif dan mampu melaksanakan
kepemimpinan secara efektif pula.
Abdullah
(2011:209) mengemukakan bahwa dilihat dari bentuknya, perubahan sosial dapat
dibedakan ke dalam beberapa bentuk, baik perubahan lambat dan perubahan cepat, pertama,
perubahan memerlukan waktu lama, dan rentetan perubahan kecil yang saling
mengikuti dengan lambat yang dinamakan evolusi. Kedua, perubahan kecil dan perubahan besar, ketiga,
perubahan yang dikehendak (intended change) atau perubahan yang
direncanakan (Planned-change) dan perubahan yang tidak dikehendaki (unitended-change)
atau perubahan yang tidak direncanakan (unplanned-change) atau perubahan
yang tidak direncanakan. (unplanned-change).
Dengan demikian, perubahan secara
terus menerus dialami manusia dalam menjalani kehidupan, pemikiran-pemikiran
teoritis tentang perubahan-perubahan manusia
yang dikenal dengan perubahan sosial.
Hal di atas
sesuai dengan teori perubahan sosial menyatakan bahwa faktor penyebab perubahan
sosial sebagaimana dikutip oleh Komariah dan triatna dari waliono (1980:13),
adalah terdiri dari tigas kategori, antaralain biologis, kebudayaan dan
tekhnologi.
Disisilain, untuk menuju efektifitas
kepemimpinan madrasah, kepemimpinan seseorang (pemimpin) harus mempunyai
sandaran-sandaran kemasyarakatan atau social basis. Dimulai dari
kepemimpinan erat hubunganya dengan susunan masyarakat. Masyarakat-masyarakat
yang agraris di mana belum ada
spesialisnya, biasanya kepemimpinan meliputi seluruh bidang kehidupan
masyarakat.
Selain itu,
kepemimpinan yang efektif juga harus memperhitungkan social basis apabila tidak
menghendaki timbulnya ketegangan-ketegangan atau setidak-tidaknya terhindar
dari pemerintahan boneka belaka (Soekanto, 2012:293).
Komariah dan
Triatna (2010:37) mengemukakan penekanan kefektifan sekolah adalah pada proses
belajar yang berlangsung secara aktif atau ada keterlibatan berbagai pihak
terutama siswa dan guru sebagai subjek belajar.
Di era
desentralisasi, setidaknya terdapat beberapa jenis kepemimpinan yang dianggap
representatif dengan tuntutannya, antaralain kepemimpinan transaksional,
kepemimpinan transformasional, dan kepemimpinan visioner, dari ketiga tersebut
memilki titik konsentrasi yang khas sesuai dengan jenis permasalahan dan
mekannisme kerja yang dierahkan pada bawahan. (Komariah dan Triatna , 2010:75)
Abdullah
(2015:247), mengemukakan bahwa dalam ilmu sosial, istilah pemimpin di
identikkan dengan elite, yang lazim di definisikan sebagai anggota suatu
kelompok kecil dalam masyarakat yang tergolong disegani, dihormati, kaya seta
berkuasa.
Efektifitas selain terorganisir oleh
kemampaun seorang pemimpin, budaya dan
iklim yang mendukung, juga sangat ditentukan oleh gaya kepemimpinan yang
dipakai oleh seorang pemimpin tersebut. Seyogyanya juga, sesuai dengan sistem
desentralisasi pendidikan khususnya dan umumnya pada
Hubungan Kekerabatan
(Geneologi sosial
pemimpin pesantren implikasinya terhadap eksistensi madrasah)
Di Indonesia, madrasah secara historis
sangat melekat dengan pondok pesantren, baik pada sistem, manajemen, serta pola
dan gaya kepemimpinan kyai yang menjadi salah satu kharisma tersendiri di
masyarakat. Dari satu generasi ke generasi penerusnya, para kyai selalu menaruh
perhatian istimewa terhadap pendidikan putra-putrinya untuk menjadi pemimpin
dalam sebuag lembaga-lembaga pesantren ataupun madrasah mereka.
Menurut Dhofier
(2011:102), mengemukakan bahwa jika seorang kyai mempunyai anak laki-laki lebih
dari satu, biasanya ia mnegharap anak tertua dapat menggantikan kedudukanya
sebagai pemimpin pesantren setelah ia meinggal; sedangkan anak laki-lakinya
yanglain dilatih untuk mendapatkan kedudukannya mertuanya yang kebanyakan juga
memimpin pesantren.
Syukur
(2013:201), mengemukakan bahwa sebagai lembaga pendidikan Islam yang lahir dari
perut pesantren, maka pesantren harus siap dijaikan kiblat bagi pengembangan
madrsah. Artinya dalam proses pengelolaan atau manajemennya madrasah bisa
melihat dari pengembangan pesantren-pesantren yang telah ada, agar madrasah
tetap survive dalam sistem pendidikan nasional (SPN) dibutuhkan konsep dalam
mengelola madrasah yang baik dan tepat.
Ajaran-ajaran
tradisional mengajarkan adanya kepemimpinan yang memiliki prinsip, ketika
seornag pemimpin di muka, harus memiliki idealisme kuat, serta kedudukan
tersebut. Akan tetapi menurut watak dan kecakapanya, seorang pemimpin dapat
dikatakan sebagai pemimpin dimuka, ditengah dan dibelakang (front leader,
sosial leader, dan rear leader).
M.N. Ibad
(2010:138), Pemimpin yang besar adalah mereka yang bisa menerima dan
mengorganisir semua manusia (yang dipimpinya) dengan apa adanya, “bisa gaul”
istilah gusmiek, dan “memanusiakan manusia” istilah gusdur.
Dengan demikian, pada subtansinya
seorang Kyai memiliki nilai kelebihan terutama dibidang spiritualisme, serta
nilai karomah dan keberkahan yang kuat yang sekaligus merupakan amanah dari
Allah swt. Kuat dan luasnya hubungan
tali kekerabatan kyai telah menghasilkan integrasi dan persatuan para kyai.
Terkadang, kyai juga menikahkan anaknya dengan santri yang cerdas dan memiliki
kemampuan dalam memimpin sebuah lembaga, sehingga dengan demikian nilai geneus
tetap terjaga oleh pola kekerabatan secara sosial dalam pesantren dan atau
madrsah untuk melahirkan generasi yang militan dan berakhlaq.
Sesuai yang disampaikan oleh Prof. Dr. H. Jalaludin dalam
menyampaikan materi beliau “Filsafat dan Teori Pendidikan” bahwa, setiap
manusia untuk mencetak generasi yang sholeh adalah dimulai dari pemilihan
jodoh, hal ini seirama dengan kultur yang sudah membumi dalam dunia pesantren,
tidak lain hal nya untuk eksistensi madrasah di masa depan.
Dengan demikian, pentingnya seorang
pemimpin yang tepat yang bisa mengakomodir karakter bawahannya lebih-lebih mencetak
generasi tersebut sudah dari jauh-jauh hari. Salah satu bentuk eksistensi
madrasah itu sendiri adalah dengan lebih bertambah banyaknya lembaga madrasah
di Indonesia, serta adanya generasi-generasi baru yang tidak kalah saing dengan
sekolah-sekolah negeri maupun sekolah yang unggulan, karena substansinya
masdrasah lebih mengutmakan penguasaan keagamaannya lebih-lebih pesantren.
Kesimpulan
Madrasah merupakan bagian dari
revitalisasi pendidikan Islam baik pada sistem, manajemen dan nilai-nilai yang
diajarkan dengan tetap mengutamakan tujuan pada pembenahan akhlaq. Sedangkan
manajemen adalah seni dan ilmu dalam
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pemotivasian, dan pengendalian
terhadap orang-orang dan mekanisme kerja untuk mencapai tujuan tertentu yang
telah ditetapkan. Kepemimpinan (Leadership) adalah kemampuan seseorang
(yaitu pemimpin atau leader) untuk mempengaruhi orang lain (yaitu yang
dipimpin atau pengikut-pengikutnya). Sehingga orang lain tersebut bertingkah
laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut
Gaya kepemimpinan dalam madrasah sangat menentukan strategi
pencapaian visi dan misi dari lembaga
itu sendiri. Dari pembahasan di atas, maka
madrasah, manajemen dan leadership adalah satu bangunan yang utuh dalam
mengorganisir lembaga dan sistem
pendidikan menuju visi dan misi dari lembaga itu sendiri.
Pentingnya seorang pemimpin yang
tepat yang bisa mengakomodir karakter bawahannya lebih-lebih mencetak generasi
tersebut sudah dari jauh-jauh hari. Salah satu bentuk eksistensi madrasah itu
sendiri adalah dengan lebih bertambah banyaknya lembaga madrasah di Indonesia,
serta adanya generasi-generasi baru yang tidak kalah saing dengan
sekolah-sekolah negeri maupun sekolah yang unggulan, karena substansinya
masdrasah lebih mengutmakan penguasaan keagamaannya lebih-lebih pesantren.
REFERENSI

Abdullah. 2011, Sosiaologi
Pendidikan. Rajawali. Jakarta.
-------------.2006, Revitalisasi Pendidikan Islam. TW Mutiara
Wacana. Yogyakarta.
-------------,2015, Dinamika Sosiologis Indonesia. “agama
dan pendidikan dalam perubahan. LKIS press.
AlQardhawi,Yusuf., 1980, Pendidikan
Islam dan Madrasah Hasan al Banna, Terj. Bustami A.Gani, Bulan Bintang. Jakarta.
Dewey, John. 1955. Risalah Ahli didik. Saptadrma.
Daulay, Haidar
Putra. 2009. Pemberdayaan Pendidikan Islam di Indonesia. Rineka Cipta,
Jakarta.
Dhofier,
Zamakhsyari. 2011. Tradisi Pesantren : Studi Pandangan Hidup Kyai dan
Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia. LP3ES, Jakarta .
Haedari et. al.
2006. Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan
Komplesitas Global. IRD Press. Jakarta.
Imron, dkk, 2003. Manajemen Pendidikan. UIN
Malang.
Jalaludin. 2011. Filsafat
Pendidikan Islam. Kalam Mulia, Jakarta.
------------------, 2001, Teologi
Pendidikan , Jakarta:
Rajawali Press.
Madjid, Nurcholish. 1997. Bilik-Bilik Pesantren. Dian Rakyat,
Jakarta.
Mastuhu. 1999. Memberdayakan
Sistem Pendidikan Islam. Ciputat : Logos Wacana Ilmu.
Mastukki. 2004. Sinergi
Madrasah dan Pondok Pesantren (Suatu Konsep Pengembangan Madrasah). DEPAG
RI : Jakarta.
Mangun Suwito, 2011. Kamus Saku Ilmiah Populer. Widyatamma
Presindo, Jakarta.
M.N. Ibad. 2010. Leadership screet of gusdur
–gusmiek (mengelola potensi diri unuk menjadi pemimpin yang dicintai.
Mayhud dan Khusnurdilo, 2004. Manajemen Pondok Pesantren.
Diva Pustaka, Jakarta.
Nata, Abudin, 2001. Tokoh-Tokoh Pemikir Pendidikan Agama Islam.
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sutrisno, 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia. Prenada Media Group. Jakarta.
Soekanto. 2002. Sosilogi suatu pengantar. Rajwali. Jakarta.
Syukur, Fatah. 2013. Manajemen Pendidikan Bebasis pada Madrasah. Pustaka
Rizki Putra. Jakarta.
Komariah dan Triatna. 2010. Visionary Leadership menuju sekolah efektif.
Bumi Aksara.
Ziemek, Manfred.
1983. Pesantren dalam Perubahan Sosial. (diterjemahkan oleh Butche B.
Soendjojo. Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar