Halaman

Sabtu, 02 Juli 2016

ZIKRULLAH DALAM MENENTRAMKAN JIWA




A.    Latar  Belakang
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah.Pada hakikatnya adalah untuk mengabdi.Beragam pendapat yang dikemukakan seputar hakikat manusia.Pendapat tersebut tergantung dari sudut pandangan masing-masing.Ada sejumlah konsep yang mengacu kepada makna manusia sebagai makhluk. Dilihat dari sudut pandang etika, manusia disebut homo sapiens, yaitu makhluk yang memiliki akal budi. Lalu manusia juga disebut animal rational, karena memiliki kemampuan berpikir.Berdasarkan pendekatan kemampuan berbahasa, manusia dinamakan homo laquen.Mereka yang menggunakan pendekatan kebudayaan menyebut manusia sebagai homo faber atau toolmaking animal. Makhluk yang mampu membuat perangkat peralatan (Murni Jamal: 81).
Merupakan sunnatullah, manusia akan menghadapi berbagai macam persoalan kehidupan di dunia. Seperti firmanNya:
Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu benar-benar akan mendengar dari orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan (Âli 'Imraan/3 : 186).

Dilihat dari gejala yang terjadi di masyarakat adanya ketidak tentraman jiwa manusia atas permasalahan hidup. Disebabkan tekanan ekonomi, beban pekerjaan, tata kota yang buruk, hingga penyakit kronis yang diderita membuat masyarakat stres. Padahal, stres bisa memengaruhi produktivitas, meningkatkan keparahan penyakit, hingga memunculkan gangguan sosial.Hal ini dapat dilihat dari data riset kesehatan dasar (riskesdas) Departemen Kesehatan tahun 2014 menyebutkan, terdapat 1 juta jiwa pasien gangguan jiwa berat dan 19 juta pasien gangguan jiwa ringan di Indonesia. Dari jumlah itu, sebanyak 385.700 jiwa atau sebesar 2,03 persen pasien gangguan jiwa terdapat di Jakarta dan berada di peringkat pertama nasional(Bella Patriajaya 2015).
Begitu juga dengan Laporan Akhir Survei Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia Tahun Anggaran 2014 oleh BNN: Diperkirakan jumlah penyalahguna narkoba sebanyak 3,8 juta sampai 4,1 juta orang atau sekitar 2,10% sampai 2,25% dari total seluruh penduduk Indonesia yang berisiko terpapar narkoba di tahun 2014. Jika dibandingkan studi tahun 2011, angka prevalensi tersebut relatif stabil (2,2%) tetapi terjadi kenaikan bila dibandingkan hasil studi tahun 2008 (1,9%). Hasil proyeksi perhitungan penyalahguna narkoba dibagi menjadi 3 skenario, yaitu skenario naik, skenario stabil, dan skenario turun. Pada skenario naik, jumlah penyalahguna akan meningkat dari 4,1 juta (2014) menjadi 5,0 juta orang (2020). Sementara bila scenario turun akan menjadi 3,7 juta orang (2020). Kontribusi jumlah penyalahguna terbesar berasal dari kelompok pekerja, karena memiliki kemampuan finansial dan tekanan kerja yang besar sehingga tingkat stress tinggi.Penyalahguna coba pakai memiliki proporsi terbesar, terutama dari kelompok pelajar/mahasiswa. Sementara itu, pada kelompok pecandu suntik, polanya cenderung stabil untuk 7 tahun ke depan. Hal yang perlu dikhawatirkan pada penyalahgunaan narkoba suntik adalah pemakaian bersama alat suntik yang beresiko tinggi tertular penyakit hepatitis dan HIV/AIDS (BNN 2014).
Diproyeksikan akan terjadi peningkatan kerugian biaya ekonomi & sosial (sosek) akibat penyalahgunaan narkoba sekitar 2,3 kali lipatnya atau meningkat dari Rp.63,1 trilyun menjadi 143,8 trilyun di tahun 2020. Biaya yang terjadi pada kelompok laki-laki jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok perempuan. Jika dipilah, diperkirakan sebesar Rp.56,1 trilyun untuk kerugian biaya pribadi (private) dan Rp.6,9 trilyun untuk kerugian biaya sosial. Pada biaya private sebagian besar digunakan untuk biaya konsumsi narkoba (76%).Jumlah uang yang beredar pada konsumsi narkoba amat menggiurkan sebagai sebuah peluang bisnis.Sedangkan pada biaya sosial sebagian besar diperuntukan untuk kerugian biaya akibat kematian karena narkoba (premature death) (78%).
Fakta bahwa sebagian besar penyalahguna merupakan remaja dan berpendidikan tinggi yang merupakan modal bangsa yang tidak ternilai, besaran biaya yang sesungguhnya jauh lebih besar dari biaya hitungan studi ini.Dampak ekonomi dan sosial penyalahgunaan narkoba yang yang sangat besar ini menggarisbawahi upaya pencegahan dan penanggulangan narkoba sebagai upaya yang sangat mendesak (BNN 2014).
Tindakan kriminalitas narkoba dalam mencari ketentraman jiwa atas permasalahan hidup,karena memiliki kemampuan finansial dan tekanan kerja yang besar sehingga tingkat stress tinggi, tentunya bertentangan dengan norma-norma ajaran Islam.Ajaran Islam telah memberikan solusi untuk memberikan ketentraman dalam hati manusia dalam menghadapi persoalan hidup di dunia.Pada tulisan ini, penulis akan membahas mengenai bagaimana ayat yang menyebutkan bahwa orang-orang yang berdzikir akan mendapatkan ketentraman dalam hati melalui telaah dari ayat dalam al-QuranQS. Ar-ra’d/13: 28.

B.     Paradigma Wahyu
Mengenai ketidak tentraman jiwa manusia,sesungguhnya Islam telah memberikan obat berupa penjelasan kepada manusia untuk menentramkan hatinya melalui zikrullah, melalui firman Allah Swt dalam QS. Ar-ra’d/13: 28 yang berbunyi :

tûïÏ%©!$#(#qãZtB#uäûÈõuKôÜs?urOßgç/qè=è%̍ø.ÉÎ/«!$#3Ÿwr&̍ò2ÉÎ/«!$#ûÈõyJôÜs?Ü>qè=à)ø9$#ÇËÑÈ
28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram(QS. Ar-ra’d/13: 28).

Ayat tersebut penulis jadikan sebagai paradigma wahyu guna menemukan sebuah teori dalam upaya menjawab ketenangan hati seperti apa yang dimaksud dalam ayat tersebut, khususnya agar hati serta jiwa menjadi tentram atas segala permasalahan hidup.

C.    Penjelasan QS. Ar-ra’d/13: 28
Berkaitan dengan ayat ini, Imam Ibnu Katsir menjelaskan: "Maksudnya, hati akan menjadi baik dan menjadi senang ketika menuju ke sisi Allah. Hati menjadi tenang ketika mengingat Allah, dan hati merasa puas ketika merasa bahwa Allah adalah Pelindung dan Penolongnya" (Tafsir Ibnu Katsir, QS ar Ra'd / 13 ayat 28).
Sementara, Syaikh Abdur Rahman bin Nashir as Sa'di rahimahullah, seorang ulama besar dunia yang hidup antara tahun 1307 H – 1376 H menjelaskan lebih rinci ayat di atas. Beliau mengatakan:
"Nyatalah, hanya dengan berdzikir mengingat Allah (hati menjadi tenteram), dan sewajarnyalah hati tidak akan tenteram terhadap sesuatupun kecuali dengan mengingat Allah. Sebab, sesungguhnya tidak ada sesuatupun yang lebih lezat dan lebih manis bagi hati dibandingkan rasa cinta, kedekatan serta pengetahuan yang benar kepada Penciptanya. Sesuai dengan kadar pengetahuan serta kecintaan seseorang pada Penciptanya, maka sebesar itu pula kadar dzikir yang akan dilakukannya. Ini berdasarkan pendapat yang mengatakan, bahwa dzikir kepada Allah ialah dzikirnya seorang hamba ketika menyebut-nyebut Rabb-nya dengan bertasbih, ber-tahlil (membaca Laa ilaaha Illallaah), bertakbir dan dzikir-dzikir lainnya.
Namun ada yang berpendapat, yang dimaksudkan dengan dzikrullah (dzikir pada ayat di atas) ialah KitabNya (al Qur`an) yang diturunkan sebagai pengingat bagi kaum Mukminin. Berdasarkan pendapat ini, maka makna 'hati menjadi tenteram dengan dzikrullah' ialah, manakala hati memahami makna-makna al Qur`an serta hukum-hukumnya, hati akan menjadi tenteram. Sesungguhnya makna-makna serta hukum-hukum al Qur`an memberikan bukti tentang kebenaran yang nyata, didukung dengan dalil-dalil dan petunjuk-petunjuk yang jelas. Dengan cara demikianlah hati menjadi tenteram. Sesungguhnya hati tidak akan tenteram, kecuali ketika mendapatkan keyakinan dan ilmu. Itu semua hanya ada dalam Kitab Allah yang tertuang secara sempurna. Adapun kitab-kitab lain selain Kitab Allah yang tidak bisa dijadikan rujukan, maka tidak akan menjadikan hati tenteram. Bahkan kitab-kitab lain itu akan senantiasa menimbulkan kebingungan-kebingungan, karena dalil-dalil serta hukum-hukumnya saling bertentangan" (Taisir al Karimir Rahman fi Tafsir Kalamal Mannan, Syaikh Abdur Rahman bin Nashir as Sa'di, QS ar Ra'd / 13 ayat 28).
Dari dua keterangan ulama besar di atas, ketenteraman hati yang hakiki hanya diperoleh ketika seseorang berdzikir kepada Allah secara benar dan memahami makna-makna serta hukum-hukum yang ada dalam al Qur`an secara benar pula. Itulah ketenteraman hati yang sesungguhnya.Jadi dengan berzikir maka hati akan tentram, maka jiwa pun akan ikut tentram.

D.    Konsep Dasar Manusia
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah.Pada hakikatnya adalah untuk mengabdi.Manusia yang berzikir akan mendapatkan ketentraman jiwa. Beragam pendapat yang dikemukakan seputar hakikat manusia.Pendapat tersebut tergantung dari sudut pandangan masing-masing.Ada sejumlah konsep yang mengacu kepada makna manusia sebagai makhluk. Dilihat dari sudut pandang etika, manusia disebut homo sapiens, yaitu makhluk yang memiliki akal budi. Lalu manusia juga disebut animal rational, karena memiliki kemampuan berpikir.Berdasarkan pendekatan kemampuan berbahasa, manusia dinamakan homo laquen.Mereka yang menggunakan pendekatan kebudayaan menyebut manusia sebagai homo faber atau toolmaking animal. Makhluk yang mampu membuat perangkat peralatan (Murni Jamal: 81).
Dalam al-Qur’an dijelaskan mengenai konsep manusia dengan menggunakan sebutan: Abd Allah, Bani Adam, Bani Basyar, al-Insan, al-Ins, al-Nas, dan khalifah Allah.Adapun konsep manusia yang berhubungan dengan zikir adalah konsep al-Insaan dan al-Ins.
Konsep al-Insaan, dalam  konsep ini di dalam al-Qur’an menjelaskan bahwasanya manusia mempunyai sifat-sifat negatif antara lain: amat zhalim, bodoh, putus asa, kafir, melampaui batas, tidak tahu berterima kasih, mengingkari nikmat, kikir, sombong, tergesa-gesa, serta ragu terhadap adanya hari akhir. Sifat-sifat negatif inilah yang menyebabkan manusia berhak dididik.
Konsep al-Ins,dalam konsep ini di dalam al-Qur’an menjelaskan bahwasanya manusia mempunyai 2 potensi: yaitu potensi manusia untuk menjadi makhluk peradaban, karena mempunyai sifat menetap, tidak liar dan harmonis. Potensi yang kedua, manusia juga mempunyai potensi untuk berkolaborasi, bersekutu dengan syetan.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1.   Konsep al-Insaan
Kata al-Insaan dijumpai sebanyak 65 kali dalam al-Qur’an. Diantaranya: Allah mengambarkan bahwasanya tiap-tiap manusia telah kami tetapkan amal perbuatannya (QS. al-Israa’/17: 13), manusia dijadikan bersifat lemah (QS. an-Nisaa’/4: 28), manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan, serta bersifat tergesa-gesa(QS. al-Israa’/17: 11); (QS. al-Anbiyaa’/ 21: 37), syaitan adalah musuh yang nyata bagi manusia (QS. al-Israa’/17: 53);( QS. Yusuf/12: 5),  manusia selalu tidak berterima kasih(QS. al-Israa’/17: 67); (QS. Huud/11: 9), Allah mengabarkan bahwasanya manusia apabila diberi kesenangan niscaya berpalinglah dariNya, dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila ditimpa kesusahan maka berputus asa (QS. al-Israa’/17: 83); (QS. Fushshilat/41: 49, 51); penciptaan manusia dari tanah (QS. as-Sajdah/32: 7); (QS. al-Hijr/15: 26); (QS. al-Balad/ 99: 4); (QS. at-Tiin/95: 4);(QS. al-Mu’minuun/23: 12); (QS. Qaaf/55: 16); (QS. al-Insaan/ 76: 1), penciptaan manusia dari setetes mani (QS. an-Nahl/16: 4); (QS. ar-Rahmaan/55: 3 dan 14); (QS. al-‘Alaq/96: 2); (QS. Yaasiin/36: 77); (QS. al-Insaan/ 76: 2), pertanyaan bagi manusia, apakah manusia akan mendapat segala yang dicita-citakannya? (QS. an-Najm/53: 24), seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya (QS. an-Najm/53: 39), bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) shaitan kepada manusia (QS. al-Hasyr/59: 16), manusia ditimpa bahaya, maka berdoa kepadaNya, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, manusia kembali sesat (QS. Yunus/10: 12); (QS. as-Syuuraa/42: 48); (QS. az-Zumar/ 39: 8 dan 49), manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah) dan bodoh (QS. Ibrahim/14: 34); (al-Ahzaab/33: 72); (Q. al-Infithaar/82: 6), manusia itu sangat kikir dan berkeluh kesah (QS. al-Israa’/17: 100); (QS. al-Ma’aarij/ 70: 19), tidak ada sesuatupun yang menghalangi manusia dari beriman (QS. al-Kahfii/18: 55), keraguan manusia akan hari kiamat (QS. Maryam/19: 66); (QS. al-Qiyaamah/75: 3), Allah menyuruh manusia berpikir bahwasaNya Allah yang menciptakannya (QS. Maryam/19: 67), manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus (QS. al-Qiyaamah/75: 5), hari pembalasan terhadap manusia atas segala perbuatannya (QS. al-Qiyaamah/75: 13); (an-Naazi’aat/79: 35); (QS. ‘Abasa/80: 17); (QS. al-Fajr/ 89: 23),dan manusia bertanya: "Mengapa bumi (menjadi begini)?" (QS. al-Zalzalah/99: 3), manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri (QS. al-Qiyaamah/75: 14), manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban) di hari kiamat (QS. al-Qiyaamah/75: 36), perintah Allah agar manusia memperhatikan makanannya (QS. ‘Abasa/80: 24), manusia yang beriman pasti menemui Allah (al-Insyiqaaq/84: 6), perintah untuk berpikir dari apa manusia diciptakan (QS. at-Thaariq/86: 5), manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku" (QS. al-Fajr/89: 15), manusia sangat mengingkari nikmat (QS. al-Hajj/22: 66); (QS. az-Zuhruf/43: 15); (QS. asy-Syuuraa/42: 48); (QS. al-‘Adiyaat/100: 6), kewajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu bapaknya (QS. al-‘Ankabuut/29: 8); (QS. Luqman/31: 14); (QS. al-Ahqaf/46: 15), manusia telah melampaui batas (QS. al-‘Alaq/96: 5-6), manusia dalam kerugian (QS. al-‘Ashr/103:2).
Disini dapat disimpulkan bahwasanya konsep al-Insaan di dalam al-Qur’an menjelaskan bahwasanya manusia mempunyai sifat-sifat negatif antara lain: amat zhalim, bodoh, putus asa, kafir, melampaui batas, tidak tahu berterima kasih, mengingkari nikmat, kikir, sombong, tergesa-gesa, serta ragu terhadap adanya hari akhir. Berikutnya Allah mengingatkan manusia bahwasanya penciptaannya dari tanah dan setetes air mani. Selanjutnya Allah mengingatkan manusia supaya berhati-hati akan apa yang akan dimakan. Allah juga mengingatkan manusia untuk ingat akan hari akhir/hari pembalasan terhadap segala amal perbuatannya. Hanya manusia yang berimanlah yang akan bertemu dengan Allah kelak.
Menurut Masiyan M. Syam (2009), dalam al-Qur’an, kata al-Insaan yang berakar kata dari huruf hamzah (ء), nun (ن), dan sin (س), memiliki kata turunan (derifasi) ins (إنس), unaas (أناس), anaasiyy (أناسي), insiyy (إنسي), dan al-Naas (الناس). Dari hasil pencarian kata derifasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a). Kata derifasi ins (إنس), ditemukan sebanyak 11 ayat yang terdapat pada surat: (QS.an-Naml/27:17);(QS.Fushshilat/41:25,26);(QS.al-Ahqaaf/46:18); (QS.azzariyat/51:56); (QS. ar-Rahmaan/55: 33,39, 56, 74); (QS. al-Jin/72:5-6).
b). Kata unaas (أناس) yang merupakan derifasi lainnya ditemukan sebanyak 5 ayat yang terdapat dalam surat (QS. al-Baqarah/2:60);(QS. al-A’raaf/7:82, 160);(QS. al-Israa’/17:71); (QS. an-Naml/27:56).
c). Kata anaasiyy (أناسي) hanya ditemukan pada surat (QS. al-Furqaan/25:49).
d). Kata insiyy (إنسي) ditemukan hanya pada surat (QS. Maryam/19:26).
e). al-Naas (الناس) ditemukan sebanyak 179 ayat.
Kata ins (إنس) diartikan lawan dari jin. Anaasiyy (أناسي) adalah jamak dari al-ins. Insiyy (إنسي) adalah sesuatu yang dinisbahkan kepada manusia.Unaas (أناس) adalah jamak dari al-ins, dan al-Naas (الناس) berarti manusia (Masiyan M. Syam 2009).
Menurut M. Quraish Shihab, kata ini berasal dari akar kata uns yang berarti jinak, tampak, dan harmonis. Penggunaan kata al-Insaan dalam al-Qur’anuntuk menggambarkan manusia dengan segala totalitasnya (M. Quraish Shihab 1996, hlm. 280).Secara biologis manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS. At-tiin/ 95: 4). 
Disini dapat disimpulkan bahwasanya manusia secara fisik diciptakan dalam bentuk sebaik-baiknya.Struktur maupun postur tubuh manusia terlihat demikian sempurna, sehingga mempermudah manusia untuk menjalani kehidupannya. Akan tetapi, dalam konteks konsep al-Insaan dalam al-Qur’an, manusia tak lepas dari sifat-sifat negatif yang dimilikinya, seperti: amat zhalim, bodoh, putus asa, kafir, melampaui batas, tidak tahu berterima kasih, mengingkari nikmat, kikir, sombong, tergesa-gesa, serta ragu terhadap adanya hari akhir. Allah mengingatkan manusia bahwasanya penciptaannya dari tanah dan setetes air mani. Selanjutnya Allah mengingatkan manusia supaya berhati-hati akan apa yang akan dimakan. Allah juga mengingatkan manusia untuk ingat akan hari akhir/hari pembalasan terhadap segala amal perbuatannya. Hanya manusia yang berimanlah yang akan bertemu dengan Allah kelak.
2.   Konsepal-Ins
Kata al-Ins didalam al-Qur’an disebut sebanyak 17 kali, yang tersebar dalam 12 surat.Adapun konsep al-Ins dalam al-Qur’andisebut antara lain: Allah menjadikan tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jinyang berupaya menipu manusia agar tidak beriman kepada Nabi (QS. al-An’aam/6: 112),  Allah bertanya kepada golongan jin dan manusia pada hari kiamat, apakah belum datang kepada mereka Para Rasul (QS. al-An’aam/6: 130), Allah menyeru kepada umat manusia yang durhakauntuk masuk ke dalam neraka bersama umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum manusia (QS. al-A’raaf/7: 38).
Konsep al-Ins terkait dengan hakikat penciptaan manusia. Hubungan ini di jelaskan dalam al-Qur’an:
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku (QS. az-Zaariyaat/51: 56).

Dalam ayat ini manusia di pasang gandakan dengan jin sebagai makhluk non-fisik. Meskipun demikian, pada tataran hakikat keduanya di ciptakan atas dasar yang sama. Hanya untuk menyembah dan mengabdi kepada Sang Maha Pencipta. Keduanya juga punya peluang untuk ingkar hingga merugikan diri sendiri (QS. al-Ahqaaf/46: 18). Juga diungkapkan al-Qur’an, bahwa manusia selaku al-Ins punya peluang untuk jadi penyesat dan berkolaborasi dengan setan (QS.Fushshilat/41: 29) (Jalaluddin 2010, 91-90).
Konsep ini juga menggambarkan manusia sebagai makhluk yang jinak dan harmonis, senang menetap, serta dinamis (M. Quraish Shihab, hlm. 19-20).Konsep al-Ins mengacu kepada potensi manusia untuk menjadi makhluk peradaban.Sebuah peradaban hanya mungkin di ciptakan oleh makhluk yang menetap, tidak liar, dinamis, dan harmonis.Tidak liar dan menetap, berarti manusia berpotensi untuk membangun sistem kehidupan yang mantap.Sedangkan dinamis menggambarkan peluang manusia untuk mengembangkan potensi diri, berkreasi dan berinovasi. Lalu harmonis jadi penopang bagi pembinaan norma kehidupan bersama secara baik (Jalaluddin 2010, 90-91).
Disini dapat disimpulkan bahwasanya sebagai al-Ins, manusia mempunyai 2 potensi: yaitu potensi manusia untuk menjadi makhluk peradaban, karena mempunyai sifat menetap, tidak liar dan harmonis. Potensi yang kedua, manusia juga mempunyai potensi untuk berkolaborasi, bersekutu dengan syetan.

E.     KEUTAMAAN ZIKIR
Dzikir ditinjau dari segi bahasa (lughatan) adalah mengingat, sedangkan dzikir secara istilah adalah membasahi lidah dengan ucapan-ucapan pujian kepada Allah (Ismail Nawawi 2008, hlm .244).
Secara etimologi dzikir berasal dari kata “zakara” berarti menyebut, mensucikan, menggabungkan, menjaga, mengerti, mempelajari, memberi dan nasehat. Oleh karena itu dzikir berarti mensucikan dan mengagungkan, juga dapat diartikan menyebut dan mengucapkan nama Allah atau menjaga dalam ingatan (mengingat) (Hazri Adlany 2002, hlm. 470).
Dzikir merupakan ibadah hati dan lisan yang tidak mengenal batasan waktu.Bahkan Allah menyifati ulil albab, adalah mereka-mereka yang senantiasa menyebut Rabnya, baik dalam keadaan berdiri, duduk bahkan juga berbaring.Oleh karenanya dzikir bukan hanya ibadah yang bersifat lisaniyah, namun juga qalbiyah.Imam Nawawi menyatakan bahwa yang afdhal adalah dilakukan bersamaan di lisan dan di hati.jika harus salah satunya, maka dzikir hatilah yang lebih di utama. Meskipun demikian, menghadirkan maknanya dalam hati, memahami maksudnya merupakan suatu hal yang harus diupayakan dalamdzikir (Imam Nawawi, hlm. 244).
1.      Dzikir dalam al-Qur’an
Di dalam al-Qur’an kata dzikir disebut sebanyak 267 kali dengan berbagai bentuk kata.Diantaranya bermakna mengingat Allah dalam arti menghadirkan dalam hati.
Artinya: Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku. (QS. Thaaha ayat 14).

Allah memuji orang yang selalu berdzikir dalam setiap keadaan.Bahkan ketika kita mencari anugerah Allah, bekerja mencari nafkah.al-Qur’an menyebutkan:
Artinya: orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kamidari siksa neraka.(QS. Ali Imran: 191).

Perintah dzikir yang lain disebutkan dalam al-Qur’an Al-Baqarah, 152:
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat kepadamu, danbersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari (ni’mat)Ku (QS. al-Baqarah/2: 152).

Perintah Allah agar berdzikir sebanyak-banyaknya termaktub dalam al-Qur’an surat al-Ahzab ayat 41:
Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama)         Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya.”(Qs al-Ahzab, :41).

Allah juga menjanjikan ampunan dan surga bagi orang-orang yangmembiasakan berdzikir. Dalam al-Qur’an disebutkan:
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalamketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki danperempuan yang banyak menyebut nama Allah, Allah telah menyediakanuntuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”(QS. Al-Ahzab, 35).

Allah juga memperingatkan kerugian bagi orang-orang yangmelupakannya. Dalam firmannya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmumelalaikan kamu dari mengingat Allah.Barang siapa yang berbuatdemikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.”(QS. Al-Munafiqunayat 9).

Ayat lain yang menegaskan tentang larangan melupakan dzikir termaktubdalam al-Qur’an:
Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, laluAllah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri, mereka itulahorang-orang yang fasik. (QS. Al-Hasyr ayat 19).

Orang-orang yang membiasakan dzikir adalah orang-orang yangmengambil manfaat ayat-ayat tentangnya, dan mereka adalah Ulil Albab, yakniorang-orang yang mau berfikir. Seperti firman Allah:
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalatmu, ingatlah Allahdiwaktu berdiri, diwaktu duduk dan waktu berbaring.Kemudian apabilakamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu.Sesungguhnyashalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orangyang beriman. (QS. An-Nisa’ Ayat 103).




2.      Dzikir dalam Hadits
Anjuran dzikir juga terdapat dalam beberapa hadist Nabi.
Dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah s.a.w. beliau bersabda, "Barangsiapa yang membaca subhanallah setiap selesai shalat 33 x membaca alhamdulillah 33 x, membaca Allahu Akbar 33x hingga menjadi 99. beliau bersabda lalu disempurnakan menjadi seratus dengan Laa ilaha illallah wahdahu' laa syarikalah, lahul mulku walahul hamdu wahuwa ala kulli Syaiin qadir, diampuni dosanya sekalipun seperti buih lautan. (HR. Muslim).

Pada hadist lain Rasulullah bersabda:

Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah s.a.w. bersabda, "Barangsiapa membaca: La ilaha lillallah wahdahu la syari?kalah, lahul mulku walahul hamdu wahuwa ala kulli Syaiin qadir, dalam sehari seratus kali, maka sama dengan memerdekakan sepuluh hamba sahaya, dituliskan baginya seratus kebaikan, dihapuskan darinya seratus kesalahan. Bacaan tersebut menjadi penghalang baginya dari syetan pada hari itu hingga sore hari.Tidak ada yang menghadirkan yang lebih utama daripada yang dia hadirkan kecuali orang yang lebih banyak membacanya daripadanya." (HR. Bukhari).

Pada lain kesempatan Rasulullah bersabda tentang keutamaan orang yangmelakukan dzikir secara bersama-sama. Rasulullah SAW bersabda:
“Allah ta’ala berfirman: apabila hamba-Ku berdzikir kepada-Ku sendirian,Akupun akan menyebut namanya sendirian. Apabila hamba-Ku menyebutnama-Ku dalam satu kumpulan, Akupun akan menyebut namanya dalamkumpulan yang lebih utama dari kumpulan dia, dan apabila dia mendekati-Ku satu hasta, Aku akan mendekatinya satu siku. Apabila dia mendekatikusambil berjalan, Aku akan mendekatkan diri kepadanya sambil berlari” (HR. Muslim).

Hadist diatas menyatakan bolehnyadzikir yang dilakukan secara bersama-sama atau berjamaah. Hadist nabi menyebutkan bahwa orang-orang yangberdzikir akan dapat memperbaiki amal dan meninggikan derajat.
Dalam hadist Nabi disebutkan:
“Tidakkah kamu ingin aku sampaikan kepadamu tentang sesuatu yang dapat memperbaiki amalmu, mensucikan amalmu di hadapan Tuhanmu,dan meninggikan pada kedudukanmu, yang lebih baik bagimu dari padabertemu dengan musuh kemudian kamu menebas lehernya atausebaliknya mereka menebas lehermu?” para sahabat menjawab, “Ya,tentu wahai Rasulullah.” “Dzikir kepada Allah” kata beliau.”(HR.Tirmidzi) (Shaleh Bin Ghanim As-Sadlan 1999, hlm. 2-3).

Rasulullah SAW juga pernah menggambarkan perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah seperti orang yang hidup, sementara orang yang tidakberdzikir kepada Allah sebagai orang yang mati:
"Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah dan orang yang tidakberdzikir, adalah seumpama orang yang hidup dan mati" (HR. Bukhari).

Dzikir dapat dilakukan dalam suatu waktu-waktu tertentu misalnya pagi dan sore, Hadist Nabi menyebutkan:
“Barang siapa diwaktu pagi membaca:“Tiada Tuhan selain Allah yang tiada sekutu bagi-Nya, Dia memilikisegala kekuasaan dan bagi-Nya segala pujian, dan dia maha kuasa atassegala sesuatu”.Maka sama dengan membebaskan seorang budak keturunan Nabi Ismail As, ditulis baginya sepuluh kebagusan, dihapus darinya sepuluh kejelekan,ditinggikan untuknya sepuluh derajat serta ia senantiasa mendapat perlindungan dari godaan setan hingga sore harinya. Sedang apabila ia mengucap diwaktu sore, maka baginya seperti itu hingga pagi hari” (HR. Abu Dawud).

Dengan adanya hadist diatas tidak mengartikan dzikir harus dilakukan dalam waktu-waktu tertentu.Karena amal yang tidak dibatasi adalah berdzikir.Dalam Islam, seluruh amal ada batas-batasnya. Misalnya puasa, kita hanya diwajibkan untuk berpuasa pada saat bulan Ramadlan.Demikian pula haji, kita dibatasi waktu untuk melakukannya. Dalam al-Qur’an mengatakan:
“Berdzikirlah kamu kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya (QS. Al-Ahzab: 41).

Kita dianjurkan untuk berdzikir sebanyak-banyaknya, maka tidak adabatasan waktu untuk berdzikir.Sebuah hadist Nabi menyebutkan bahwa:
“Tidaklah segolongan orang mengingat Allah, melainkan para malaikatmenghormati mereka, rahmat menyelubungi mereka, ketenangan turunkepada mereka dan Allah mengingat mereka bersama orang-orang yangada di sisi-Nya” (HR Muslim dan At-Tirmidzi).

Allah SWT berulang-ulang memerintahkan kepada Rasulullah, makhlukyang paling dikasihi untuk memelihara dzikirnya. Perintah dzikir kepada Rasulullah SAW juga merupakan perintah dzikir kepada umat Rasulullah.Berikut ini merupakan hadist tentang keutamaan majelis dzikir.Menurut Abu Muslim al-Aghar, Abu Hurayrah dan Abu Said mendengar Rasulullah saw. Bersabda:
“Tidaklah suatu kaum duduk dalam majlis zikir, melainkan mereka dikelilingi oleh malaikat, diliputi oleh rahmat Allah, diberi ketenangan, serta disebut-sebut di hadapan para malaikat-Nya.”(HR Muslim dan al-Tirmidzi).

Dalam hadist lain yang diriwayatkanoleh Muslim dengan sanad yang shahih dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:
“Jika satu kaum berkumpul berdzikir kepada Allah dan merekahanya mengharapkan keridlaan Allah, para malaikat akan berseru darilangit: berdirilah kalian dengan ampunan Allah kepada kalian dan seluruhkeburukan kalian telah Allah ganti dengan kebaikan“ (HR. Muslim).

Hadist lain yang diriwayatkan oleh Al-Turmudzi dengan sanad yang hasan, Rasulullah SAW bersabda:
“Jika satu kaum duduk dalam suatu majelis, tetapi selama mereka kumpulitu mereka tidak menyebut asma Allah SWT. Atau shalawat kepadaRasulullah SAW., maka majelis itu akan menjadi penyesalan yang dalam pada hari kiamat nanti”(HR. Al-Turmudzi).

Hadist Nabi yang lain memperingatkan bagi orang-orang yang melalaikan dzikir. Sebagaimana hadist-hadist dibawah ini:
“Tidaklah segolongan orang duduk-duduk di suatu majelis, sedang merekatidak mengingat Allah Azza wajalla dan tidak bershalawat kepadaRasulullah SAW, melainkan majelis itu akan menjadi penyesalan bagimereka dihari kiamat”(HR. Ahmad dan Ibnu Hibban).

            Hadist lainmenyebutkan:
“Ahli surga, tiada mereka menyesali atas sesuatu yang telahlalu, melainkan pada saat melalaikan untuk berdzikir kepada AllahSWT.”(HR. At-Thabrani) ( Imam Nawawi, hlm. 254).

3.      Fungsi Dzikir
Shaleh Bin Ghanim As-Sadlan menyebutkan beberapa faedah-faedah atau keutamaan dzikir adalah sebagai berikut:
a) Mengusir, mengalahkan dan menghancurkan setan
            b) Menghilangkan rasa susah dan kegelisahan hati
            c) Membuat hati menjadi senang, gembira dan tenang.
            d) Dapat menghapus dan menghilangkan dosa-dosa.
e) Dapat menyelamatkan seseorang dari kepayahan di hari kiamat ( Rakhmat,hlm. 243-244).
f) Dzikir merupakan tanaman di surga.

4. Keutamaan-keutamaan bagi orang yang berdzikir kepada Allah SWT Antara lain:
a) Dzikir sebagai upaya taqarrub kepada Allah( Imam Nawawi, hlm.114).
            b)  Dzikir sebagai penenang hati.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, salah satu fungsi dzikir adalah untuk memberi ketenangan dan ketentraman dalam hati.Setiap manusia pada dasarnya adalah mencari kebahagiaan yang sempurna.Keinginan atau kehendak manusia untuk mencari kebahagiaan, ketenangan, ketentraman, merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari hati manusia.
c) Dzikir sebagai pembersih hati
Allah menciptakan manusia dari tanah yang merupakan lambang dari kehinaan dan kekotoran.Al-Qur’an menyebutkan sebagai nutfah atau saripati tanah. Setelah proses penciptaan dari tanah tersebut, kemudian Allah menyatakan:lalu aku titipkan kedalamnya ruh ku (QS. Al-Hijr : 29).

d) Dzikir sebagai pengangkat derajat manusiaAllah akan mengangkat derajat  orang yang membaca dzikir, hal ini sesuai dengan hadist Nabi:
“Alangkah baiknya jika sekiranya ditanyakan kepada kalian tentang sebaik-baik amal perbuatan dan semurni-murninya disisi maharaja kalian serta sangat tinggi bagi derajat manusia, sekaligus yang lebih baik dari menafkahkan emas dan perak.Juga lebih baik bagi kalian dari pada menghadapi (dalam peperangan) musuh. Sampai akhir hadist, mereka bertanya: Wahai Rasulullah, Apakah itu? Nabi menjawab: Dzikrullah (Ingat kepada Allah).”(HR. Bukhari, Muslim dan lainnya) ( Imam Nawawi, hlm. 115).

e) Dzikir sebagai pembaru iman
Iman seseorang dapat bertambah dan dapat pula berkurang.Sedang untuk mempertahankan keimanan seseorang harus memperbanyak membaca kalimat laa ilaaha illallah.
f) Dzikir sebagai sarana masuk surga
Setiap muslim pada dasarnya mengharapkan kabahagiaan dan kebaikan, baik dalam kehidupan di dunia dan akhiratnya. Untuk mencapai keinginan atau kehendak tersebut upaya yang dilakukan salah satunya adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan berdzikir laa ilaaha illallah. Sabda Nabi SAW:
“Barang siapa yang akhir katanya (sebelum menghembuskan nafas  terakhir)mengucapkan laa ilaaha illallah, maka ia masuk surga.”(HR. Abu Dawud dan Hakim)

g) Dzikir sebagai sarana memperoleh Syafaat Rasulullah SAW.
     Hadis Nabi menyebutkan:
Dari Abu Darda’, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa bershalawat untukku sepuluh kali di pagi dan sore hari, maka ia akan mendapatkan syafa’atku di hari kiamat nanti.”  (HR. Thobroni melalui dua isnad, keduanya jayyid. Lihat Majma’ Az Zawaid (10/120) dan Shahih At Targhib wa At Tarhib (1/273, no. 656).

5.      Adab Zikir
Agar dzikir bisa khusuk dan membekas dalam hati,maka perlu dikerjakan sesuai adab yang diajarkan dalam Islam. Sebab kalau tidak, tentu dzikir hanya sekedar ucapanbelaka, tidak akan membekas sama sekali.Albanna (1994: 5-6) menyatakan bahwa adab berzikirantara lain:
a)      Kekhusyukan dan kesopanan, menghadirkan makna kalimat-kalimat dzikir, berusaha memperoleh kesankesannya, dan memperhatikan maksud-maksud serta tujuan-tujuannya.
b)      Merendahkan suara sewajarnya disertai konsentrasi sepenuhnya dan kemauan secukupnya sampai tidak terkacau oleh sesuatu yang lain.
c)      Menyesuaikan dzikir kita dengan suara jamaah, kalau dzikir itu dibaca secara berjamaah, maka tidak seorangpun yang mendahului atau terlambat dari mereka, dan ketika itu dzikirnya jangan dimulai dari awal jika terlambat datang, tetapi ia harus memulai bersama mereka dari kalimat yang pertama kali ia dapatkan, kemudian setelah selesai, ia harus mengganti dzikir yang belum dibacanya. Hal ini dimaksudkan, agar tidak menyimpang dari bacaan yang semestinya, dan supaya tidak berlainan iramanya.
d)     Bersih pakaian dan tempat, serta memelihara tempat tempat yang dihormati dan waktu-waktu yang cocok. Hal ini menyebabkan adanya konsentrasi penuh, kejernihan hati dan keikhlasan niatnya.
e)      Setelah selesai berdzikir dengan penuh kekhusukan dan kesopanan, di samping meninggalkan perkataan yang tidak berguna juga meninggalkan permainan yang dapat menghilangkan faedah dan kesan dzikir sehingga efek dzikir akan selalu melekat pada diri pengamal dzikir.
Meskipun demikian An-Nawawi (1984: 40)menyatakan bahwa seseorang dibolehkan berdzikir dalamsegala keadaan, yakni baik di kala sedang duduk maupun dikala sedang berdiri dan sedang berjalan.Hanya dalambeberapa hal saja yang tidak dianjurkan berdzikir yaitu dikala sedang melaksanakan hajat,sedang mendengarkan khutbah dan sedang dalam keadaanyang sangat mengantuk.
Jika adab berdzikir di atas sudah dipelihara, makaorang yang berzikir itu akan memperoleh manfaat daribacaannya, dan tentu akan menemukan kesan dzikirnyasebagai suatu kemanisan dalam hatinya, suatu cahaya bagi jiwanya, suatu kelapangan dalam dadanya dan suatulimpahan dari Allah, kalau Allah SWT menghendaki.

F.     Pendekatan Kajian
Pendekatan psikologi agama
1.      Pengertian Ketenangan Jiwa
Kata ketenangan searti dengan kata ketentraman ( Kamus Besar Bahasa Indonesia 1990, hlm. 927). Zakiah Daradjat menggunakan kata ketentraman jiwa dan kesehatan menjadi dalam suatu pengertian sebagaimana ungkapannya yaitu “ketidak ketentraman hati, atau kurang sehatnya mental, sangat mempengaruhi kelakuan dan tindakan seseorang (Zakiah Daradjat 1983, hlm.22).
Kesehatan mental berarti terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa serta kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang terjadi dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan darinya (Zakiah Daradjat 1983, hlm.22).Manusia yang memiliki jiwa yang tenang dan tentram ia selalu merasa bahwa perbuatannya berada dalam pengawasan Allah. Ia hanya mengamalkan hal-hal yang bersifat rohaniah, yang bisa mengisi jiwanya. Dari pendapat tersebut diatas dapatlah disampaikan bahwa ketentraman jiwa adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya serta merasa perbuatannya berada dalam pengawasan Allah.
2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi ketenangan jiwa.
Setiap orang  menginginkan dan mengharapkan jiwa yang tenang, tentram dan jauh dari ketegangan-ketegangan serta konflik-konflik kejiwaan untuk memperoleh dan mendapatkan kondisi yang tenang, maka setiap orang perlu memperhatikan faktor-faktor yang mendukung agar jiwa menjadi tenang adalah:
a.       Faktor agama
Dari kacamata agama memandang manusia akan mempunyai jiwa yang tenang apabila manusia tersebut mempunyai iman yang kuat. Menurut pendapat Zakiah Daradjat bahwa: “Bagi jiwa yang sedang gelisah, agama akan memberi jalan dan siraman penenang hati. Tidak sedikit kita mendengar orang yang kebingungan dalam hidupnya selama ia belum beragama, tetapi setelah mulai mengenal dan menjalankan agama, ketenangan jiwa akan datang (Zakiah Daradjat 1990, hlm. 61).
Pelaksanaan agama dalam kehidupan sehari-hari dapat membentengi diri dari rasa kegelisahan.Adapun yang dapat dilakukan adalah dengan mengingat Allah dengan berzikir, dengan berdo’a ataupun dengan membaca al-Qur’an.
b.      Faktor Psikologi
Dalam pandangan psikologi ada beberapa factor yang mendukung supaya jiwa tenang diantara dikemukakan Kartini Kartono (hlm.29- 30).
1)      Terpenuhinya kebutuhan pokok
Setiap individu selalu memiliki dorongan-dorongan dan kebutuhan-kebutuhan pokok yang bersifat organis (fisik dan psikis) dan yang bersifat sosial, kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan menurut pemuasan.
2)      Kepuasan
Setiap orang menginginkan kepuasan, baik yang bersifat jasmaniah maupun yang bersifat psikis.
3)      Posisi dan status sosial
Setiap individu selalu berusaha mencari posisi sosial dan status sosial dalam lingkungannya. Selama posisi dan status sosial itu sesuai dengan harapan dan kemampuan dirinya maka individu tersebut tidak akan mempunyai jiwa yang berimbang. Dari pandangan psikologi dapat dipahami bahwa orang akan mampu merasa sejahtera/tenang jiwanya apabila orang tersebut mamapu memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat fisik, psikis maupun sosial.

3. Kriteria Ketenangan Jiwa
a. Sabar
“Secara etmologi, sabar berarti teguh hati tanpa mengeluh di jumpa bencana.Menurut pengertian Islam, sabar ialah tahan menderita sesuatu yang tidak disenangi dengan ridha dan ikhlas serta berserah diri kepada Allah.Sabar itu membentuk jiwa manusia menjadi kuat dan teguh tatkala menghadapi bencana (musibah) (Asmaran 1992, hlm.228).
Kebahagiaan, keuntungan, keselamatan, hanya dapat dicapai dengan usaha secara tekun terus menerus dengan penuh kesabaran, keteguhan hati, sebab sabar adalah azas untuk melakukan segala usaha, tiang untuk realisasi segala cita-cita.“Sabar bukan berarti menyerah tanpa syarat, tetapi sabar adalah terus berusaha dengan hati yang tetap, berikhlas, sampai cita-cita dapat berhasil dan dikala menerima cobaan dari Allah SWT, wajiblah ridha dan hati yang ikhlas (Barmawie Umary 1995, hlm.52).
b.   Raja (Optimisme)
Sikap optimis dapat digambarkan sebagai cahaya dalam kegelapan dan memperluas wawasan berfikir. Dengan optimisme, cinta akan kebaikan tumbuh di dalam diri manusia, dan menumbuhkan perkembangan baru dalam pandangannya tentang kehidupan. “Tidak ada satu penyebabpun yang mampu mengurangi jumlah problem dalam kehidupan manusia seperti yang diperankan optimisme.Ciri-ciri kebahagiaan itu lebih tampak pada wajah-wajah orang yang optimis tidak saja dalam hal kepuasan tetapi juga seluruh kehidupan baikdalam situasi positif maupun negatif.Disetiap saat sinar kebahagiaan menerangi jiwa orang yang optimism (Hamzah Ya’kub 1996, hlm. 142).
c.       Merasa dekat dengan Allah
Orang yang tentram jiwanya akan merasa dekat dengan Allah dan akan sel;alu merasa pengawasan Allah SWT. dengan demikian akan hati-hati dalam bertindak dan menentukan langkahnya. Ia akan berusaha untuk menjalankan apa yang diperintahkan Allah dan akan menjauhi segala yang tidak diridhai Allah. “Kesadaran manusia akan melekat eksistensinya oleh tangan Tuhan akan memekarkan kepercayaan dan harapan bisa hidup bahagia sejahtera juga memiliki rasa keseimbangan dan keselarasan lahir dan batin “(Kartini Kartono, hlm. 289).
Adanya perasaan dekat dengan Allah, manusia akan merasa tentram hidupnya karena ia akan merasa terlindungi dan selalu dijaga oleh Allah sehingga ia merasa aman dan selalu mengontrol segala perbuatannya. “Tanpa kesadaran akan relasi dengan Tuhan maka akan menimbulkan ketakutan dan kesedihan dan rasa tidak aman (tidak terjamin yang kronis serta kegoncangan jiwa” (Kartini Kartono, hlm. 288).
Sedangkan menurut Hamka, ciri-ciri ketenangan Jiwa sebagai berikut: sabar, ingat kepada Allah, tidak gelisah, fikiran tidak kusut, tidak putus asa, tidak ketakutan, tidak cemas, tidak ragu-ragu, tidak duka cita (Hamka, 1999: 3761).

Iman adalah menyebabkan senantiasa ingatkapada Tuhan, atau dzikir.Iman menyebabkan hati kitamempunyai pusat ingatan atau tujuan ingatan.Dan ingatan kepada Tuhan itu menimbulkan tenteram, dan dengansendirinya hilanglah segala macam kegelisahan, fikirankusut, putus asa, ketakutan, kecemasan, keragu-raguan danduka cita.Ketenteraman hati adalah pokok kesehatanrohani dan jasmani.Ragu dan gelisah adalah pangkal segalapenyakit. Orang lain kurang sekali dapat menolong orangyang meracun hatinya sendiri dengan kegelisahan. Kalauhati telah ditumbuhi penyakit, dan tidak segera diobatidengan iman, yaitu iman yang menimbulkan dzikir dandzikir yang menimbulkan thuma’ninah, maka celakalahyang akan menimpa. Hati yang telah sakit akan bertambah
sakit, dan puncak segala penyakit hati ialah kufur akan nikmat Allah (Hamka, 1999: 3761).
Hati yang telah tenteram menimbulkan sikaphidup yang tenang, dan ketenangan memelihara nur didalam jiwa yang telah dibangkitkan oleh Iman. Sehinggahanya perbuatan baik saja yang akan diamalkan, IlhamAllah selalu tertumpah dan hidup pun menjadi bahagiatenteram karena kekayaan terletak dalam hati. Kebahagiaandi dunia itu pun menentukan tempat bahagia pula kelak diakhirat, yaitu surga yang telah disediakan Allah sebagaitempat kembali yang terakhir.Betapa indah sekiranya jika memiliki hati yangsenantiasa tertata, terpelihara dan terawat dengan sebaik-baiknya.
Pemiliknya akan senantiasa merasakan lapang,tenang, tenteram sejuk dalam menikmati indahnya hidup didunia ini. Semua itu akan tercermin dalam setiap gerakgerik,prilaku, tutur kata, tatapan mata, sunggingan senyum,riak air muka, bahkan diamnya sekalipun.Orang yang hatinya tertata dengan baik takkanpernah sedikitpun merasa gelisah, bermuram durja, ataupungundah gulana. Kemanapun ia pergi dan di manapun iaberada, ia selalu mampu mengendalikan hatinya. Dirinya senantiasa selalu berada dalam kondisi damai danmendamaikan, tenang dan menenangkan, tenteram danmenenteramkan. Hatinya tertambat bukan pada hal-halyang fana melainkan selalu ingat dan merindukan Dzat yang maha memberi ketenangan, Allah Azza wa Jalla(Gymnastiar, 2001: 45).
Dengan keyakinan yang amat sangat bahwa hanyadengan mengingat dan merindukan Allah, hanya denganmenyebut-nyebut nama-Nya setiap saat, meyakini danmengamalkan ayat-ayat-Nya, maka jiwanya menjaditenang.


G.    Teori
Bagaimana dzikir dapat membawa pengaruh pada diri orang-orang berzikir khususnya untuk ketenangan hati, dalamperspektif psikologi dapat dijelaskan dengan beberapa teori,antara lain:
1.      Teori hipnosis.
Subandi (dalam Bukhori, 2004:27) menyatakan bahwa dalam pandangan teori hipnosis,dzikir dapat dipandang sebagai bentuk self-hypnosis, karenapada saat dzikir perhatian seseorang dipusatkan pada objekdzikir, sehingga semakin lama dia makin tidak merasakanrangsangan yang ada di sekitarnya. Dengan demikian,dalam kondisi sebagaimana tersebut, seseorang akanmemperoleh ketenangan.
Di samping ada unsur self-hypnosis, zikir juga mengandung unsur katarsis. Prinsip pokok dalam dzikir adalah pemusatan pikiran dan perasaan pada Allah dengan cara menyebut nama-Nya berulang-ulang, menyebabkan dzakirin akan mempunyai pengalaman berhubungan dengan Allah (Bastaman,1995:161). Secara psikologis,akibat perbuatan mengingat Allah ini dalam alam kesadaranakan berkembanglah penghayatan akan kehadiran Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih, yang senantiasa mengetahui segala tindakan yang nyata maupun yang tersembunyi. Ia tidak akan merasa hidup sendirian di dunia ini, karena ada dzat Yang Maha Mendengar keluh kesahnya yang mungkin tidak dapat diungkapkan kepada siapapun (Bastaman, 1995: 161). Jadi dengan dzikir itu seseorang setiap saat dapat senantiasa tentrsm (Adi dalam Bukhori,2004: 28).
Penelitian Effa Naila Hady menunjukkan bahwa para responden (pengamal dzikrullah di Alkah Baitul Amin, Cilandak, Jakarta) pada umumnya menghayati perasaan tenang dan benar-benar merasakan bahwa kehidupan mereka lebih tenteram dan bermakna setelah mereka melazimkan diri mengamalkan dzikrullah (Bastaman, 1995:161).
Sejalan dengan itu, penelitian Ratna Juita tentang efekberzikir terhadap  relaksasi (ketenangan) dengan mengukurdenyut jantung mereka sebelum dan sesudah berdzikir.Hasil wawancara Ratna Juita hampir sama dengan hasilwawancara Effa Naila Hady, sedangkan pengukuran jantung menunjukkan bahwa ada penurunan frekwensidenyut jantung yang signifikan sebelum dan sesudahberdzikir. Hal ini berarti dzikrullah mempunyai pengaruh  relaksasi yang signifikan terhadap kelompok respondenyang diteliti (Bastaman, 1995: 161). Subandi menyatakanbahwa pengalaman yang tidak dapat diceritakan sebagaisalah satu efek dzikir, umumnya perasaan itu mengarahkepada hal yang positif.Misalnya perasaan tenteram,damai, bahagia, gembira, bergelora dan sebagainya Subandi(dalam Bukhori, 2004: 29).
2.      Penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. McCollough, guru besar psikologi di Universitas Miami, amerikan Serikat. Dalam penelitian yang telah dipublikasikan di Psychological Bulletin edisi januari 2009, McCollough memberikan beberapa kesimpulan antara lain sebagai berikut. Pertama, bahwa ritual keagamaan, seperti shalat dan meditasi, jelas mempengaruhi bagian otak manusia yang paling penting untuk mengendalikan diri dan mengatur emosi. Ketika seseorang menganggap tujuan mereka sebagai “ibadah”, maka mereka akan memusatkan lebih banyak tenaga dan usaha meraih tujuan tersebut. Karenanya, pelaku akan focus terhadap tujuannya tersebut. Kedua, bahwa kehidupan beragama mampu berkontribusi untuk mengendalikan diri seseorang. Alasannya, karena kehidupan beragama memberi standar yang jelas dalam berprilaku, yang menyebabkan seseorang mampu melihat kekurangan tingkah lakunya. Juga memberi kesadaran bahwa Tuhan senantiasa mengawasi tingkah lakunya itu. Ketiga bahwa fakta dari kehidupan orang beragama adalah kecenderungan untuk mengendalikan diri dari prilaku negative (Ahmadie Thaha 2009, hlm. 6-7).
            Dari penjelasan tentang bukti-bukti penelitian ilmiah yang berhubungan dengan kebahagian di saat beragama, ketentraman jiwa, damai, bahagia, gembira, bergelora dan sebagainya di saat berzikir.Serta ditemukan tentang korelasi antara hidup beragama dengan kemampuan mengendalikan diri dan mengatur emosi Maka dapat disimpulkan : pada hakikatnya semakin kita berzikir maka akan semakin dekat dengan Allah yang menimbulkan rasa ketentraman hati. Kalau hati tentram, maka jiwa pun akan ikut tentram, damai, gembira.

H.    Analisis Teori
Manusia adalah ciptaan Allah.Pada hakikatnya adalah untuk mengabdi. Dengan berzikir manusia akan mendapatkan ketentraman jiwa. Konsep al-Insaan, dalam  konsep ini di dalam al-Qur’an menjelaskan bahwasanya manusia mempunyai sifat-sifat negatif antara lain: amat zhalim, bodoh, putus asa, kafir, melampaui batas, tidak tahu berterima kasih, mengingkari nikmat, kikir, sombong, tergesa-gesa, serta ragu terhadap adanya hari akhir. Sifat-sifat negatif inilah yang menyebabkan manusia berhak di didik.
Begitu juga Konsep al-Ins,dalam konsep ini di dalam al-Qur’an menjelaskan bahwasanya manusia mempunyai 2 potensi: yaitu potensi manusia untuk menjadi makhluk peradaban, karena mempunyai sifat menetap, tidak liar dan harmonis. Potensi yang kedua, manusia juga mempunyai potensi untuk berkolaborasi, bersekutu dengan syetan.Allah menciptakan segala sesuatu yang ada di dunia ini berpasang-pasangan, ada yang haq dan ada yang bathil, ada gembira dan ada derita.Allah menciptakan segala hal tidak abadi.
Derita dan gembira akan datang silih berganti menghadang setiap insan yang hidup di dunia ini (Faridl, 2000: 1). Tapi manusia memang tetap manusia.Mereka memiliki sejumlah kelebihan dan kekurangan.Manusia memiliki berbagai kelemahan yang menempel pada diri sendiri, mereka memiliki potensi untuk gelisah dan resah, tidak mampu bersabar dan tidak pandai bersyukur.Kecuali mereka yang mempunyai keyakinan yang amat sangat bahwa hanya dengan mengingat dan merindukan Allah, hanya dengan menyebut-nyebut nama-Nya setiap saat, meyakini dan mengamalkan ayat-ayat-Nya, maka jiwanya menjadi tenang.Betapa indah bila seseorang memiliki hati yang senantiasa tertata, terpelihara, dan terawat dengan sebaikbaiknya.Ia akan senantiasa merasakan lapang, tenang, tenteram, sejuk dalam menikmati indahnya hidup di dunia ini. Semua itu akan tercermin dalam setiap gerak-gerik, perilaku, tutur kata, tatapan mata, sunggingan senyum, riak air muka, bahkan diamnya sekalipun.
Orang yang hatinya tertata dengan baik takkan pernah sedikitpun merasa gelisah, bermuram durja, ataupun gundah gulana. Kemanapun ia pergi dan di manapun ia berada, ia selalu mampu mengendalikan hatinya. Dirinya senantiasa selalu berada dalam kondisi damai dan mendamaikan, tenang dan menenangkan, tenteram dan menenteramkan. Hatinya tertambat bukan pada hal-hal yang fana melainkan selalu ingat dan merindukan Dzat yang maha memberi ketenangan, Allah Azza wa Jalla(Gymnastiar, 2001: 45).
Untuk mendapatkan ketenangan jiwa maka seseorang haruslah ingat kepada Allah (dzikir). Dzikir merupakan salah satu cara olah batin untuk melepaskan atau menjauhkan diri dari segala keruwetan dan gangguan lahir, batin ataupun segala sesuatu yang mengganggu pikiran seperti kebisingan, keramaian atau berbagai angan-angan dalam pikiran. Dengan berdzikir dan bertawakal kepada Allah maka akan mendapatkan ketenangan dan keteduhan jiwa sehingga terhindar dari rasa takut dan bebas dari himpitan hidup yang sedang dihadapi.
Mengenai ketidak tentraman hati manusia, sesungguhnya Islam telah memberikan obat berupa penjelasan kepada manusia melalui firman Allah Swt dalam QS. Ar-ra’d/13: 28 yang berbunyi :
tûïÏ%©!$#(#qãZtB#uäûÈõuKôÜs?urOßgç/qè=è%̍ø.ÉÎ/«!$#3Ÿwr&̍ò2ÉÎ/«!$#ûÈõyJôÜs?Ü>qè=à)ø9$#ÇËÑÈ
28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram (QS. Ar-ra’d/13: 28).

Berkaitan dengan ayat ini, Imam Ibnu Katsir menjelaskan: "Maksudnya, hati akan menjadi baik dan menjadi senang ketika menuju ke sisi Allah. Hati menjadi tenang ketika mengingat Allah, dan hati merasa puas ketika merasa bahwa Allah adalah Pelindung dan Penolongnya" (Tafsir Ibnu Katsir, QS ar Ra'd / 13 ayat 28).
Di dalam al-Qur’an kata dzikir disebut sebanyak 267 kali dengan berbagai bentuk kata.Diantaranya bermakna mengingat Allah dalam arti menghadirkan dalam hati. Diantaranya: (QS. Thaaha ayat 14), (QS. Ali Imran: 191), (QS. al-Baqarah/2: 152), (Qs al-Ahzab, :41), (QS. Al-Ahzab, 35).
Sedangkan dalam hadis, banyak anjuran dzikir juga terdapat dalam beberapa hadist Nabi. Diantaranya: Dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah s.a.w. beliau bersabda, "Barangsiapa yang membaca subhanallah setiap selesai shalat 33 x membaca alhamdulillah 33 x, membaca Allahu Akbar 33x hingga menjadi 99. beliau bersabda lalu disempurnakan menjadi seratus dengan Laa ilaha illallah wahdahu' laa syarikalah, lahul mulku walahul hamdu wahuwa ala kulli Syaiin qadir, diampuni dosanya sekalipun seperti buih lautan. (HR. Muslim).
Bahkan dalam Hadis disebutkan:
“Allah ta’ala berfirman: apabila hamba-Ku berdzikir kepada-Ku sendirian, Akupun akan menyebut namanya sendirian. Apabila hamba-Ku menyebut nama-Ku dalam satu kumpulan, Akupun akan menyebut namanya dalam kumpulan yang lebih utama dari kumpulan dia, dan apabila dia mendekati-Ku satu hasta, Aku akan mendekatinya satu siku. Apabila dia mendekatiku sambil berjalan, Aku akan mendekatkan diri kepadanya sambil berlari” (HR. Muslim).

Rasulullah SAW juga pernah menggambarkan perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah seperti orang yang hidup, sementara orang yang tidak berdzikir kepada Allah sebagai orang yang mati:
"Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah dan orang yang tidak berdzikir, adalah seumpama orang yang hidup dan mati" (HR. Bukhari).

Ciri-ciri ketenangan jiwa sebagai berikut: sabar, ingat kepada Allah, tidak gelisah, fikiran tidak kusut, tidak putus asa, tidak ketakutan, tidak cemas, tidak ragu-ragu, tidak duka cita (Hamka, 1999: 3761).Iman adalah menyebabkan senantiasa ingat kapada Tuhan, atau dzikir.Iman menyebabkan hati kita mempunyai pusat ingatan atau tujuan ingatan.Dan ingatan kepada Tuhan itu menimbulkan tenteram, dan dengan sendirinya hilanglah segala macam kegelisahan, fikiran kusut, putus asa, ketakutan, kecemasan, keragu-raguan dan duka cita.Sebaliknya Hati yang telah sakit akan bertambahsakit, dan puncak segala penyakit hati ialah kufur akan nikmat Allah.
Hati yang telah tenteram menimbulkan sikap hidup yang tenang, dan ketenangan memelihara nur di dalam jiwa yang telah dibangkitkan oleh Iman. Sehingga hanya perbuatan baik saja yang akan diamalkan, Ilham Allah selalu tertumpah dan hidup pun menjadi bahagia tenteram karena kekayaan terletak dalam hati. Kebahagiaan di dunia itu pun menentukan tempat bahagia pula kelak di akhirat, yaitu surga yang telah disediakan Allah sebagai tempat kembali yang terakhir.Betapa indah sekiranya jika memiliki hati yang senantiasa tertata, terpelihara dan terawat dengan sebaik-baiknya.
Pemiliknya akan senantiasa merasakan lapang, tenang, tenteram sejuk dalam menikmati indahnya hidup di dunia ini. Semua itu akan tercermin dalam setiap gerak gerik, prilaku, tutur kata, tatapan mata, sunggingan senyum, riak air muka, bahkan diamnya sekalipun. Orang yang hatinya tertata dengan baik takkan pernah sedikitpun merasa gelisah, bermuram durja, ataupun gundah gulana. Kemanapun ia pergi dan di manapun ia berada, ia selalu mampu mengendalikan hatinya. Dirinya senantiasa selalu berada dalam kondisi damai dan mendamaikan, tenang dan menenangkan, tenteram dan menenteramkan. Hatinya tertambat bukan pada hal-hal yang fana melainkan selalu ingat dan merindukan Dzat yang maha memberi ketenangan, Allah Azza wa Jalla (Gymnastiar, 2001: 45).
Dari beberapa penjelasan yang telah ditulis pada bagian pendahuluan sampai akhir maka  dapat di rumuskan teori yang berjudul Teori Zikrullah Menentramkan Jiwa. Zikrullah artinya adalah berzikir kepada Allah. Hendaknya manusia selalu berzikir kepada Allah sehingga hatinya menjadi tentram, dan kalau hati tentram maka jiwa pun akan tentram.

I.       Simpulan
Dari hasil paparan, penjelasan dan analisa sebagaimana disampaikan dalam pembahasan, maka dapat disimpulkan:
1.      Bahwa secara ilmiah setelah dilakukan penelitian ditemukan tentang korelasi antara hidup beragama dengan kemampuan mengendalikan diri dan mengatur emosi.
2.      Ciri-ciri ketenangan jiwa sebagai berikut: sabar, ingat kepada Allah, tidak gelisah, fikiran tidak kusut, tidak putus asa, tidak ketakutan, tidak cemas, tidak ragu-ragu, tidak duka cita (Hamka, 1999: 3761). Iman menyebabkan senantiasa ingat kapada Tuhan, atau dzikir. Iman menyebabkan hati kita mempunyai pusat ingatan atau tujuan ingatan. Dan ingatan kepada Tuhan itu menimbulkan tenteram, dan dengan sendirinya hilanglah segala macam kegelisahan, fikiran kusut, putus asa, ketakutan, kecemasan, keragu-raguan dan duka cita.
3.      Bahwa semakin kita banyak berzikir maka akan semakin dekat dengan Allah yang menimbulkan rasa damai, bahagia, gembira, bergelora dan sebagainya yang menimbulkan ketentraman hati.
4.      Jika adab berdzikir dipelihara, maka orang yang berzikir itu akan memperoleh manfaat dari bacaannya, dan tentu akan menemukan kesan dzikirnya sebagai suatu kemanisan dalam hatinya, suatu cahaya bagi jiwanya, suatu kelapangan dalam dadanya dan suatu limpahan dari Allah, kalau Allah SWT menghendaki.
5.      Bahwa “Teori zikrullah dalam menentramkan jiwa’’ didasarkan pada semakin banyak  mengingat Allah, maka hati manusia akan tambah tentram. Kalau hati sudah tentram, maka jiwanya pun akan ikut tentram.


DAFTAR PUSTAKA


Abbas, Abu Thohir bin, Tafsir Ibnu Abbas, Beirut: Darul Fikri, 1995.

Abu Thalib Al-Makky, Ilmu Hati; Teknik Efektif Mencapai Kesadaran Sejati, Surabaya: Erlangga, 2002.

Abdur Rahman bin Nashir as Sa'di, Taisir al Karimir Rahman fi Tafsir Kalamal Mannan, (QS ar Ra'd / 13 ayat 28).

Adlany Hazri, et al, al-Qur’an Terjemah Indonesia (Jakarta: Sari Agung,2002).

Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: Rajawali Pers, 1992.

al Maroghie, Ahmad Musthofa, Tafsir al Maroghie, jilid 7, Juz: 21, Beirut: Darul Fikri

Al-Ghazali Ihya’ Ulum al-din Juz III Surabaya : Hidayah, tt

Alqaththan, Manna’, Studi Ilmu-ilmu al-Quran, terj. Muzakkir AS, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 1996

B. Soerin, Az-Zikra terjemahan dan tafsir Al-Qur’an dalam huruf arab dan latin. Bandung: Angkasa. 2002

Basri Ibn Asghary, Solusi al-Qur’an tentang Problema Sosial, Politik, Budaya, Jakarta: Rinika Cipta, 1994.

Copmac Disc (CD) “Mausu’ah al Hadits as Syarif al Kutubut Tasi’ah”, Sunan Abu dawud, hadits no. 4441.

Darajat, Zakiyah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Bulan Bintang, 1996, Cet ke-15

Daradjat, Zakiyah, Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung  Agung, 1983 .

Daradjat, Zakiyah, Peranan Agama dalam kesehatan mental, Jakarta: Haji Mas Agung, 1990.

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1988

Departemen P dan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990.

Hardy, Malcom, dan Steve Heyes, Terj. Soenardji, Pengantar Psikologi, Jakarta : Erlangga, 1986, Edisi ke-2

Irwanto, Danny I. Yatim- Kepribadian Keluarga Narkotika, Jakarta : Arcan, 1991, Cet. Ke-1

Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 2001

Katsir, Ibnu, Ismail Ibn Katsir, Al-Misbahul Munir Fii Tahdzib Tafsiir Ibnu Katsir, Riyadh: Daarus Salaam Lin Nasyr Wa Tauzi, 2000, cet-II

Musthafah, A. Tafsir Al-Maraghi. Semarang: CV Toha Putra Semarang. 1993

Nata, Abudin, Tafsir ayat-ayat pendidikan. Jakarta: PT Grafindo Persada, 2002

Nawawi Ismail, Risalah Pembersih Jiwa: Terapi Prilaku Lahir & Batin Dalam Perspektif Tasawuf , Surabaya: Karya Agung Surabaya, 2008.

Patriajaya, Bella Direktur RSJ Soeharto Heerdjan Grogol, Jumat (11/4)). beritajakarta.com/read/.../Penderita_Gangguan_Jiwa_di_Jakarta_Mening...11 Apr 2014 - Selasa, 08 Desember 2015

Rakhmat,The Road To Allah.

Shihab, Quraish, Membumikan al-Quran, Bandung: Mizan, 1994

Shaleh Bin Ghanim As-Sadlan, Doa Dzikir Qouli dan Fi’li: (Ucapan dan Tindakan), Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1999.

Su’dan, al-Qur’an dan panduan kesehatan masyarakat, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997. 

Thaha, Ahmadie, Agama Penentu Pengendalian Diri, dalam majalah Tazkiyah an-Nafs Qalam, Edisi I. Tahun I. Tahun 2009.

TIM Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1988, Cet. Ke-1

Umary Barmawie, Materi Akhlak, Solo: Ramadhani, 1995.

Yahya, M. Slamet, “Potensi Dasar Manusia”, Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan,INSANIA, Vol. 12, No. 2, Mei-Agustus 2007.

Ya’kub Hamzah, Etika Islam, Bandung: CV. Diponegoro, 1996.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Manajemen SDM Pendidikan MPI II-IV 24-25

  Mata Kuliah                  :  MANAJEMEN SDM PENDIDIKAN                     Dosen Pengampu        :  Dr.  Darul Abror, M.Pd.      Program...