KONSEP
MOTIF IMBANG DALAM PEMBELAJARAN
(Tela’ah Nilai-Nilai Motivasi
Belajar dalam Al-Qur’an Surat Al-Alaq ayat 1)
Oleh : Darul Abror, M.Pd.I
Dosen STAI As-Shiddiqiyah OKI
(Peraih Beasiswa Mora Scholarship 5000 Doktor Kemenag RI di UIN Raden Fatah Palembang)
Minat
baca bangsa Indonesia yang masih minim, Hal ini terlihat pada tahun 2013, Indonesia
masih bertahan dengan predikat negara yang masih rendah tingkat bacanya, Direktur Jenderal
Pendidikan Dasar Hamid Muhammad, menuturkan bahwa keadaan minat baca di
Indonesia masih rendah. Ia menyebutkan, berdasarkan hasil studi UNESCO pada
tahun 2013, hanya 1 orang dari 1000 orang yang suka membaca.
"Survei BPS di Indonesia di tahun 2013 menunjukkan bahwa orang Indonesia
paling gemar nonton televisi, yakni sebanyak 91,68 persen. Sedangkan yang membaca surat
kabar hanya 17,6 persen.
Motif Imbang, berasal dari bahasa indonesia, Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, motif
diartikan corak, konsep, dsb, sedangkan imbang diartikan sebagai sebanding, sama
(berat, derajat, ukuran, dsb). Filosofisnya, imbang disini merupakan suatu
ukuran yang sama dalam menggunakan pendekatan, baik pendekatan rasional maupun
pendekatan spiritual. Ketika pendekatan yang digunakan hanya sebatas rasional
saja, maka upaya itu hanya sesuai apa yang dipandang oleh panca indera saja,
akan tetapi kekuatan rohaniahnya juga penting digunakan oleh setiap individu,
karena setiap manusia akan menemui masa yang diluar akal manusia. Dan ini belum
bisa dilihat secara jelas oleh individu itu sendiri. Dengan teori Motif
Imbang, maka secara filosofis ada empat substansi yang mengacu pada hasil kajian ini dalam mendefinisikan kekuatan motivasi guna mendorong individu menuju
keberhasilan dalam belajar, khususnya dalam hal membaca adalah sebagai berikut; Pertama, motivasi intrinsik
individu yang ada harus diserasikan antara niat dengan tujuan, sehingga niat
tersebut bukan sebatas upaya untuk merubah suatu keadaan, melainkan juga diniatkan untuk ibadah, tentunya hal ini bisa menjadi bagian
penting dalam menginternalisasikan nilai-nilai sekaligus menjadi awal yang
manfaat dalam membaca. Kedua, keseimbangan ini dilihat atas kondisi
lingkungan individu yang kemudian menjadi bagian terpenting dalam merubah pola, tehnik dan strategi belajar dalam keadaan,
waktu dan kondisi apapun. Ketiga,
adanya keseimbangan antara tindakan dengan tujuan yang dilakukan oleh
setiap individu, tidak sedikit individu yang menghabiskan waktunya dengan
kurang fokus untuk bertindak yang seimbang dengan apa yang direncakan dan apa
tujuan awal dari suatu tindakan tersebut.
Keempat, adanya keseimbangan belajar khususnya membaca
sebagai kebutuhan yang selaras dan serasi dengan potensi individu guna
penyempurnaan aspek kognitif, psikomotorik dan afektif.
Kata Kunci: Konsep,
Kulturisasi Membaca, Motif Imbang
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari proses hidup dan kehidupan setiap manusia. Prof. Jalaludin menyatakan,
bahwa gagasan John Dewey tentang pendidikan sebagai salah satu kebutuhan,
fungsi sosial, sebagai bimbingan, membentuk disiplin hidup, mengisyaratkan
bahwa bagaimanapun sederhananya suatu komunitas manusia, memerlukan adanya
pendidikan, maka dalam pengertian umum, kehidupan dari komunitas tersebut akan
ditentukan aktivitas pendidikan di dalamnya. Sebab pendidikan secara alami sudah
merupakan kebutuhan hidup manusia.
Pendidikan
sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia; aspek rohaniah dan
jasmaniah, juga harus berlangsung secara bertahap. Oleh karena itu suatu
kematangan yang beritik akhir pada optimalisasi perkembangan/ pertumbuhan, baru
dapat tercapai bilamana berlangsung melalui proses demi proses ke arah tujuan
akhir perkembangan pertumbuhan.
Pendapat
di atas, bermaksud menjelaskan bahwa pendidikan
merupakan suatu proses yang komprehensif yang berupaya mempersiapkan diri
dengan segala yang dimilikinya, baik jasmani, rohani, akal, hati, akhlak dan keterampilannya menuju kebaikan dan ketaqwaan individu kepada Allah swt. Seiring zaman yang terus berjalan, tantangan
pendidikan khususnya pada pendidikan Islam lebih kompleks dan berbeda dengan
tantangan pada zaman klasik. Prof. Abudin Nata menyatakan, baik secara internal
maupun ekternal tantangan pendidikan Islam di zaman kasik dan pertengahan cukup
berat, namun secara psikologis dan ideologis lebih mudah diatasi. Tantangan
pendidikan Islam di zaman sekarang selain menghadapi pertarungan pertarungan
ideologi-ideologi besar dunia sebagaimana tersebut di atas, juga menghadapi
kecenderungan yang tak ubahnya seperti badai besar (turbulance) atau tsunami.
Menurut Daniel Bell, di era globalisasi di tandai beberapa hal, antaralain;
pertama, kecenderungan integrasi
ekonomi yang menyebabkan persaingan bebas dalam dunia pendidikan, kedua, kecenderungan fragmentasi
politik, ketiga,kecenderungan
penggunaan teknologi canggih (sofisticated
tecnology), keempat, kecenderungan interdependensi (kesaling
ketergantungan), kelima, kecenderungan munculnya penjajahan baru dalam
bidang kebudayaan (new colonization in culture) yang mengakibatkan pola
pikir (mindset) masyarakat pengguna
pendidikan, yaitu dari pola pikir yang berorientasi pada intelektualitas, moral
dan keterampilan kemudian cenderung lebih pada material oriented.
Dari kecenderungan-kecederungan di atas, memiliki
implikasi yang urgent terhadap kualitas pendidikan di Indonesia, baik dari
sistem, manajemen sampai pada ranah tehnisnya, yang kemudian sudah menyatu
menjadi culture dan kemrosotan peradaban pendidikan. Tentunya hal ini
sudah mendapat respon secara ilmiah tentang upaya-upaya dan solusi alternatifnya,
akan tetapi Kecenderungan masyarakat yang lebih mengedepankan materialistis sangat sulit dirubah
kepada pola kecenderugan yang fokus pada kualitas dalam pendidikan, hal ini
sangat berdampak secara psikologis terhadap kualitas perilaku pelaku pendidikan,
khususnya pada minat, motivasi dan kemauan belajar dan melakukan proses sampai
membangun culture akademis, sulitnya membangun minat baca dalam
pendidikan di Indonesia masih menjadi fakta dan problem yang fundamental.
Membaca
merupakan salah satu bagian penting dalam proses belajar setiap manusia, hal
ini tentunya menjadi perhatian serius khususnya bagi praktisi pendidikan dalam
pengembangan kompetensi sumber daya manusia menuju era globalisasi, tentunya
memiliki tantangan akademis yang besar untuk sejajar dengan negara-negara lain
yang sudah maju. Seyogyanya Indonesia sudah kaya akan potensi yang bisa
dijadikan sebagai media sekaligus sarana dalam penguatan kompetensi sumber daya
manusianya.
Berdasarkan
data UNESCO tahun 2012, indeks minat baca Indonesia baru mencapai 0,0001.
Artinya, dalam setiap 1.000 orang Indonesia, hanya ada satu yang mempunyai
minat baca. Sementara dari data Survey Badan Pusat Statisitik (BPS) pada tahun
2012, didapatkan bahwa sumber informasi penduduk Indonesia berusia 10 tahun ke
atas diperoleh dari televisi (91,68 %), dan hanya sekitar 17,66 % yang menyukai
membaca surat kabar, buku atau majalah. Data Bank Dunia pun menunjukkan minat
baca anak Indonesia termasuk rendah, yaitu sekitar 51,7 %, lebih rendah
dari Philipina 52,6 %, Thailand65,1 %, Singapura 74 % dan Jepang 82,3 %. . Minat atau motivasi membaca masyarakat
Indonesia masih rendah, minat baca
masyarakat Indonesia terendah se - Asean, Survei
tersebut antara lain: (a), Pada tahun
2006 berdasarkan data Badan Pusat Statistik menunjukan, masyarakat Indonesia
belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi.
Masyarakat lebih memilih menonton televisi (85,9%), mendengarkan radio (40,3%)
daripada membaca koran (23,5%)., (b), Pada tahun
2009 berdasarkan data yang dilansir Organisasi Pengembangan Kerja sama Ekonomi
(OECD), budaya baca masyarakat Indonesia menempati posisi terendah dari 52
negara di kawasan Asia Timur.
Data di atas menunjukkan adanya minat baca bangsa
Indonesia yang masih minim pada tahun 2012, Kemendikbud juga dengan jelas menyebutkan bahwa
dipresentasikan kurang lebih seribu banding satu, artinya jika ada seribu
orang, maka hanya satu orang saja yang memiliki minat baca tinggi. Hal ini juga terlihat pada tahun 2013,
Indonesia masih bertahan dengan predikat negara yang masih rendah tingkat
bacanya, Direktur Jenderal
Pendidikan Dasar Hamid Muhammad, menuturkan bahwa keadaan minat baca di
Indonesia masih rendah. Ia menyebutkan, berdasarkan hasil studi UNESCO pada
tahun 2013, hanya 1 orang dari 1000 orang yang suka membaca. "Survei BPS di Indonesia di tahun 2013 menunjukkan
bahwa orang Indonesia paling gemar nonton televisi, yakni sebanyak 91,68
persen. Sedangkan yang membaca surat kabar hanya 17,6 persen," paparnya ketika
ditemui di Perpustakaan Kemendikbud, Jumat (29/5) siang. Melihat data ini, menurutnya, butuh
upaya luar biasa untuk meningkatkan minat baca orang Indonesia, terutama
anak-anak. Hamid menyebutkan, berdasarkan data bank dunia, Indonesia memiliki
minat baca paling rendah di antara negara Asia Tenggara. "Indeksnya hanya
21,7 persen. Dibandingkan Filipina dan Singapura yang lebih dari 70 persen
minat bacanya," tuturnya. (Agustin Setyo Wardani).
Dari beberapa data di atas,
setidaknya memberikan sinyal bahwa perlunya keseriusan peningkatan dalam bidang
pendidikan, khususnya dalam aspek implementatif subjeknya, yakni penguatan pada
sumber daya manusianya khususnya dalam mengkonstruksi budaya ilmiah. Hal ini tentunya
menjadi salah satu bagian ketertinggalan dengan bangsa-bangsa lain menuju
negara yang maju, karena dengan pendidikan yang maju, maka sumber daya
manusianya juga maju, sehingga Indonesia
juga tidak krisis sumber daya manusia dalam berbagai aspek. Dengan permasalahan demikianlah serius,
khusunya terkait dengan pola, kebiasaan dan sistem yang kurang mendukung dalam
bidang pendidikan tersebut, maka untuk peningkatan kompetensi manusia di
Indonesia perlu adanya pendekatan psikologis individual, sehingga timbul
motivasi intrinsik yang besar dari pelaku pendidikan, yakni keasadaran untuk
memperbaiki pola dan sistem yang lebih terarah menuju culture yang
beradab dan kompeten dalam bidang pendidikan. Untuk mensikapi permasalahan yang
demikian rumit, perlu ditengahkan akan pembahasan
mengenai upaya-upaya peningkatan minat belajar pada pelaku
pendidikan dengan mengacu pada ayat al-Qur’an yang pertama di turunkan, yakni
al-Qur’an surat al-Alaq, 96: 1.
B.
Motivasi Belajar
dalam Al-Qur’an Surat Al-Alaq ayat 1
Sesuai dengan permasalahan di
atas, ayat al-Qur’an yang tepat menjadi sumber inspirasi dalam penelitian ini
adalah surat surat al-Alaq, 96: 1;
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu yang Menciptakan (Q.S. al-Alaq : 1)
Surat al-‘Alaq
merupakan surat yang turun di mekkah (Makkiyah), ayat tersebut dijadikan
sebagai paradigma wahyu guna menemukan sebuah teori dalam upaya menjawab
motivasi seperti apa dalam menumbuhkan minat baca secara intrinsik pada
individu, sehingga dapat memberikan rangkaian kecakapan pada setiap individu
dalam melangsungkan kehidupannya. Selain itu, yang terpenting adalah pembahasan ini ingin menguraikan suatu
kebenaran al-Qur’an dalam surat al-‘Alaq, bahwa merupakan surat yang
memiliki nilai dan subtansi embrio
pendidikan, khususnya untuk membangun motivasi intrinsik pada subjek pendidikan
yang telah ditemukan beberapa teori psikologi, pendidikan maupun teori lain
yang bersumber pada ayat di atas. Sehingga
dengan uraian berbasis penafisiran ilmiah ini, tentunya bisa menjadikan bagian
penting dalam ikut serta menjaga eksistensi ayat-ayat al-Qur’an, salah satunya
untuk mengkonstruksi substansi dari nilai-nilai ayat al-Qur’an tersebut.
C. Penjelasan Al-Qur’an Surat Al-Alaq ayat 1
Dalam tafsir
Jalalain, menyebutkan bahwa اِقْرَأْ (bacalah) maksudnya mulailah membaca dan
memulainya (dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan). Secara
harfiah kata qara’ yang terdapat pada ayat tersebut berarti menghimpun
huruf-huruf dan kalimat yang satu dengan kalimat lainnya dan membentuk suatu
bacaan.
اِقْرَأْ merupakan
bentuk fi'il amar (perintah), ia berasal dari akar qara'a yang pada awalnya mengandung arti menghimpun. Dari akar kata
tersebut muncul beberapa makna berikut; menyampaikan, menela’ah, membaca,
mendalami, meneliti, mengetahui ciri-ciri sesuatu-semuanya bermuara pada arti
menghimpun. Sedangkan
menurut al-Maraghi secara harfiah ayat tersebut dapat diartikan “ jadilah
engkau membaca berkat kekuasaan dan kehendak Allah yang telah menciptakanmu,
walaupun sebelumnya engkau tidak dapat melakukannya”
Menurut Tafsir Ibnu Katsir memberikan penafsiran QS. 96:1-5 bahwa Imam Ahmad meriwayatkan kepada ‘Aisyah dia
mengatakan: wahyu yang pertama diturunkan kepada Rasulullah saw, adalah mimpi
yang benar melalui tidur. Dimana beliau tidak bermimpi melainkan datang sesuatu
seperti falaq subuh. Setelah itu,
beliau lebih senang mengasingkan diri. Kemudian beliau mendatangi gua hira.
Disana beliau beribadah untuk beberapa malam dengan membawa perbekalan yang
cukup. Setelah itu beliau pulang kembali kepada khatidjah untuk mengambil bekal
yang sama sampai datang kepada beliau wahyu secara tiba-tiba, yang ketika itu
beliau masih berada digua hira. Di gua hira itu beliau di datangai malaikat
jibril seraya berkata”bacalah! Rasulullah saw bersabda, maka kukatakan: aku
tidak dapat membaca. Lebih lanjut beliau bersabda, lalu jibril memegangku
seraya mendekapku sampai aku merasa kepayahan. Selanjutnya, jibril melepaskanku
dan berkata bacalah, aku tidak dapat membaca, jawabku. Kemudian jibril
mendekapku untuk kedua kalinya sampai aku benar-benar kepayahan. Selanjutnya ia
melepaskanku lagi seraya berkata, bacalah! Aku tetap menjawab
aku tidak dapat membaca. Lalu ia mendekapku untuk yang ketiga kalainya
sampai aku benar-benar kepayahan. Setelah itu, dia melepaskanku lagi seraya
berkata : خلق اِقْرَأْبِاسْمِ رَبّك الَّذِي, sampai pada ayat ke-lima, مَا
لَمْ يَعْلَم, kemudian beliau berkata: maka
beliaupun pulang dengan sekujur tubuh dalam keadaan menggigil hingga akhirnya
masuk menemui khatidjah dan berkata: selimuti aku, selimuti aku. Merekapun
segera menyelimuti beliau sampai akhirnya rasa takut beliau hilang. Selanjutnya
beliau bersabda, apa yang terjadi padaku ? lalu beliau menceritakan peristiwa
yang di alaminya seraya bersabda; aku khawatir sesuatu akan menimpa diriku.
Maka khatidjahpun berkata kepada beliau, ‘tidak, bergembiralah. Demi Allah,
Allah tidak akan pernah menghinakanmu, sesungguhnya engkau adalah orang yang
paling suka menyambung silaturahmi, berkata jujur, menanggung beban,
menghormati tamu, dan membantu menegakkan pilar-pilar kebenaran.
Dari beberapa
penjelasan tafsir di atas, terdapat suatu proses yang sangat urgent dalam subtansi
pendidikan. Adapun beberapa point penting pada substansi ayat al-Qur’an surat
al Alaq ayat 1 tersebut antaralain, pertama, adanya kesungguhan niat untuk bertindak “membaca”. Hal ini dapat
dilihat dari beberapa esensi tafsir jalalain yang memberikan penafsiran kata اِقْرَأْ sebagai
upaya memulai untuk membaca atau belajar, yang juga dapat dilihat sebagai kata
perintah atau fi’il amar, sedangkan pada tafsir al-Maraghi memberikan penafsiran adanya kemampun membaca
sehingga Nabi Muhammad saw kemudian jadi membaca. Pada tafsir Ibnu Katsir lebih
menekankan adanya membaca memerlukan bekal, dalam aspek psikologi tentunya hal
ini adanya kesiapan niat dan mental spritual, sedangkan dalam aspek ekonomi,
setiap manusia tentunya membutuhkan kebutuhan pokok, yakni sandang, pangan dan
papan, dalam aspek sosiologis tentunya juga membutuhkan peran orang lain dalam
proses belajar. Dengan beberapa penafsiran
demikian, pelaku pendidikan memiliki motivasi intrinsik yang besar dalam
belajar khususnya membaca jika memiliki kesungguhan niat, yakni benar-benar memiliki
visi dan misi untuk masa depannya, berpikir juah kedepan unutk memberikan
sumbangsih besar terhadap lingkungan,
sehingga salah satunya adalah dengan melakukan suatu tindakan yang
efektif, dengan esensi bertindak untuk perubahan.
Kedua, adanya upaya pendayagunaan potensi diri berbasis
akhlak, Nabi Muhammad tentunya memiliki potensi diri yang cakap untuk mengikuti
perintah Allah swt melalui malaikat Jibril ketika proses penerimaan wahyu
pertama kali, bekal yang cukup dari rumah yang disiapkan oleh siti khatidjah
menjadi penting selama beliau berkhalwat di
gua hira. Akan tetapi potensi diri yang dimaksudkan disini adalah adanya
kesempurnaan akhlak dan kepribadian Nabi Muhammad saw, dengan demikian,
kemampuan yang ada pada setiap manusia bisa menjadi potensi maksimal jika
dibarengi dengan akhlak mahmudah dalam proses belajar, salah satu contohnya
adalah berdo’a ketika sebelum dan sesudah belajar “membaca”. Inilah yang
kemudian menjadi keberkahan dalam suatu proses.
Ketiga, adanya sikap optimistis yang bersandar pada Allah
swt. Salah satu bukti keseriusan Nabi
Muhammad saw dalam memperoeh wahyu melalui malaikat jibril dengan membacakan
satu kata ayat al-Qur’an saja اِقْرَأْ, beliau mengulangnya sampai tiga kali bacaan,
salah satu yang mendasari hal tersebut tentunya jika dilihat dari tata
bahasanya karena satu kata yang belum mufid
dan murokkab dengan kalimat lain, yakni
dengan اِقْرَأْبِاسْمِ رَبّك الَّذِي خلق, kemudian dari substansi
maknanyapun juga berbeda ketika hanya kalimat اِقْرَأْ dengan
kalimat yang lebih lengkap اِقْرَأْبِاسْمِ رَبّك
الَّذِي خلق, tanpa ada nama Allah maka Nabi muhammad pun juga belum bisa
mengucapkannya. Dari kejadian di atas dapat di ambil makna bahwa pada
substansinya sesulit apapun, Nabi Muhammad juga tetap mengedepankan keyakinan
bahwa bisa melakukan apa yang disampaikan oleh jibril dengan penuh optimis
dengan tetap melaui ridlo Allah swt . Inilah bagian sikap optimis Nabi Muhammad
dalam menerima wahyu pertama lebih khusus pada ayat pertama.
Keempat, adanya motivasi. Dalam hal ini, tentunya dalam
proses belajar, khususnya membaca membutuhkan motivasi, baik bekal internal
maupun motivasi eksternal. Motivasi internal dimaksudkan bahwa adanya kemauan, intelegensi,
potensi dan visi hidup yang mengedepankan perubahan di masa yang akan datang
dari Nabi Muhammad saw. Sedangkan pada motivasi eksternal Nabi Muhammad saw
ketika menerima wahyu pertama tersebut di atas adalah dengan adanya kebutuhan
bekal yang efisien, keamaan, komunikasi dan kebutuhan akan sosial. Kebutuhan akan
motivasi eksternal ini, khususnya pada kebutuhan bekal, dimaksudkan adanya bekal pokok,
baik makanan, minuman dan pakaian seadanya,
sehingga beliau ketika berkhalwat di gua hira’ tidak sibuk untuk
keluar masuk dari gua dan bisa fokus untuk komunikasi dengan Allah memlaui malaikat
Jibril. Disisilain, juga Nabi Muhammad saw juga melakukan proses sosiologis, salah
satunya komunikasi dengan istrinya khatidjah, sebelum dan sesudah penerimaan
wahyu, tentunya hal ini menjadi motivasi
besar bagi Nabi Muhammad saw untuk proses
penerimaan wahyu. Terkait dengan motivasi eksternal di atas, jika dimaksudkan
pembelajaran sekarang adalah adanya bahan dan media yang cukup dan efisien,
seperti bahan bacaan, buku, perpustakaan, toko buku, biaya dan lain-lain yang
berhubungan dengan media yang yang menjadi motivasi dalam melaksanakan proses
pembelajaran.
Dengan demikian, jelas bahwa proses
penerimaan wahyu pertama Nabi Muhammad saw yang juga merupakan ayat pendidikan
tersebut memiliki beberapa rangkain dan tahapan proses, dimulai dengan adanya
niat untuk bertindak, pendayagunaan potensi semaksimal mungkin, optimistis, serta adanya motivasi
intrinsik dan ekstrinsik, tentunya dalam hal ini adalah adanya kebutuhan
pembekalan selama di gua hira.
D.
Konsep Dasar
Manusia dalam Tinjauan Filsafat
Manusia diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna
dibanding dengan ciptaan lain, semua ciptaan tersebut secara substanstif selalu
bertasbih kepada Allah swt. Selain dikenal sebagai makhluk alternatif, manusia
juga dinilai sebagai makhluk potensial yang dapat berkembang dan dikembangkan.
Dimaksud sebagai makhluk alternatif, adalah
karena manusia dianugerahkan kemampuan untuk menentukan arah dan pilihan
hidupnya.
Kemampuan manusia menjadi sarana penting
untuk keberhasilan setiap proses yang dilakukan. Kemampuan belajar manusia
sangat berkaitan dengan kemampuan manusia untuk mengetahui dan menegenal
objek-objek pengamatan melalui panca indranya. Manusia juga sebagai ciptaan yang melakukan
prosesnya dilengkapi dengan kebutuhan yang berbeda dengan makhluk lainnya,
salah satu kebutuhannya yakni kebutuhan akan eksistensi budaya. Pendidikan dan
budaya merupakan kesatuan aspek yang tidak dapat dipisahkan, karena memiliki
nilai-nilai luhur yang sama dalam pengembangan potensi manusia itu sendiri.
Dengan banyaknya kebutuhan inilah yang mendorong manusia untuk melakukan
berbagai tindakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut.
Dalam al-Qur’an manusia disebut dengan berbagai nama antara lain: al-Basyr,
al-Insan, an-Nas, Bani Adam, al-Ins, Abd Allah dan Khalifah Allah,
Sehubungan dengan hal ini maka untuk memahami peran manusia dalam upaya pengembangan potensi individunya, berikut dijabarkan fokus dengan satu kata yakni, Konsep Al-Insan. Penggunaan kata al-Insan
sebagai kata bentukan yang termuat dalam al-Qur’an, mengacu kepada potensi yang
dianugerahkan oleh Alllah kepada manusia. Potensi tersebut antaralain berupa
potensi untuk bertumbuh kembang secara fisik dan juga potensi untuk bertumbuh dan
berkembang secara mental spiritual.
Dengan potensi yang dimiliki, setidaknya ada
upaya jelas dalam proses perkembangan diri seutuhnya, baik pada perkembangan
fisik, maupun perkembangan mental spiritualnya. Hal ini yang menjadi skala
prioritas dalam membangun suatu nilai-nilai intrinsik pada setiap manusia. Hal
di atas juga dijelaskan juga oleh Arifin mengemukakan bahwa pengetahuan manusia
terbentuk karena adanya realita sebagai objek pengamatan indra. Perkembangan tersebut antaralain,
meliputi kemampuan untuk berbicara, menguasai ilmu pengetahuan melalui proses
tertentu, dengan mengajarkan manusia dengan kalam (baca tulis), dan segala apa
yang diketahuinya, kemampuan untuk mengenal Tuhan atas dasar perjanjian awal di
dalam ruh, dalam bentuk kesaksian.
Proses yang dilakukan setiap manusia
berdasarkan potensi yang dimilikinya, baik potensi positif, maupun potensi
negatif. Potensi positif yang dimiliki cenderung memberi peluang bagi
perkembangan manusia menuju pada kulaitas hidupnya. Sedangkan pada potensi
negatif, berpeluang memotivasi manusia untuk melakukan hal-hal yang merugikan
dan lebih banyak madlaratnya. Potensi manusia menurut konsep al-Insan diarahkan pada upaya medorong
manusia untuk berekreasi dan berinovasi. Dari kreativitasnya, manusia dapat
menghasilkan sejumlah kegiatan berupa pemikiran (ilmu pengetahuan), kesenian,
ataupun benda-benda ciptaan.
Dari penjelasan di atas, konsep al-insan
mengacu kepada bagaimana manusia mampu memerankan dirinya semaksimal mungkin
menuju klimaks pengetahuan dengan segala potensi yang dimilikinya, serta apa
potensi positif yang seharusnya dikembangkan, motivasi intrinsik yang kuat juga
menjadi salah satu bagian penting dalam mengembangkan nilai-nilai esensial
potensi tersebut. Untuk itu, potensi yang dimiliki oleh Nabi Muhammad untuk
melafalkan ayat-ayat Allah swt sangat kompleks dan proporsional, dantentunya
hal ini dengan beberapa proses dan tahapan, demikian pula dengan setiap
individu, diciptakan oleh Allah swt dengan potensi yang cakap dan harus
dikembangka dengan pendekatan multidisipliner, sehingga ada nilai-nilai potensi
yang utuh dan komprehensif dalam melakukan proses pembelajaran. Pentingnya
potensi disini adalah karena adanya suatu keharusan upaya pengembangan
kemampuan individu dalam menela’ah, meneliti dan memahami makna-makna ayat
al-Qur’an relevansinya dengan realitas.
E.
Pendekatan
Kajian Psikologis
Sesuai dengan permasalahan,
paradigma dan preposisi di atas, maka pendekatan yang digunakan dalam kajian
ini adalah pendekatan psikologi pendidikan. Psikologi pendidikan menguraikan
beberapa esensi gambaran manusia dalam konteks pendidikan, sehingga dapat
dibangun menjadi suatu potensi dalam pembangunan bangsa.
1.
Pengertian Motivasi
Setiap individu memiliki karakteritisk dan kondisi internal yang
berbeda-beda, di mana kondisi internal tersebut turut berperan dalam aktivitas
dirinya sehari-hari. Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat
diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan
individu tersebut bertindak atau berbuat. Dalam
psikologi pendidikan motivasi adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong
individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai tujuan
tertentu.
David McClelland et al., yang dikutip oleh B. Uno berpendapat bahwa: A
motive is the redintegration by a cue of change in an affective situation, yang
berarti motif merupakan implikasi dari hasil pertimbangan yang telah dipelajari
(redintegration) dengan ditandai suatu perubahan pada situasi afektif. Sedangkan menurut Johnson yang dikutip oleh
Djaali mendefinisikan motif adalah achievement
motive can be defined as impetus to do well relative to some standard of
excellence.
Disisilain, B.Uno juga
mengemukakan motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang melakukan sesuatu
untuk mencapai tujuan. Dari beberapa pendapat di atas, motivasi merupakan
upaya, dorongan dalam diri pada setiap manusia dalam beraktifitas untuk
mencapai tujuan tertentu dengan pendekatan tertentu. Motivasi juga merupakan suatu kekuatan intrinsik yang ada
pada diri manusia, sehingga dalam melakukan aktivitas yang diharapkan oleh
manusia tersebut butuh suatu dorongan besar terlebih dahulu dari seseorang
tersebut. akan tetapi, dalam arti lebih mengarahkan motivasi dimaknakan sebatas
dari individu itu sendiri, sehingga peran di luar individu tersebut kecil
walaupun juga bisa disebut motivasi ekstrinsik. Disisilain, kondisi fisiologis
dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan (kebutuhan).
Kekuatan-kekuatan di atas, pada dasarnya dirangsang oleh adanya berbagai
kebutuhan, seperti (1) keinginan yang hendak dipenuhi, (2) tingkah laku, (3)
tujuan, dan (4) umpan balik. (Don hellriegel and John W. Slocum, Jr. , dalam
bukunya Organization Behavior yang dikutip oleh B.Uno.
Needs,
desires, or expectation
|
Gambar. 1 Proses Motivasi Dasar
Dari beberapa pendapat di atas, motivasi
sebagai suatu dorongan intrinsik sekaligus penggerak seseorang untuk melakukan
sesuatu dengan tujuan tertentu. Motivasi merupakan bagian terpenting dan
kekuatan yang dominan mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu.
Kekuatan-kekuatan itu pada dasarnya dirangsang oleh adanya berbagai macam harapan
dan kebutuhan. Tentunya, motivasi juga bisa melekat dan berkembang jika individu
memiliki kemauan yang kuat dalam mencapai tujuan tersebut.
2.
Macam-macam Motivasi
Setelah mempelajari pengertian motivasi, maka
penting untuk diuraikan macam-macam
motivasi. Sesuai dengan pendapat Wood dan Marquis dikutip oleh Suryabrata
menjelaskan bahwa motif itu dibedakan menjadi tiga macam, kebutuhan-kebutuhan
organik, motif darurat dan motif-motif objektif. Sedangkan dari sudut sumber yang menimbulkannya, motif dibedakan menjadi
dua macam, yaitu motif intrinsik dan motif ekstrinsik. Motif intrinsik
timbulnya tidak memerlukan rangsangan dari luar karena memang telah ada dalam
diri individu sendiri. Sedangkan motif ekstrinsik timbul karena adanya
rangsangan dari luar individu, misalnya dalam pendidikan terdapat minat yang
positif terhadap kegiatan pendidikan timbul karena melihat manfaatnya.
Stimulus merupakan bagian
terpenting dalam motivasi, baik stimulus intrinsik maupun ekstrinsik, stimulus
ini juga membutuhkan media untuk yang bisa membawa stimulan itu pada
nilai-nilai kemauan dan tumbuh turbulensi diri dalam menyusun sikap dan
tahapan. Motif-motif ini timbul karena
dorongan untuk dapat menghadapi dunia
luar (sosial dan non sosial) secara efektif. Menurut WA. Gerungan yang dikutip oleh B. Uno mengemukakan motif dapat
dibedakan menjadi tiga macam, yakni (1) motif biogenetis...(2) motif
sosiogenetis, (3) motif teologis.
Jika mengacu pada focus penilitian, maka dari beberapa jenis motif di atas,
salah satu motif yang paling dekat dengan pembahasan ini adalah motif-motif
objectif, karena pada motif-motif objectif ini dalam ruang lingkupnya terdapat
kebutuhan untuk menaruh minat.
Disisilain, motif ekstrinsik juga
menjadi bagian penting sebagai media dan stratgei dalam menyelesaikan
problematika bangsa terutama pada lemahnya minat baca individu.
Dengan demikian, motif intrinsik memang
merupakan pondasi yang kuat dalam eksistensi dan aktualisasi individu, akan
tetapi, bisa jadi, motivasi ekstrinsik juga bisa mempengaruhi pada efektifitas
sikap dan perubahan perilaku dalam bertindak dan membuat keputusan diri. Untuk
itu kebutuhan primer juga menjadi penting untuk dipenuhi, yang menjadi tolak ukur
kebutuhan secara biologis setiap manusia pada umumnya, setidaknya hal ini juga
diperhatikan sebagai salah satu bagian dari bekal untuk merubah perilaku
individu.
3.
Peranan Motivasi dalam belajar dan Pembelajaran
a.
Pengertian Belajar
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang
saling mempengaruhi. Thorndike, salah
seorang pendiri aliran teori belajar tingkah laku, mengemukakan bahwa belajar
adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan
atau gerakan) dan respon (yang mungkin juga bisa berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan). Noel Entwistle, Styles of Learning and Teaching yang dikutip
oleh B.Uno.
Cronbach dalam bukunya yang berjudul Educational
Psychology yang dikutip oleh Ahmadi dan Supriyanto mendefiniskan belajar
sebagai berikut, “Learning is shown by change in behaviour as aresult of
experience.” Belajar merupakan perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara
potensial terjadi sebagai hasil praktik atau penguatan (reinforced practice)
yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut James O.
Whittaker, yang dikutip oleh Ahmadi dan Supriyanto belajar dapat didefenisikan
sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau
pengalaman, Learning may e defined as the process by whice behavior
originates or is altered through training or experience.
Hakekat motivasi belajar setidaknya merupakan
dorongan internal dan eksternal pada seseorang yang sedang belajar untuk
mengadakan perubahan tingkah laku, dan pada umumnya dengan beberapa indikator.
Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) adanya
hasrat dan keinginan berhasil, (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar,
(3) adanya harapan dan cita-cita masa depan, (4) adanya penghargaan dalam
belajar, (5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar; (6) adanya lingkungan
belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang dapat belajar dengan
baik.
Dengan demikian, belajar merupakan proses
interaksi antara respon dan stimulus untuk merubah perilaku yang lebih positif
dan bermanfaat. Belajar dan motivasi merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan, karena ini menjadi bagian penting dalam proses belajar setiap
individu. Hal ini tentunya terlihat karena dalam belajar terdapat faktor-faktor
dalam diri yang dapat mempengaruhi keberhasilan seseorang tersebut. Adapun faktor-faktor dalam diri yang dapat
mempengaruhi proses belajar antaralain: kesehatan, intelegensi, minat dan
motivasi dan cara belajar.
b.
Peran motivasi dalam belajar dan pembelajaran
Motivasi pada dasarnya dapat membantu
dalam memahami dan menjelaskan perilaku individu, termasuk perilaku
individu yang sedang belajar. Karena belajar merupakan suatu proses penting
yang dilakukan oleh setiap individu dengan keadaan sadar dan memiliki tujuan
yang jelas. Menurut B. Uno mengemukakan ada beberapa peranan penting dari
motivasi dalam belajar dan pembelajaran, antaralain: dalam (a) menentukan
hal-hal yang dapat dijadikan penguat belajar, (b) memperjelas tujuan belajar
yang hendak dicapai, (c) menentukan ragam kendali terhadap rangsangan belajar,
(d) menentukan ketekunan belajar. Minat akan mempengaruhi keberhasilan
seseorang, jika pada individu tersebut
memiliki kesungguhan hati dalam mencapai tujuannya, hal ni juga dijelaskan
dalam Ta’limul Muta’alim bahwa “ terdapat kata mutiara” siapa
bersungguh-sungguh hati mencari sesuatu, pastilah ketemu; dan siapa mengetuk
pintu bertubi-tubi, pastilah memasuki”. Pertama, motivasi dapat
menentukan hal-hal yang dapat dijadikan penguat belajar, motivasi dapat
memberikan altenatif solusi dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh
individu, terutama siswa. Sejauhmana kepayahanmu, sekian pula tercapai harapanmu”. Salah satu contohnya dengan adanya
permasalahn siswa dalam menyelesaikan tugas review buku, maka siswa tersebut
harus memeliki buku tersebut, dan ini merupakan bagian dari kebutuhan
fisioligis seseorang. Kedua, motivasi
dapat memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai, pada bagian ini, lebih
mengarah pada nilai stimulus yang besar pada siswa akan memberikan dampak dan
dorongan untuk melakukan sesuatu. Hal ini tercantum dalam As’ad berpendapat
dalam Ta’limul Muta’alim Terjemah, (2007:19) mengemukakan bahwa “barang siapa telah menemukan lezatnya ilmu
dan pengamalanya maka kecil sekali kesukaannya terhadap apa yang ada di tangan
sesama manusia”. Salah satu contoh, siswa akan terdorong untuk
segera belajar wudlu jika siswa tersebut sudah mengetahui makna dan manfaat wudlunya, karena
dengan wudlu, maka ibadah shalatnya akan sah. Ketiga, motivasi dapat
menentukan ragam kendali terhadap rangsangan belajar, dimaksudkan dengan
motivasi ada unsur-unsur diri yang dapat merangsang individu dalam
mengendalikan suatu sikap, apabla itu sikap negatif, maka akan segera
terkendalikan, dan jika itu sikap
positif maka siswa akan mampu mengendalikan dirinya untuk tetap
mempertahankannya. Keempat, motivasi dapat menentukan ketekunan belajar,
seseorang anak yang termotivasi untuk belajar sesuatu, maka anak tersebut akan
berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun. Hal ini juga disampaikan dalam
syair Ta’limul Muta’alim, “Wahai pelajar, Langgengkanlah belajar, jangan
mengambil jarak, dengan belajar, ilmumu tegak dan menanjak” Dengan demikian, peranan motivasi dalam
belajar dan pembelajaran sangat besar, terutama untuk menjaga kontinuitas
belajar, semangat, dan menentukan tujuan yang jelas dalam pembelajaran. Pada esensinya, motivasi belajar merupakan
dorongan internal dan eksternal pda siswaa yang sedang belajar untuk mengadakan
perubahan tingkah laku pada umumnya dengan beberapa indikator. Adapun indikator
tersebut disebutkan ada enam antaralain, adanya hasrat dan keinginan untuk
berhasil, adanya dorongan dan kebutuhan dasar dalam belajar, adanya harapan dan
cita-cita masa depan, adanya penghargaan dalam belajar, adanya kegiatan yang
menarik dalam belajar, dan lingkungan yang kondusif dalam pembelajaran.
4.
Beberapa Teori Motivasi dalam Tinjauan Psikologis
a.
Teori The Affective
Arousal Model
Dalam hal ini, Motivasi berprestasi selalu
melibatkan nama-nama seperti McClelland, Atkinson, Clark dan Lowell, karena
merekalah yang mula-mula menyusun dan mengembangkan teori ini. Teori motivasi
yang dikembangkannya disebut The
Affective Arousal Model. Disebut demikian,
karena dalam konsep mereka, motif berasal dari perubahan afeksi. Menurut
McClelland dkk, tedapat tiga point penting dalam motivasi, a) redintegration, b) cue, c) affective situation.
Redintegration secara etimologis berarti
membulatkan kembali atau membuat suatu kesatuan baru. Dalam konteks ini redintegration berarti membulatkan kembali proses psikologis dalam
kesadaran sebagai akibat adanya rangsangan suatu peristiwa di dalam
lingkungannya. Cue, (Isyarat)
merupakan penyebab tergugahnya afeksi dalam diri individu, contoh, bila seorang
siswa melihat gurunya yang sudah berpisah, maka persepsi tentang guru tersebut
akan bekerja sebagai isyarat yang menggugah perasaannya (affective feelings) dan keseluruhan proses psikologisnya
dikembalikan lagi (reinstated). Affecive situation (disebut juga affective state), bahwa setiap orang
memiliki situasi afeksi yang merupakan dasar semua motif. Afeksi ini dapat
disebut primary affect yang tidak
diplajari. Situasi ini berasal dari kesenjangan antara harapan (expectation, yang disebut adaptation level) dengan kenyataan.
Situasi afeksi dsiebut positif, bila penyimpangan itu kecil, sedangkan afeksi
negatif bila penyimpangan tersebut lebih besar.
Teori
di atas menjelaskan bahwa adanya suatu kesatuan upaya awal yang utuh, atau
pembaharuan kembali kemauan yang lebih positif, yang kemudian bertemu dengan
adanya beberapa isyarat tertentu sehingga dapat menggugah perasaan seseorang
menjadi suatu motif dalam melakukan tindakan baru. Motivasi intrinsik memang
manjadi standar primer dalam melakukan suatu perubahan dalam individu, tentunya
hal ini juga sudah ada dalam salah satu al-Qur’an tentang upaya individu atau
kelompok dalam merubah keadaan, yakni tergantung pada usaha individu atau
kelompok tersebut.
b.
Teori Harapan
Teori
harapan didasarkan pada keyakinan bahwa orang dipengaruhi oleh perasaan mereka
tentang gambaran hasil tindakan mereka. Vroom mengembangkan sebuah teori yang
didasarkan pada apa yang ia gambarkan sebagai kemampuan bersenyawa (valence), alat perantara (instrumentality) dan harapan (expectancy).
Kemampuan Valence
atau bersenyawa adalah pilihan lebih baik seseorang akan tercapainya hasil
tertentu. Hasil tersebut misalnya, produktifitas tinggi. Namun, itu pun hanya
dinilai pada suatu batas yang dapat
membantu orang tersebut mencapai hasil-hasil lain, seperti kenaikan gaji atau
kenaikan pangkat. Sejauhmana hasil kedua dapat dicapai, dirumuskan sebagai alat
perantara. Terakhir, harapan berhubungan dengan kekuatan kepercayaan orang itu
bahwa kegiatan-kegiatan tertentu membawa hasil tertentu.
Diungkapkan juga oleh Arden N Frandsen,
mengatakan bahwa yang mendorong seseorang untuk
belajar itu adalah sebagai berikut; a) Adanya sifat ingin tahu dan ingin
menyelidiki dunia lebih luas, b) adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia
dan keinginan untuk selalu maju, c) adanya keinginan untuk mendapatkan simpati
dari orang tua, guru, dan teman-teman, d) adanya keinginan untuk memperbaaiki
kegagalan yang lalu dengan usaha baru, baik dengan kooperasi maupun dengan
kompetisi, e) adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai
pelajaran, f) adanya genjaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar.
Teori harapan di atas menjelaskan bahwa adanya
pilihan yang tegas dan mengandung relevansinya dengan keinginan individu
tersebut yang kemudian pilihan tersebut dijadikan perantara untuk mencapai
tujuan apa yang di inginkan. Motivasi akan benar-benar timbul dan
menginternalisasikan dengan individu tersebut jika ada keinginan prioritas yang
sudah menjadi keyakinan utuh individu. Kreatifitas akan muncul jika ada rasa
ingin tahu yang besar pada individu dalam hal apapun. Contohnya ketika ada
keinginan siswa dalam belajar memiliki keinginan untuk datang tepat waktu yang
sudah menjadi prioritas pilihannya, maka konsekuensinya adalah selalu berusaha
semaksimal mungkin untuk tidak terlambat dan tepat waktu.
c.
Teori Connectionism (Thorndike)
Teori Thorndike di Amerika Serikat terkenal
dengan nama teori belajar connectionism, karena belajar merupakan proses
pembentukan koneksi antara stimulus dan respons. Teori ini disebut Trial and
Error dalam rangka memilih respons yang tepat bagi stimulus tertentu. Penelitiannya
melihat tingkah laku berbagai binatang antaralain kucing, tingkah laku
anak-anak dan orang dewasa. Objek penelitian dihadapkan kepada situasi baru
yang belum dikenal danmembiarkan objek melakukan berbagai pola aktivitas untuk
merespons situasi itu. Dalam hal ini objek mencoba berbagai cara reaksi,
sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi suatu reaksi dengan
stimulasinya. Ciri-ciri belajar dengan Trial
and Error adalah ada motif pendorong aktivitas, ada berbagai respons
terhadap situasi, ad eliminasi respons yang gagal/ salah, dan ada kemajuan
reaksi mencapai tujuan.
Berdasarkan penelitiannya, Thorndike menemukan
hukum-hukum sebagai berikut;
1) Law of readines, jika reaksi terhadap
stimulus didukung oleh kesiapan untuk bertindak atau bereaksi, maka reaksi
menjadi memuaskan.
2) Law
of exercise, semakin banyak dipraktikkan atau digunakannya hubungan
stimulus-respons, makin kuat hubungan itu, praktik perlu disertai dengan reward.
3) Law of effect, apabila terjadi hubungan
antara stimulus dan respons dan diikuti dengan state of affairs yang memuaskan, maka hubungan itu menjadi lebih
kuat. Jika sebaliknya, kekuatan hubungan menjadi berkurang.
Teori Thorndike di atas telah menjelaskan
secara gamblang bahwa, adanya suatu tindakan yang berbasis reward atau stimulus, yang bisa diartikan adanya hubungan
sebab-akibat, karena adanya stimulus, maka ada
upaya tindakan-tindakan yang mangarah pada nilai stimulus tersebut
dengan tetap sesuai tujuan dari proses pembelajaran. Artinya bahwa, belajar
merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan diri denga situasi dan kondisi
lingkungan sekitar kemudian melakukan seuatu reaksi yang mengakibatkan suatu
perubahan.
Dari beberapa teori di atas, baik teori The
Affective Arousal Model, teori harapan dan teori connectionism (Thorndike), dapat disimpulkan dalam suatu tabel
kerangka di bawah ini,
Teori
|
Uraian Teori
|
Simpulan Teori
|
Kerangka
|
The Affective
Arousal Model
|
ü
Redintegration
ü
Cue
ü
Affective
situation
|
Suatu kesatuan upaya awal yang utuh, atau pembaharuan kembali kemauan
yang lebih positif, yang kemudian bertemu dengan adanya beberapa isyarat
tertentu sehingga dapat menggugah perasaan seseorang menjadi suatu motif dalam
melakukan tindakan baru
|
Dari beberapa teori di atas, maka dapat dijadikan suatu kesatuan
kerangka bahwa setiap individu akan meningkat minat untuk belajarnya jika
adanya kemauan individu yang tinggi yang sudah menjadi pilihan prioritas
dengan harapan bisa mencapai tujuan sehingga ada perubahan sesuai dengan isyarat
yang ada.
|
Teori Harapan
|
ü
Valence
ü
Instrumentality
ü
Expectancy
|
Adanya
pilihan yang tegas dan mengandung relevansinya dengan keinginan individu
tersebut yang kemudian pilihan tersebut dijadikan perantara untuk mencapai
tujuan apa yang di inginkan.
|
Teori
Connectionism (Thorndike),
|
ü
Law of readines
ü
Law of exercise
ü
Law of effect
|
Suatu
tindakan yang berbasis reward atau
stimulus, karena adanya stimulus, maka ada
upaya respons dengan tindakan-tindakan yang mangarah pada nilai
stimulus tersebut dengan tetap sesuai tujuan dari proses pembelajaran
|
Dari tabel di atas telah terlihat jelas bahwa,
masing-masing teori memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing, baik teori The
Affective Arousal Model, teori harapan dan teori connectionism (Thorndike). Akan tetapi dengan beberapa
kelebihannya dapat disimpulkan bahwa setiap individu akan meningkat minat untuk
belajarnya jika adanya kemauan individu yang tinggi yang sudah menjadi pilihan
prioritas dengan harapan bisa mencapai tujuan sehingga ada perubahan sesuai
dengan isyarat yang ada.
Ketercapaian setiap
individu tergantung dengan kuatnya motivasi intrinsik, dalm hal ini bisa
disebut sebagai cita-cita maupun harapan-harapan untuk mencapai suatu tujuan
dan berakibat ada perubahan mutlak pada individu tersebut. Analisa di atas
setidaknya memberikan deskripsi bahwa adanya upaya peneliti eropa sudah bersusah
payah dengan melakukan eksperimen yang
memerlukan waktu, tenaga dan fikiran serta biaya sehingga dapat menemukan suatu
temuan baru dalam memberikan perubahan tingkah laku manusia walaupun dengan
tidak memandang objek uji cobanya, artinya antara manusia dengan hewan
dijadikan sebagai objek yang sama.
F.
Suatu Analisa Simpulan Paradigma wahyu dan Simpulan Preposisi
Setelah proses analisis
teori yang menghasilkan kesimpulan sebagai kerangka teori, maka tahapan
selanjutnya adalah adanya deep analisys
terhadap simpulan paradigma wahyu dan simpulan preposisi, hal ini dikaji dengan
melihat substansi dan esensi masing-masing. Adapun proses analisisnya dapat
dilihat dalam tabel di bawah ini,
Tabel analisis simpulan
Simpulan
paradigma wahyu
|
Simpulan preposisi
|
Hasil
|
Dalam surat al-Alaq
ayat ke-1, setelah di analisis, tertuang substansi penting dan pokok tentang pendidikan.
Salah satunya adalah adanya kesungguhan niat untuk bertindak dengan mendayagunakan
potensi yang ada berbasis akhlak dengan sikap optimistis yang bersandar pada
Allah swt serta memerlukan motif eksternal yang cukup dan efisien.
|
Konsep al-insan
mengacu kepada bagaimana manusia mampu memerankan dirinya semaksimal mungkin
menuju klimaks pengetahuan dengan segala potensi yang dimilikinya, serta apa
potensi positif yang seharusnya dikembangkan, motivasi intrinsik yang kuat
juga menjadi salah satu bagian penting dalam mengembangkan nilai-nilai
esensial potensi tersebut.
|
Manusia
memiliki potensi yang utuh, komprehensif dan
majemuk, kemauan individu menjadi pondasi penting dalam proses
pemberdayaannya dengan tetap bersandar kepada Allah swt dalam setiap
kekuatan, gerakan dan fikiran yang
dikeluarkan. Karena rasional tidak bisa menjadi jaminan mutlak untuk
signifikansi perubahan, akan tetapi
optimisme juga menjadi suatu
kewajiban dalam merekonstruksi suatu pola dan sistem yang kemudian bisa
menjadi embrio bagi individu yang potensial.
|
Tabel di atas telah jelas menguraikan hasil analisa
masing-masing aspek, baik aspek analisis
paradigma wahyu dan analisis preposisi dan kemudian terdapat hasil analisis
dari kedua aspek tersebut. Setiap manusia diciptakan dalam keadaan fitrah.
Fitrah disini sesuai dengan pendapat Qurais Shihab, fitrah bukan hanya dalam
keadaan suci saja, melainkan juga dimaknakan adanya potensi pada setiap manusia
yang baru dilahirkan. Untuk itu, dengan demikian, minat belajar itu bisa tumbuh
jika memang individu tersebut berusaha mengelolanya dengan segenap proses yang
dilakukannya. Usaha dengan niat yang tulus dan ikhlas untuk mendapatkan ridlo
Allah swt merupakan suatu keharusan mutlak bagi setiap individu dalam belajar,
tentunya dalam ta’limul muta’alaim juga dijelaskan etika dalam mencari ilmu,
salah satunya adalah berdo’a sebelum dan sesudah belajar, serta
Manusia memiliki potensi yang utuh,
komprehensif dan majemuk, kemauan
individu menjadi pondasi penting dalam proses pemberdayaannya dengan tetap
bersandar kepada Allah swt dalam setiap kekuatan, gerakan dan fikiran yang dikeluarkan. Karena rasional tidak bisa
menjadi jaminan mutlak untuk signifikansi perubahan, akan tetapi optimisme
juga menjadi suatu kewajiban dalam merekonstruksi suatu pola dan sistem
yang kemudian bisa menjadi embrio bagi individu yang potensial.
Untuk selanjutnya, upaya yang
dilakukan dalam kajianini adalah dengan mengkomparasikan hasi analisis dengan
kerangka teori yang sudah ada di atas. Jika melihat dari hasil analisis, manusia memiliki potensi yang utuh, komprehensif dan majemuk, kemauan individu menjadi pondasi
penting dalam proses pemberdayaannya dengan tetap bersandar kepada Allah swt
dalam setiap kekuatan, gerakan dan fikiran
yang dikeluarkan. Karena rasional tidak bisa menjadi jaminan mutlak
untuk signifikansi perubahan, akan tetapi
optimisme juga menjadi suatu
kewajiban dalam merekonstruksi suatu pola dan sistem yang kemudian bisa menjadi
embrio bagi individu yang potensial. Sedangkan
pada kerangka teori, minat setiap
individu akan meningkat untuk belajar jika ada kemauan individu sendiri yang
tinggi dan sudah menjadi pilihan prioritas, dengan harapan bisa mencapai tujuan
sehingga ada perubahan sesuai dengan isyarat yang ada.
Studi Komparatif terhadap hasil analisis dengan
kerangka teori
Hasil Analisis Kajian
|
Kerangka Teori
|
Sesuai hasil analisis kajian ini, ada
beberapa tahapan supaya terdapat perubahan tingkah laku dalam belajar,
antaralain;
ü Adanya niat yang serius
ü Adanya tindakan
ü Pendayagunaan potensi
ü Tujuan
ü Optimistis spiritualistik
|
Sesuai hasil analisis, adapun kerangka teori
dari simpulan beberapa teori di atas, tentang tahapan-tahapan perubahan
tingkah laku dalam belajar, antaralain;
ü Adanya kemauan yang tinggi
ü Adanya prioritas pilihan
ü Harapan
ü Tujuan
ü
Reward / isyarat
|
Dari tabel di atas, terlihat
perbedaan yang urgent antara hasil analisa kajian dengan kerangka teori yang
tersimpulkan dari beberapa teori di atas, pada hasil analisis kajian, terdapat
kelebihan dan kelemahannya. Kelebihannya, memiliki pemahaman motif sipiritualisme.
Hal ini menjadi satu kelebihan yang berbeda tentunya dengan simpulan kerangka
teori tersebut, selain itu juga ada upaya rasionalisasi yang direalisasikan
dalam bentuk tindakan yang utuh dengan lebih mnegutamakan bekal potensi dari
pada bekal fisiologisny. Yang lebih menarik lagi adalah, dalam tahapannya,
tidak tercantum suatu reward atau
stimulus yang disediakan dalam membangkitkan minat belajar individu, karena
dengan niat ibadah, salah satu ganjaran terbesar juga sudah diberikan oleh
Allah swt kepada makhlukya. Selain itu mestinya juga terdapat kekurangan,
adapun kekurangannya adalah belum setiap individu menerima akan hal ini, karena
masing-masing memiliki keyakinan dan
kemantapan yang berbeda, dan dalam melakukan tindakan belum ada skala prioritas
yang dijadikan bagian aktifitas utama untuk mencapai tujuan tertentu.
Sedangkan pada kerangka teori, terdapat
kelebihan dan kelemahan juga, jika di analisa kembali, kelebihannya adanya
skala prioritas yang dijadikan bagian penting dalam merubah suatu kebiasaan
negatif menjadi kebiasaan positif. Akan tetapi, juga terdapat kekurangan yang
serius, yakni adanya ketergantungan pada reward dan stimulus, tentunya ini
berbasis ekonomis dan sosiologis, artinya membutuhkan motivasi ektrinsik secara
kontinue. Salah satu kelemahannya lagi adalah adanya pendekatan yang monoton,
yakni pendekatan pemahaman rasionalisme, dan kurang begitu melihat aspek
pemahaman spiritualisme, artinya belum ada keseimbangan antara akal dan hati. Dari perbedaan tersebut di atas, adanya
perbedaan yang signifikan antara analisis kajian dengan kerangka teori yang
ada, untuk itu lebih tepat jika adanya keseimbangan antara rasional dengan
spiritual dalam berupaya membuat suatu tahapan perubahan perilaku pada individu
dari perilaku negatif menuju perilaku yang labih positif dan bermanfaat.
Artinya, hal ini menjadi penting karena semua upaya dapat dilakukan dengan akal
tanpa harus meninggalkan irasionalnya, yakni kekuasaan yang hakiki, kebenaran
yang hakiki.
G.
Analisis Konsep Motif Imbang
Motif Imbang, berasal dari bahasa indonesia, Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, motif diartikan corak, konsep, dsb, sedangkan imbang diartikan sebagai sebanding,
sama (berat, derajat, ukuran, dsb). Filosofisnya, imbang disini merupakan suatu
ukuran yang sama dalam menggunakan pendekatan, baik pendekatan rasional maupun
pendekatan spiritual. Ketika pendekatan yang digunakan hanya sebatas rasional
saja, maka upaya itu hanya sesuai apa yang dipandang oleh panca indera saja,
akan tetapi kekuatan rohaniahnya juga penting digunakan oleh setiap individu,
karena setiap manusia akan menemui masa yang diluar akal manusia. Dan ini belum
bisa dilihat secara jelas oleh individu itu sendiri. Dengan teori Motif Imbang, maka secara filosofis ada beberapa poin yang substansial yang mengacu pada hasil kajian di atas dalam mendefinisikan kekuatan motivasi guna
mendorong individu menuju keberhasilan dalam belajar, khususnya dalam hal
membaca adalah sebagai berikut; Pertama,
motivasi intrinsik individu yang ada harus diserasikan antara niat
dengan tujuan, sehingga niat tersebut bukan sebatas upaya untuk merubah suatu keadaan,
melainkan juga diniatkan untuk ibadah, tentunya hal ini bisa
menjadi bagian penting dalam menginternalisasikan nilai-nilai sekaligus menjadi
awal yang manfaat dalam membaca. Kedua, Upaya keseimbangan ini dilihat
atas kondisi lingkungan individu yang kemudian menjadi bagian terpenting dalam merubah pola, tehnik dan strategi belajar dalam keadaan,
waktu dan kondisi apapun. Ketiga, adanya keseimbangan antara tindakan
dengan tujuan yang dilakukan oleh setiap individu, tidak sedikit individu yang
menghabiskan waktunya dengan kurang fokus untuk bertindak yang seimbang dengan
apa yang direncakan dan apa tujuan awal dari suatu tindakan tersebut. Keempat, adanya upaya menjadikan
belajar khususnya membaca sebagai kebutuhan yang selaras dan
serasi dengan potensi individu guna penyempurnaan aspek kognitif, psikomotorik
dan afektif.
H.
Simpulan
Abdullah. Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Pustaka Imam syafi’i. 2005.
Ahmad E.Q, Nurwadjah, Tafsir
Ayat-Ayat Pendidikan. Bandung: Marja. 2010.
Ahmadi dan Supriyono, Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
2013.
Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
2009.
As’ad, Aly, Terjemah Ta;limul Muta’alim. Kudus: Menara Kudus. 2007.
Asy-syafrowi, Mahmud, Indeks Ayat-Ayat Lengkap Al-Qur’an. Jakarta:
Mutiara Media. 2012.
Al-Qalami, Abu Fajar. Inti Sari Kitab Al-Hikam. Gita Media Press.
2005.
B. Uno, Hamzah, Teori Motivasi & pengukurannya; analisis di bidang
pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 2014.
Barnadib, Imam, Filsafat Pendidikan, Sistem & Metode.
Yogyakarta: IKIP Yogyakarta. 1997.
Badwilan, Ahmad Salim, Panduan Cepat Menghafal al-Qur’an dan
Rahasia-rahasia keajaibannya. Yoyakarta: DIVA Press. 2009.
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka,
1988
Mangunsuwito,
Kamus saku Ilmiah Populer. Jakarta: Widyatamma Pressindo: 2011.
Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam. Bumi
Aksara, Jakarta, 2009, hal. 12.
Departeman
Agama RI. 1971. Al-Qur’an Dan Terjemahnya. Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/ Pentafsir Al-Qur’an. Jakarta.
Ahmad E.Q, Nurwadjah, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Bandung: Marja.
2010, hal. 195.
Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, Ibid,
hal. 65.
B. Uno, Hamzah, Teori Motivasi & pengukurannya;
analisis di bidang pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 2014, hal.9.
B. Uno, Hamzah, Teori Motivasi & pengukurannya;
analisis di bidang pendidikan, Ibid, 2014, hal.3.
As’ad, Aly, Ta;limul Muta’alim, Terjemah. Kudus,
Menara Kudus, 2007, hal. 53.