A.
Latar Belakang
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah.Pada hakikatnya adalah untuk
mengabdi.Beragam pendapat yang dikemukakan seputar hakikat manusia.Pendapat
tersebut tergantung dari sudut pandangan masing-masing.Ada sejumlah konsep yang
mengacu kepada makna manusia sebagai makhluk. Dilihat dari sudut pandang etika,
manusia disebut homo sapiens, yaitu
makhluk yang memiliki akal budi. Lalu manusia juga disebut animal rational, karena memiliki kemampuan berpikir.Berdasarkan
pendekatan kemampuan berbahasa, manusia dinamakan homo laquen.Mereka yang menggunakan pendekatan kebudayaan menyebut
manusia sebagai homo faber atau toolmaking animal. Makhluk yang mampu
membuat perangkat peralatan (Murni Jamal: 81).
Merupakan sunnatullah, manusia akan menghadapi berbagai macam
persoalan kehidupan di dunia. Seperti firmanNya:
Kamu
sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu
benar-benar akan mendengar dari orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu
dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang
menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian
itu termasuk urusan yang patut diutamakan (Âli 'Imraan/3 : 186).
Dilihat dari gejala yang terjadi di masyarakat adanya ketidak
tentraman jiwa manusia atas permasalahan hidup. Disebabkan tekanan ekonomi,
beban pekerjaan, tata kota yang buruk, hingga penyakit kronis yang diderita
membuat masyarakat stres. Padahal, stres bisa memengaruhi produktivitas,
meningkatkan keparahan penyakit, hingga memunculkan gangguan sosial.Hal ini
dapat dilihat dari data riset kesehatan dasar (riskesdas) Departemen Kesehatan
tahun 2014 menyebutkan, terdapat 1 juta jiwa pasien gangguan jiwa berat dan 19
juta pasien gangguan jiwa ringan di Indonesia. Dari jumlah itu, sebanyak
385.700 jiwa atau sebesar 2,03 persen pasien gangguan jiwa terdapat di Jakarta
dan berada di peringkat pertama nasional(Bella Patriajaya 2015).
Begitu juga dengan Laporan Akhir Survei Perkembangan Penyalahgunaan
Narkoba di Indonesia Tahun Anggaran 2014 oleh BNN: Diperkirakan jumlah
penyalahguna narkoba sebanyak 3,8 juta sampai 4,1 juta orang atau sekitar 2,10%
sampai 2,25% dari total seluruh penduduk Indonesia yang berisiko terpapar
narkoba di tahun 2014. Jika dibandingkan studi tahun 2011, angka prevalensi tersebut
relatif stabil (2,2%) tetapi terjadi kenaikan bila dibandingkan hasil studi
tahun 2008 (1,9%). Hasil proyeksi perhitungan penyalahguna narkoba dibagi
menjadi 3 skenario, yaitu skenario naik, skenario stabil, dan skenario turun.
Pada skenario naik, jumlah penyalahguna akan meningkat dari 4,1 juta (2014) menjadi
5,0 juta orang (2020). Sementara bila scenario turun akan menjadi 3,7 juta
orang (2020). Kontribusi jumlah penyalahguna terbesar berasal dari kelompok
pekerja, karena memiliki kemampuan finansial dan tekanan kerja yang besar sehingga
tingkat stress tinggi.Penyalahguna coba pakai memiliki proporsi terbesar,
terutama dari kelompok pelajar/mahasiswa. Sementara itu, pada kelompok pecandu
suntik, polanya cenderung stabil untuk 7 tahun ke depan. Hal yang perlu
dikhawatirkan pada penyalahgunaan narkoba suntik adalah pemakaian bersama alat
suntik yang beresiko tinggi tertular penyakit hepatitis dan HIV/AIDS (BNN 2014).
Diproyeksikan akan terjadi peningkatan kerugian biaya ekonomi &
sosial (sosek) akibat penyalahgunaan narkoba sekitar 2,3 kali lipatnya atau meningkat
dari Rp.63,1 trilyun menjadi 143,8 trilyun di tahun 2020. Biaya yang terjadi
pada kelompok laki-laki jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok perempuan. Jika
dipilah, diperkirakan sebesar Rp.56,1 trilyun untuk kerugian biaya pribadi
(private) dan Rp.6,9 trilyun untuk kerugian biaya sosial. Pada biaya private
sebagian besar digunakan untuk biaya konsumsi narkoba (76%).Jumlah uang yang
beredar pada konsumsi narkoba amat menggiurkan sebagai sebuah peluang bisnis.Sedangkan
pada biaya sosial sebagian besar diperuntukan untuk kerugian biaya akibat kematian
karena narkoba (premature death) (78%).
Fakta bahwa sebagian besar penyalahguna merupakan remaja dan
berpendidikan tinggi yang merupakan modal bangsa yang tidak ternilai, besaran
biaya yang sesungguhnya jauh lebih besar dari biaya hitungan studi ini.Dampak
ekonomi dan sosial penyalahgunaan narkoba yang yang sangat besar ini menggarisbawahi
upaya pencegahan dan penanggulangan narkoba sebagai upaya yang sangat mendesak
(BNN 2014).
Tindakan kriminalitas narkoba dalam mencari ketentraman jiwa atas
permasalahan hidup,karena memiliki kemampuan finansial dan tekanan kerja yang
besar sehingga tingkat stress tinggi, tentunya bertentangan dengan norma-norma
ajaran Islam.Ajaran Islam telah memberikan solusi untuk memberikan ketentraman
dalam hati manusia dalam menghadapi persoalan hidup di dunia.Pada tulisan ini,
penulis akan membahas mengenai bagaimana ayat yang menyebutkan bahwa
orang-orang yang berdzikir akan mendapatkan ketentraman dalam hati melalui
telaah dari ayat dalam al-QuranQS. Ar-ra’d/13: 28.
B.
Paradigma
Wahyu
Mengenai ketidak tentraman jiwa manusia,sesungguhnya Islam telah
memberikan obat berupa penjelasan kepada manusia untuk menentramkan hatinya
melalui zikrullah, melalui firman Allah Swt dalam QS. Ar-ra’d/13: 28 yang
berbunyi :
tûïÏ%©!$#(#qãZtB#uäûÈõuKôÜs?urOßgç/qè=è%Ìø.ÉÎ/«!$#3wr&Ìò2ÉÎ/«!$#ûÈõyJôÜs?Ü>qè=à)ø9$#ÇËÑÈ
28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah
hati menjadi tenteram(QS. Ar-ra’d/13: 28).
Ayat tersebut penulis jadikan sebagai paradigma wahyu guna
menemukan sebuah teori dalam upaya menjawab ketenangan hati seperti apa yang
dimaksud dalam ayat tersebut, khususnya agar hati serta jiwa menjadi tentram
atas segala permasalahan hidup.
C. Penjelasan QS. Ar-ra’d/13: 28
Berkaitan dengan
ayat ini, Imam Ibnu Katsir menjelaskan: "Maksudnya, hati akan menjadi baik
dan menjadi senang ketika menuju ke sisi Allah. Hati menjadi tenang ketika
mengingat Allah, dan hati merasa puas ketika merasa bahwa Allah adalah
Pelindung dan Penolongnya" (Tafsir Ibnu Katsir, QS ar Ra'd / 13 ayat 28).
Sementara,
Syaikh Abdur Rahman bin Nashir as Sa'di rahimahullah, seorang ulama besar dunia
yang hidup antara tahun 1307 H – 1376 H menjelaskan lebih rinci ayat di atas.
Beliau mengatakan:
"Nyatalah,
hanya dengan berdzikir mengingat Allah (hati menjadi tenteram), dan
sewajarnyalah hati tidak akan tenteram terhadap sesuatupun kecuali dengan
mengingat Allah. Sebab, sesungguhnya tidak ada sesuatupun yang lebih lezat dan
lebih manis bagi hati dibandingkan rasa cinta, kedekatan serta pengetahuan yang
benar kepada Penciptanya. Sesuai dengan kadar pengetahuan serta kecintaan
seseorang pada Penciptanya, maka sebesar itu pula kadar dzikir yang akan
dilakukannya. Ini berdasarkan pendapat yang mengatakan, bahwa dzikir kepada
Allah ialah dzikirnya seorang hamba ketika menyebut-nyebut Rabb-nya dengan
bertasbih, ber-tahlil (membaca Laa ilaaha
Illallaah), bertakbir dan dzikir-dzikir lainnya.
Namun ada yang
berpendapat, yang dimaksudkan dengan dzikrullah (dzikir pada ayat di atas)
ialah KitabNya (al Qur`an) yang diturunkan sebagai pengingat bagi kaum
Mukminin. Berdasarkan pendapat ini, maka makna 'hati menjadi tenteram dengan
dzikrullah' ialah, manakala hati memahami makna-makna al Qur`an serta
hukum-hukumnya, hati akan menjadi tenteram. Sesungguhnya makna-makna serta
hukum-hukum al Qur`an memberikan bukti tentang kebenaran yang nyata, didukung
dengan dalil-dalil dan petunjuk-petunjuk yang jelas. Dengan cara demikianlah
hati menjadi tenteram. Sesungguhnya hati tidak akan tenteram, kecuali ketika
mendapatkan keyakinan dan ilmu. Itu semua hanya ada dalam Kitab Allah yang
tertuang secara sempurna. Adapun kitab-kitab lain selain Kitab Allah yang tidak
bisa dijadikan rujukan, maka tidak akan menjadikan hati tenteram. Bahkan
kitab-kitab lain itu akan senantiasa menimbulkan kebingungan-kebingungan,
karena dalil-dalil serta hukum-hukumnya saling bertentangan" (Taisir al
Karimir Rahman fi Tafsir Kalamal Mannan, Syaikh Abdur Rahman bin Nashir as
Sa'di, QS ar Ra'd / 13 ayat 28).
Dari dua
keterangan ulama besar di atas, ketenteraman hati yang hakiki hanya diperoleh
ketika seseorang berdzikir kepada Allah secara benar dan memahami makna-makna
serta hukum-hukum yang ada dalam al Qur`an secara benar pula. Itulah
ketenteraman hati yang sesungguhnya.Jadi dengan berzikir maka hati akan tentram,
maka jiwa pun akan ikut tentram.
D.
Konsep
Dasar Manusia
Manusia adalah makhluk ciptaan
Allah.Pada hakikatnya adalah untuk mengabdi.Manusia yang berzikir akan
mendapatkan ketentraman jiwa. Beragam pendapat yang dikemukakan seputar hakikat
manusia.Pendapat tersebut tergantung dari sudut pandangan masing-masing.Ada
sejumlah konsep yang mengacu kepada makna manusia sebagai makhluk. Dilihat dari
sudut pandang etika, manusia disebut homo
sapiens, yaitu makhluk yang memiliki akal budi. Lalu manusia juga disebut animal rational, karena memiliki
kemampuan berpikir.Berdasarkan pendekatan kemampuan berbahasa, manusia
dinamakan homo laquen.Mereka yang
menggunakan pendekatan kebudayaan menyebut manusia sebagai homo faber atau toolmaking
animal. Makhluk yang mampu membuat perangkat peralatan (Murni Jamal: 81).
Dalam al-Qur’an dijelaskan mengenai
konsep manusia dengan menggunakan sebutan: Abd
Allah, Bani Adam, Bani Basyar, al-Insan, al-Ins, al-Nas, dan khalifah Allah.Adapun konsep manusia
yang berhubungan dengan zikir adalah konsep
al-Insaan dan al-Ins.
Konsep al-Insaan, dalam konsep ini
di dalam al-Qur’an menjelaskan bahwasanya manusia mempunyai sifat-sifat negatif
antara lain: amat zhalim, bodoh, putus asa, kafir, melampaui batas, tidak tahu
berterima kasih, mengingkari nikmat, kikir, sombong, tergesa-gesa, serta ragu
terhadap adanya hari akhir. Sifat-sifat negatif inilah yang menyebabkan manusia
berhak dididik.
Konsep al-Ins,dalam konsep ini di dalam al-Qur’an menjelaskan bahwasanya
manusia mempunyai 2 potensi: yaitu potensi manusia untuk menjadi makhluk
peradaban, karena mempunyai sifat menetap, tidak liar dan harmonis. Potensi
yang kedua, manusia juga mempunyai potensi untuk berkolaborasi, bersekutu
dengan syetan.
Adapun penjelasannya sebagai
berikut:
1. Konsep al-Insaan
Kata al-Insaan dijumpai sebanyak
65 kali dalam al-Qur’an. Diantaranya: Allah mengambarkan bahwasanya tiap-tiap
manusia telah kami tetapkan amal perbuatannya (QS. al-Israa’/17: 13), manusia
dijadikan bersifat lemah (QS. an-Nisaa’/4: 28), manusia mendoa untuk kejahatan
sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan, serta bersifat tergesa-gesa(QS.
al-Israa’/17: 11); (QS. al-Anbiyaa’/ 21: 37), syaitan adalah musuh yang nyata
bagi manusia (QS. al-Israa’/17: 53);( QS. Yusuf/12: 5), manusia selalu tidak berterima kasih(QS.
al-Israa’/17: 67); (QS. Huud/11: 9), Allah mengabarkan bahwasanya manusia
apabila diberi kesenangan niscaya berpalinglah dariNya, dan membelakang dengan
sikap yang sombong; dan apabila ditimpa kesusahan maka berputus asa (QS.
al-Israa’/17: 83); (QS. Fushshilat/41: 49, 51); penciptaan manusia dari tanah
(QS. as-Sajdah/32: 7); (QS. al-Hijr/15: 26); (QS. al-Balad/ 99: 4); (QS.
at-Tiin/95: 4);(QS. al-Mu’minuun/23: 12); (QS. Qaaf/55: 16); (QS. al-Insaan/
76: 1), penciptaan manusia dari setetes mani (QS. an-Nahl/16: 4); (QS.
ar-Rahmaan/55: 3 dan 14); (QS. al-‘Alaq/96: 2); (QS. Yaasiin/36: 77); (QS.
al-Insaan/ 76: 2), pertanyaan bagi manusia, apakah manusia akan mendapat segala
yang dicita-citakannya? (QS. an-Najm/53: 24), seorang manusia tiada memperoleh
selain apa yang telah diusahakannya (QS. an-Najm/53: 39), bujukan orang-orang
munafik itu adalah) seperti (bujukan) shaitan kepada manusia (QS. al-Hasyr/59:
16), manusia ditimpa bahaya, maka berdoa kepadaNya, tetapi setelah Kami
hilangkan bahaya itu daripadanya, manusia kembali sesat (QS. Yunus/10: 12);
(QS. as-Syuuraa/42: 48); (QS. az-Zumar/ 39: 8 dan 49), manusia itu, sangat
zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah) dan bodoh (QS. Ibrahim/14: 34); (al-Ahzaab/33:
72); (Q. al-Infithaar/82: 6), manusia itu sangat kikir dan berkeluh kesah (QS.
al-Israa’/17: 100); (QS. al-Ma’aarij/ 70: 19), tidak ada sesuatupun yang
menghalangi manusia dari beriman (QS. al-Kahfii/18: 55), keraguan manusia akan
hari kiamat (QS. Maryam/19: 66); (QS. al-Qiyaamah/75: 3), Allah menyuruh
manusia berpikir bahwasaNya Allah yang menciptakannya (QS. Maryam/19: 67),
manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus (QS. al-Qiyaamah/75: 5), hari
pembalasan terhadap manusia atas segala perbuatannya (QS. al-Qiyaamah/75: 13);
(an-Naazi’aat/79: 35); (QS. ‘Abasa/80: 17); (QS. al-Fajr/ 89: 23),dan manusia
bertanya: "Mengapa bumi (menjadi begini)?" (QS. al-Zalzalah/99: 3),
manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri (QS. al-Qiyaamah/75: 14),
manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung
jawaban) di hari kiamat (QS. al-Qiyaamah/75: 36), perintah Allah agar manusia
memperhatikan makanannya (QS. ‘Abasa/80: 24), manusia yang beriman pasti
menemui Allah (al-Insyiqaaq/84: 6), perintah untuk berpikir dari apa manusia
diciptakan (QS. at-Thaariq/86: 5), manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu
dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka akan berkata: "Tuhanku
telah memuliakanku" (QS. al-Fajr/89: 15), manusia sangat mengingkari
nikmat (QS. al-Hajj/22: 66); (QS. az-Zuhruf/43: 15); (QS. asy-Syuuraa/42: 48);
(QS. al-‘Adiyaat/100: 6), kewajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua
orang ibu bapaknya (QS. al-‘Ankabuut/29: 8); (QS. Luqman/31: 14); (QS.
al-Ahqaf/46: 15), manusia telah melampaui batas (QS. al-‘Alaq/96: 5-6), manusia
dalam kerugian (QS. al-‘Ashr/103:2).
Disini dapat disimpulkan bahwasanya
konsep al-Insaan di dalam al-Qur’an
menjelaskan bahwasanya manusia mempunyai sifat-sifat negatif antara lain: amat
zhalim, bodoh, putus asa, kafir, melampaui batas, tidak tahu berterima kasih,
mengingkari nikmat, kikir, sombong, tergesa-gesa, serta ragu terhadap adanya hari
akhir. Berikutnya Allah mengingatkan manusia bahwasanya penciptaannya dari
tanah dan setetes air mani. Selanjutnya Allah mengingatkan manusia supaya
berhati-hati akan apa yang akan dimakan. Allah juga mengingatkan manusia untuk
ingat akan hari akhir/hari pembalasan terhadap segala amal perbuatannya. Hanya
manusia yang berimanlah yang akan bertemu dengan Allah kelak.
Menurut Masiyan M. Syam (2009), dalam
al-Qur’an, kata al-Insaan yang
berakar kata dari huruf hamzah (ء), nun (ن), dan sin (س), memiliki kata turunan (derifasi) ins (إنس), unaas (أناس), anaasiyy
(أناسي), insiyy (إنسي), dan al-Naas
(الناس). Dari hasil
pencarian kata derifasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a). Kata
derifasi ins (إنس), ditemukan sebanyak 11 ayat yang terdapat pada surat:
(QS.an-Naml/27:17);(QS.Fushshilat/41:25,26);(QS.al-Ahqaaf/46:18); (QS.azzariyat/51:56);
(QS. ar-Rahmaan/55: 33,39, 56, 74); (QS. al-Jin/72:5-6).
b). Kata unaas (أناس) yang merupakan derifasi lainnya ditemukan sebanyak
5 ayat yang terdapat dalam surat (QS. al-Baqarah/2:60);(QS. al-A’raaf/7:82,
160);(QS. al-Israa’/17:71); (QS. an-Naml/27:56).
c). Kata anaasiyy (أناسي) hanya ditemukan pada surat (QS. al-Furqaan/25:49).
d). Kata insiyy (إنسي) ditemukan hanya pada surat (QS. Maryam/19:26).
e). al-Naas (الناس) ditemukan sebanyak 179 ayat.
Kata ins (إنس) diartikan lawan dari jin. Anaasiyy (أناسي) adalah jamak dari al-ins. Insiyy (إنسي) adalah sesuatu yang dinisbahkan kepada manusia.Unaas (أناس) adalah jamak dari al-ins, dan al-Naas (الناس) berarti manusia (Masiyan M. Syam 2009).
Menurut M.
Quraish Shihab, kata ini berasal dari akar kata uns yang berarti jinak,
tampak, dan harmonis. Penggunaan kata al-Insaan dalam al-Qur’anuntuk
menggambarkan manusia dengan segala totalitasnya (M. Quraish Shihab 1996, hlm. 280).Secara
biologis manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS. At-tiin/ 95:
4).
Disini
dapat disimpulkan bahwasanya manusia secara fisik diciptakan dalam bentuk
sebaik-baiknya.Struktur maupun postur tubuh manusia terlihat demikian sempurna,
sehingga mempermudah manusia untuk menjalani kehidupannya. Akan tetapi, dalam
konteks konsep al-Insaan dalam al-Qur’an, manusia tak lepas dari
sifat-sifat negatif yang dimilikinya, seperti: amat zhalim, bodoh, putus asa,
kafir, melampaui batas, tidak tahu berterima kasih, mengingkari nikmat, kikir,
sombong, tergesa-gesa, serta ragu terhadap adanya hari akhir. Allah
mengingatkan manusia bahwasanya penciptaannya dari tanah dan setetes air mani.
Selanjutnya Allah mengingatkan manusia supaya berhati-hati akan apa yang akan
dimakan. Allah juga mengingatkan manusia untuk ingat akan hari akhir/hari
pembalasan terhadap segala amal perbuatannya. Hanya manusia yang berimanlah
yang akan bertemu dengan Allah kelak.
2. Konsepal-Ins
Kata al-Ins didalam
al-Qur’an disebut sebanyak 17 kali, yang tersebar dalam 12 surat.Adapun konsep al-Ins dalam al-Qur’andisebut antara
lain: Allah menjadikan tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari
jenis) manusia dan (dan jenis) jinyang berupaya menipu manusia agar tidak beriman
kepada Nabi (QS. al-An’aam/6: 112),
Allah bertanya kepada golongan jin dan manusia pada hari kiamat, apakah
belum datang kepada mereka Para Rasul (QS. al-An’aam/6: 130), Allah menyeru
kepada umat manusia yang durhakauntuk masuk ke dalam neraka bersama umat-umat
jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum manusia (QS. al-A’raaf/7: 38).
Konsep al-Ins terkait
dengan hakikat penciptaan manusia. Hubungan ini di jelaskan dalam al-Qur’an:
Dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku (QS. az-Zaariyaat/51: 56).
Dalam ayat ini manusia di pasang
gandakan dengan jin sebagai makhluk non-fisik. Meskipun demikian, pada tataran
hakikat keduanya di ciptakan atas dasar yang sama. Hanya untuk menyembah dan
mengabdi kepada Sang Maha Pencipta. Keduanya juga punya peluang untuk ingkar
hingga merugikan diri sendiri (QS. al-Ahqaaf/46: 18). Juga diungkapkan
al-Qur’an, bahwa manusia selaku al-Ins
punya peluang untuk jadi penyesat dan berkolaborasi dengan setan
(QS.Fushshilat/41: 29) (Jalaluddin 2010, 91-90).
Konsep ini juga menggambarkan
manusia sebagai makhluk yang jinak dan harmonis, senang menetap, serta dinamis
(M. Quraish Shihab, hlm. 19-20).Konsep al-Ins
mengacu kepada potensi manusia untuk menjadi makhluk peradaban.Sebuah peradaban
hanya mungkin di ciptakan oleh makhluk yang menetap, tidak liar, dinamis, dan
harmonis.Tidak liar dan menetap, berarti manusia berpotensi untuk membangun
sistem kehidupan yang mantap.Sedangkan dinamis menggambarkan peluang manusia
untuk mengembangkan potensi diri, berkreasi dan berinovasi. Lalu harmonis jadi
penopang bagi pembinaan norma kehidupan bersama secara baik (Jalaluddin 2010,
90-91).
Disini dapat disimpulkan bahwasanya
sebagai al-Ins, manusia mempunyai 2
potensi: yaitu potensi manusia untuk menjadi makhluk peradaban, karena
mempunyai sifat menetap, tidak liar dan harmonis. Potensi yang kedua, manusia
juga mempunyai potensi untuk berkolaborasi, bersekutu dengan syetan.
E.
KEUTAMAAN
ZIKIR
Dzikir ditinjau dari segi bahasa (lughatan) adalah mengingat, sedangkan dzikir secara istilah adalah
membasahi lidah dengan ucapan-ucapan pujian kepada Allah (Ismail Nawawi 2008,
hlm .244).
Secara etimologi dzikir berasal dari kata “zakara” berarti menyebut, mensucikan, menggabungkan,
menjaga, mengerti, mempelajari, memberi dan nasehat. Oleh karena itu dzikir
berarti mensucikan dan mengagungkan, juga dapat diartikan menyebut dan
mengucapkan nama Allah atau menjaga dalam ingatan (mengingat) (Hazri Adlany
2002, hlm. 470).
Dzikir merupakan ibadah hati dan lisan yang tidak mengenal
batasan waktu.Bahkan Allah menyifati ulil
albab, adalah mereka-mereka yang senantiasa menyebut Rabnya, baik dalam
keadaan berdiri, duduk bahkan juga berbaring.Oleh karenanya dzikir bukan hanya
ibadah yang bersifat lisaniyah, namun
juga qalbiyah.Imam Nawawi menyatakan
bahwa yang afdhal adalah dilakukan
bersamaan di lisan dan di hati.jika harus salah satunya, maka dzikir hatilah
yang lebih di utama. Meskipun demikian, menghadirkan maknanya dalam hati, memahami
maksudnya merupakan suatu hal yang harus diupayakan dalamdzikir (Imam Nawawi, hlm.
244).
1. Dzikir
dalam al-Qur’an
Di
dalam al-Qur’an kata dzikir disebut sebanyak 267 kali dengan
berbagai bentuk kata.Diantaranya bermakna mengingat Allah dalam arti
menghadirkan dalam hati.
Artinya: Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak
ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk
mengingat Aku. (QS. Thaaha ayat 14).
Allah memuji orang yang selalu berdzikir dalam
setiap keadaan.Bahkan ketika kita mencari anugerah Allah, bekerja mencari
nafkah.al-Qur’an menyebutkan:
Artinya:
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kamidari siksa neraka.(QS. Ali Imran: 191).
Perintah
dzikir yang lain disebutkan dalam al-Qur’an Al-Baqarah, 152:
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku
ingat kepadamu, danbersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari
(ni’mat)Ku (QS. al-Baqarah/2: 152).
Perintah
Allah agar berdzikir sebanyak-banyaknya termaktub dalam al-Qur’an surat al-Ahzab
ayat 41:
Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan
menyebut nama) Allah, dzikir yang
sebanyak-banyaknya.”(Qs al-Ahzab, :41).
Allah juga menjanjikan ampunan dan surga bagi
orang-orang yangmembiasakan berdzikir. Dalam al-Qur’an disebutkan:
Sesungguhnya
laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min,
laki-laki dan perempuan yang tetap dalamketaatannya, laki-laki dan perempuan
yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang
khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang
berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki
danperempuan yang banyak menyebut nama Allah, Allah telah menyediakanuntuk
mereka ampunan dan pahala yang besar.”(QS. Al-Ahzab, 35).
Allah juga memperingatkan kerugian bagi orang-orang
yangmelupakannya. Dalam firmannya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah
harta-hartamu dan anak-anakmumelalaikan kamu dari mengingat Allah.Barang siapa
yang berbuatdemikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.”(QS.
Al-Munafiqunayat 9).
Ayat lain yang menegaskan tentang larangan melupakan
dzikir termaktubdalam al-Qur’an:
Dan janganlah
kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, laluAllah menjadikan mereka
lupa kepada diri mereka sendiri, mereka itulahorang-orang yang fasik. (QS.
Al-Hasyr ayat 19).
Orang-orang
yang membiasakan dzikir adalah orang-orang yangmengambil manfaat ayat-ayat
tentangnya, dan mereka adalah Ulil Albab, yakniorang-orang yang mau berfikir.
Seperti firman Allah:
Maka apabila kamu
telah menyelesaikan shalatmu, ingatlah Allahdiwaktu berdiri, diwaktu duduk dan
waktu berbaring.Kemudian apabilakamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat
itu.Sesungguhnyashalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas
orang-orangyang beriman. (QS. An-Nisa’ Ayat 103).
2. Dzikir
dalam Hadits
Anjuran
dzikir juga terdapat dalam beberapa hadist Nabi.
Dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah s.a.w. beliau
bersabda, "Barangsiapa yang membaca subhanallah setiap selesai shalat 33 x
membaca alhamdulillah 33 x, membaca Allahu Akbar 33x hingga menjadi 99. beliau
bersabda lalu disempurnakan menjadi seratus dengan Laa ilaha illallah wahdahu'
laa syarikalah, lahul mulku walahul hamdu wahuwa ala kulli Syaiin qadir,
diampuni dosanya sekalipun seperti buih lautan. (HR. Muslim).
Pada
hadist lain Rasulullah bersabda:
Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah s.a.w. bersabda,
"Barangsiapa membaca: La ilaha lillallah wahdahu la syari?kalah, lahul
mulku walahul hamdu wahuwa ala kulli Syaiin qadir, dalam sehari seratus kali,
maka sama dengan memerdekakan sepuluh hamba sahaya, dituliskan baginya seratus
kebaikan, dihapuskan darinya seratus kesalahan. Bacaan tersebut menjadi
penghalang baginya dari syetan pada hari itu hingga sore hari.Tidak ada yang
menghadirkan yang lebih utama daripada yang dia hadirkan kecuali orang yang
lebih banyak membacanya daripadanya." (HR. Bukhari).
Pada
lain kesempatan Rasulullah bersabda tentang keutamaan orang yangmelakukan
dzikir secara bersama-sama. Rasulullah SAW bersabda:
“Allah ta’ala berfirman: apabila hamba-Ku berdzikir
kepada-Ku sendirian,Akupun akan menyebut namanya sendirian. Apabila hamba-Ku
menyebutnama-Ku dalam satu kumpulan, Akupun akan menyebut namanya dalamkumpulan
yang lebih utama dari kumpulan dia, dan apabila dia mendekati-Ku satu hasta,
Aku akan mendekatinya satu siku. Apabila dia mendekatikusambil berjalan, Aku
akan mendekatkan diri kepadanya sambil berlari” (HR. Muslim).
Hadist
diatas menyatakan bolehnyadzikir yang dilakukan secara bersama-sama atau
berjamaah. Hadist nabi menyebutkan bahwa orang-orang yangberdzikir akan dapat
memperbaiki amal dan meninggikan derajat.
Dalam
hadist Nabi disebutkan:
“Tidakkah kamu
ingin aku sampaikan kepadamu tentang sesuatu yang dapat memperbaiki amalmu,
mensucikan amalmu di hadapan Tuhanmu,dan meninggikan pada kedudukanmu, yang
lebih baik bagimu dari padabertemu dengan musuh kemudian kamu menebas lehernya
atausebaliknya mereka menebas lehermu?” para sahabat menjawab, “Ya,tentu wahai
Rasulullah.” “Dzikir kepada Allah” kata beliau.”(HR.Tirmidzi) (Shaleh Bin
Ghanim As-Sadlan 1999, hlm. 2-3).
Rasulullah
SAW juga pernah menggambarkan perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah
seperti orang yang hidup, sementara orang yang tidakberdzikir kepada Allah
sebagai orang yang mati:
"Perumpamaan
orang yang berdzikir kepada Allah dan orang yang tidakberdzikir, adalah seumpama
orang yang hidup dan mati" (HR. Bukhari).
Dzikir
dapat dilakukan dalam suatu waktu-waktu tertentu misalnya pagi dan sore, Hadist
Nabi menyebutkan:
“Barang siapa
diwaktu pagi membaca:“Tiada Tuhan selain Allah yang tiada sekutu bagi-Nya, Dia
memilikisegala kekuasaan dan bagi-Nya segala pujian, dan dia maha kuasa
atassegala sesuatu”.Maka sama dengan membebaskan seorang budak keturunan Nabi
Ismail As, ditulis baginya sepuluh kebagusan, dihapus darinya sepuluh
kejelekan,ditinggikan untuknya sepuluh derajat serta ia senantiasa mendapat
perlindungan dari godaan setan hingga sore harinya. Sedang apabila ia mengucap
diwaktu sore, maka baginya seperti itu hingga pagi hari” (HR. Abu Dawud).
Dengan adanya hadist diatas tidak mengartikan dzikir
harus dilakukan dalam waktu-waktu tertentu.Karena amal yang tidak dibatasi
adalah berdzikir.Dalam Islam, seluruh amal ada batas-batasnya. Misalnya puasa,
kita hanya diwajibkan untuk berpuasa pada saat bulan Ramadlan.Demikian pula
haji, kita dibatasi waktu untuk melakukannya. Dalam al-Qur’an mengatakan:
“Berdzikirlah
kamu kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya (QS. Al-Ahzab: 41).
Kita dianjurkan untuk berdzikir sebanyak-banyaknya,
maka tidak adabatasan waktu untuk berdzikir.Sebuah hadist Nabi menyebutkan
bahwa:
“Tidaklah
segolongan orang mengingat Allah, melainkan para malaikatmenghormati mereka,
rahmat menyelubungi mereka, ketenangan turunkepada mereka dan Allah mengingat
mereka bersama orang-orang yangada di sisi-Nya” (HR Muslim dan At-Tirmidzi).
Allah SWT berulang-ulang memerintahkan kepada
Rasulullah, makhlukyang paling dikasihi untuk memelihara dzikirnya. Perintah
dzikir kepada Rasulullah SAW juga merupakan perintah dzikir kepada umat
Rasulullah.Berikut ini merupakan hadist tentang keutamaan majelis dzikir.Menurut
Abu Muslim al-Aghar, Abu Hurayrah dan Abu Said mendengar Rasulullah saw.
Bersabda:
“Tidaklah suatu
kaum duduk dalam majlis zikir, melainkan mereka dikelilingi oleh malaikat,
diliputi oleh rahmat Allah, diberi ketenangan, serta disebut-sebut di hadapan
para malaikat-Nya.”(HR Muslim dan al-Tirmidzi).
Dalam hadist lain yang diriwayatkanoleh Muslim
dengan sanad yang shahih dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:
“Jika satu kaum
berkumpul berdzikir kepada Allah dan merekahanya mengharapkan keridlaan Allah,
para malaikat akan berseru darilangit: berdirilah kalian dengan ampunan Allah
kepada kalian dan seluruhkeburukan kalian telah Allah ganti dengan kebaikan“
(HR. Muslim).
Hadist lain yang diriwayatkan oleh Al-Turmudzi
dengan sanad yang hasan, Rasulullah SAW bersabda:
“Jika satu kaum
duduk dalam suatu majelis, tetapi selama mereka kumpulitu mereka tidak menyebut
asma Allah SWT. Atau shalawat kepadaRasulullah SAW., maka majelis itu akan
menjadi penyesalan yang dalam pada hari kiamat nanti”(HR. Al-Turmudzi).
Hadist Nabi yang lain memperingatkan bagi
orang-orang yang melalaikan dzikir. Sebagaimana hadist-hadist dibawah ini:
“Tidaklah
segolongan orang duduk-duduk di suatu majelis, sedang merekatidak mengingat
Allah Azza wajalla dan tidak bershalawat kepadaRasulullah SAW, melainkan
majelis itu akan menjadi penyesalan bagimereka dihari kiamat”(HR. Ahmad dan
Ibnu Hibban).
Hadist lainmenyebutkan:
“Ahli surga,
tiada mereka menyesali atas sesuatu yang telahlalu, melainkan pada saat
melalaikan untuk berdzikir kepada AllahSWT.”(HR. At-Thabrani) ( Imam Nawawi,
hlm. 254).
3. Fungsi
Dzikir
Shaleh
Bin Ghanim As-Sadlan menyebutkan beberapa faedah-faedah atau keutamaan dzikir
adalah sebagai berikut:
a) Mengusir,
mengalahkan dan menghancurkan setan
b) Menghilangkan rasa susah dan
kegelisahan hati
c) Membuat hati menjadi senang,
gembira dan tenang.
d) Dapat menghapus dan menghilangkan
dosa-dosa.
f) Dzikir merupakan tanaman di surga.
4. Keutamaan-keutamaan bagi orang yang berdzikir
kepada Allah SWT Antara lain:
a) Dzikir sebagai upaya taqarrub kepada Allah( Imam
Nawawi, hlm.114).
b) Dzikir sebagai penenang hati.
Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, salah satu fungsi dzikir adalah untuk memberi
ketenangan dan ketentraman dalam hati.Setiap manusia pada dasarnya adalah
mencari kebahagiaan yang sempurna.Keinginan atau kehendak manusia untuk mencari
kebahagiaan, ketenangan, ketentraman, merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan
dari hati manusia.
c)
Dzikir sebagai pembersih hati
Allah
menciptakan manusia dari tanah yang merupakan lambang dari kehinaan dan
kekotoran.Al-Qur’an menyebutkan sebagai nutfah atau saripati tanah. Setelah
proses penciptaan dari tanah tersebut, kemudian Allah menyatakan:lalu
aku titipkan kedalamnya ruh ku (QS. Al-Hijr : 29).
d) Dzikir sebagai pengangkat derajat manusiaAllah
akan mengangkat derajat orang yang
membaca dzikir, hal ini sesuai dengan hadist Nabi:
“Alangkah
baiknya jika sekiranya ditanyakan kepada kalian tentang sebaik-baik amal
perbuatan dan semurni-murninya disisi maharaja kalian serta sangat tinggi bagi
derajat manusia, sekaligus yang lebih baik dari menafkahkan emas dan perak.Juga
lebih baik bagi kalian dari pada menghadapi (dalam peperangan) musuh. Sampai
akhir hadist, mereka bertanya: Wahai Rasulullah, Apakah itu? Nabi menjawab:
Dzikrullah (Ingat kepada Allah).”(HR. Bukhari, Muslim dan lainnya) ( Imam
Nawawi, hlm. 115).
e) Dzikir
sebagai pembaru iman
Iman
seseorang dapat bertambah dan dapat pula berkurang.Sedang untuk mempertahankan
keimanan seseorang harus memperbanyak membaca kalimat laa ilaaha illallah.
f) Dzikir
sebagai sarana masuk surga
Setiap
muslim pada dasarnya mengharapkan kabahagiaan dan kebaikan, baik dalam
kehidupan di dunia dan akhiratnya. Untuk mencapai keinginan atau kehendak
tersebut upaya yang dilakukan salah satunya adalah mendekatkan diri kepada
Allah dengan berdzikir laa ilaaha illallah. Sabda Nabi SAW:
“Barang siapa
yang akhir katanya (sebelum menghembuskan nafas
terakhir)mengucapkan laa ilaaha
illallah, maka ia masuk surga.”(HR. Abu Dawud dan Hakim)
g)
Dzikir sebagai sarana memperoleh Syafaat Rasulullah SAW.
Hadis Nabi menyebutkan:
Dari Abu Darda’,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa bershalawat untukku
sepuluh kali di pagi dan sore hari, maka ia akan mendapatkan syafa’atku di hari
kiamat nanti.” (HR. Thobroni melalui dua
isnad, keduanya jayyid. Lihat Majma’ Az Zawaid (10/120) dan Shahih At Targhib
wa At Tarhib (1/273, no. 656).
5. Adab
Zikir
Agar
dzikir bisa khusuk dan membekas dalam hati,maka perlu dikerjakan sesuai adab
yang diajarkan dalam Islam. Sebab kalau tidak, tentu dzikir hanya sekedar
ucapanbelaka, tidak akan membekas sama sekali.Albanna (1994: 5-6) menyatakan
bahwa adab berzikirantara lain:
a) Kekhusyukan
dan kesopanan, menghadirkan makna kalimat-kalimat dzikir, berusaha memperoleh
kesankesannya, dan memperhatikan maksud-maksud serta tujuan-tujuannya.
b) Merendahkan
suara sewajarnya disertai konsentrasi sepenuhnya dan kemauan secukupnya sampai
tidak terkacau oleh sesuatu yang lain.
c) Menyesuaikan
dzikir kita dengan suara jamaah, kalau dzikir itu dibaca secara berjamaah, maka
tidak seorangpun yang mendahului atau terlambat dari mereka, dan ketika itu
dzikirnya jangan dimulai dari awal jika terlambat datang, tetapi ia harus
memulai bersama mereka dari kalimat yang pertama kali ia dapatkan, kemudian
setelah selesai, ia harus mengganti dzikir yang belum dibacanya. Hal ini
dimaksudkan, agar tidak menyimpang dari bacaan yang semestinya, dan supaya
tidak berlainan iramanya.
d) Bersih
pakaian dan tempat, serta memelihara tempat tempat yang dihormati dan
waktu-waktu yang cocok. Hal ini menyebabkan adanya konsentrasi penuh,
kejernihan hati dan keikhlasan niatnya.
e) Setelah
selesai berdzikir dengan penuh kekhusukan dan kesopanan, di samping
meninggalkan perkataan yang tidak berguna juga meninggalkan permainan yang
dapat menghilangkan faedah dan kesan dzikir sehingga efek dzikir akan selalu
melekat pada diri pengamal dzikir.
Meskipun demikian An-Nawawi (1984: 40)menyatakan
bahwa seseorang dibolehkan berdzikir dalamsegala keadaan, yakni baik di kala
sedang duduk maupun dikala sedang berdiri dan sedang berjalan.Hanya dalambeberapa
hal saja yang tidak dianjurkan berdzikir yaitu dikala sedang melaksanakan hajat,sedang
mendengarkan khutbah dan sedang dalam keadaanyang sangat mengantuk.
Jika adab berdzikir di atas sudah dipelihara,
makaorang yang berzikir itu akan memperoleh manfaat daribacaannya, dan tentu
akan menemukan kesan dzikirnyasebagai suatu kemanisan dalam hatinya, suatu
cahaya bagi jiwanya, suatu kelapangan dalam dadanya dan suatulimpahan dari
Allah, kalau Allah SWT menghendaki.
F.
Pendekatan
Kajian
Pendekatan psikologi agama
1. Pengertian Ketenangan Jiwa
Kata ketenangan searti dengan kata
ketentraman ( Kamus Besar Bahasa Indonesia 1990, hlm. 927). Zakiah Daradjat
menggunakan kata ketentraman jiwa dan kesehatan menjadi dalam suatu pengertian
sebagaimana ungkapannya yaitu “ketidak ketentraman hati, atau kurang sehatnya
mental, sangat mempengaruhi kelakuan dan tindakan seseorang (Zakiah Daradjat 1983,
hlm.22).
Kesehatan mental berarti terwujudnya
keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa serta kesanggupan
untuk menghadapi problem-problem biasa yang terjadi dan merasakan secara
positif kebahagiaan dan kemampuan darinya (Zakiah Daradjat 1983, hlm.22).Manusia
yang memiliki jiwa yang tenang dan tentram ia selalu merasa bahwa perbuatannya
berada dalam pengawasan Allah. Ia hanya mengamalkan hal-hal yang bersifat
rohaniah, yang bisa mengisi jiwanya. Dari pendapat tersebut diatas dapatlah
disampaikan bahwa ketentraman jiwa adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh
antara fungsi-fungsi jiwa dan merasakan secara positif kebahagiaan dan
kemampuan dirinya serta merasa perbuatannya berada dalam pengawasan Allah.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi
ketenangan jiwa.
Setiap orang menginginkan dan mengharapkan jiwa yang
tenang, tentram dan jauh dari ketegangan-ketegangan serta konflik-konflik
kejiwaan untuk memperoleh dan mendapatkan kondisi yang tenang, maka setiap
orang perlu memperhatikan faktor-faktor yang mendukung agar jiwa menjadi tenang
adalah:
a. Faktor agama
Dari
kacamata agama memandang manusia akan mempunyai jiwa yang tenang apabila
manusia tersebut mempunyai iman yang kuat. Menurut pendapat Zakiah Daradjat
bahwa: “Bagi jiwa yang sedang gelisah, agama akan memberi jalan dan siraman
penenang hati. Tidak sedikit kita mendengar orang yang kebingungan dalam
hidupnya selama ia belum beragama, tetapi setelah mulai mengenal dan
menjalankan agama, ketenangan jiwa akan datang (Zakiah Daradjat 1990, hlm. 61).
Pelaksanaan
agama dalam kehidupan sehari-hari dapat membentengi diri dari rasa
kegelisahan.Adapun yang dapat dilakukan adalah dengan mengingat Allah dengan
berzikir, dengan berdo’a ataupun dengan membaca al-Qur’an.
b. Faktor Psikologi
Dalam pandangan psikologi ada beberapa factor yang
mendukung supaya jiwa tenang diantara dikemukakan Kartini Kartono (hlm.29- 30).
1) Terpenuhinya kebutuhan pokok
Setiap individu selalu memiliki dorongan-dorongan
dan kebutuhan-kebutuhan pokok yang bersifat organis (fisik dan psikis) dan yang
bersifat sosial, kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan menurut pemuasan.
2) Kepuasan
Setiap orang menginginkan kepuasan, baik yang
bersifat jasmaniah maupun yang bersifat psikis.
3) Posisi dan status sosial
Setiap individu selalu berusaha mencari posisi
sosial dan status sosial dalam lingkungannya. Selama posisi dan status sosial
itu sesuai dengan harapan dan kemampuan dirinya maka individu tersebut tidak
akan mempunyai jiwa yang berimbang. Dari pandangan psikologi dapat dipahami
bahwa orang akan mampu merasa sejahtera/tenang jiwanya apabila orang tersebut
mamapu memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat fisik, psikis
maupun sosial.
3. Kriteria Ketenangan Jiwa
a. Sabar
“Secara
etmologi, sabar berarti teguh hati tanpa mengeluh di jumpa bencana.Menurut
pengertian Islam, sabar ialah tahan menderita sesuatu yang tidak disenangi
dengan ridha dan ikhlas serta berserah diri kepada Allah.Sabar itu membentuk
jiwa manusia menjadi kuat dan teguh tatkala menghadapi bencana (musibah)
(Asmaran 1992, hlm.228).
Kebahagiaan,
keuntungan, keselamatan, hanya dapat dicapai dengan usaha secara tekun terus
menerus dengan penuh kesabaran, keteguhan hati, sebab sabar adalah azas untuk
melakukan segala usaha, tiang untuk realisasi segala cita-cita.“Sabar bukan
berarti menyerah tanpa syarat, tetapi sabar adalah terus berusaha dengan hati
yang tetap, berikhlas, sampai cita-cita dapat berhasil dan dikala menerima
cobaan dari Allah SWT, wajiblah ridha dan hati yang ikhlas (Barmawie Umary 1995,
hlm.52).
b. Raja (Optimisme)
Sikap optimis dapat digambarkan sebagai cahaya dalam
kegelapan dan memperluas wawasan berfikir. Dengan optimisme, cinta akan
kebaikan tumbuh di dalam diri manusia, dan menumbuhkan perkembangan baru dalam
pandangannya tentang kehidupan. “Tidak ada satu penyebabpun yang mampu
mengurangi jumlah problem dalam kehidupan manusia seperti yang diperankan
optimisme.Ciri-ciri kebahagiaan itu lebih tampak pada wajah-wajah orang yang
optimis tidak saja dalam hal kepuasan tetapi juga seluruh kehidupan baikdalam
situasi positif maupun negatif.Disetiap saat sinar kebahagiaan menerangi jiwa
orang yang optimism (Hamzah Ya’kub 1996, hlm. 142).
c. Merasa dekat dengan Allah
Orang yang tentram jiwanya akan merasa dekat dengan
Allah dan akan sel;alu merasa pengawasan Allah SWT. dengan demikian akan
hati-hati dalam bertindak dan menentukan langkahnya. Ia akan berusaha untuk
menjalankan apa yang diperintahkan Allah dan akan menjauhi segala yang tidak
diridhai Allah. “Kesadaran manusia akan melekat eksistensinya oleh tangan Tuhan
akan memekarkan kepercayaan dan harapan bisa hidup bahagia sejahtera juga
memiliki rasa keseimbangan dan keselarasan lahir dan batin “(Kartini Kartono,
hlm. 289).
Adanya perasaan dekat dengan Allah, manusia akan
merasa tentram hidupnya karena ia akan merasa terlindungi dan selalu dijaga
oleh Allah sehingga ia merasa aman dan selalu mengontrol segala perbuatannya.
“Tanpa kesadaran akan relasi dengan Tuhan maka akan menimbulkan ketakutan dan
kesedihan dan rasa tidak aman (tidak terjamin yang kronis serta kegoncangan
jiwa” (Kartini Kartono, hlm. 288).
Sedangkan menurut Hamka, ciri-ciri ketenangan Jiwa
sebagai berikut: sabar, ingat kepada Allah, tidak gelisah, fikiran tidak kusut,
tidak putus asa, tidak ketakutan, tidak cemas, tidak ragu-ragu, tidak duka cita
(Hamka, 1999: 3761).
Iman adalah menyebabkan senantiasa ingatkapada
Tuhan, atau dzikir.Iman menyebabkan hati kitamempunyai pusat ingatan atau
tujuan ingatan.Dan ingatan kepada Tuhan itu menimbulkan tenteram, dan
dengansendirinya hilanglah segala macam kegelisahan, fikirankusut, putus asa,
ketakutan, kecemasan, keragu-raguan danduka cita.Ketenteraman hati adalah pokok
kesehatanrohani dan jasmani.Ragu dan gelisah adalah pangkal segalapenyakit.
Orang lain kurang sekali dapat menolong orangyang meracun hatinya sendiri
dengan kegelisahan. Kalauhati telah ditumbuhi penyakit, dan tidak segera
diobatidengan iman, yaitu iman yang menimbulkan dzikir dandzikir yang
menimbulkan thuma’ninah, maka
celakalahyang akan menimpa. Hati yang telah sakit akan bertambah
sakit, dan puncak segala penyakit hati ialah kufur
akan nikmat Allah (Hamka, 1999: 3761).
Hati yang telah tenteram menimbulkan sikaphidup yang
tenang, dan ketenangan memelihara nur didalam jiwa yang telah dibangkitkan oleh
Iman. Sehinggahanya perbuatan baik saja yang akan diamalkan, IlhamAllah selalu
tertumpah dan hidup pun menjadi bahagiatenteram karena kekayaan terletak dalam
hati. Kebahagiaandi dunia itu pun menentukan tempat bahagia pula kelak
diakhirat, yaitu surga yang telah disediakan Allah sebagaitempat kembali yang
terakhir.Betapa indah sekiranya jika memiliki hati yangsenantiasa tertata,
terpelihara dan terawat dengan sebaik-baiknya.
Pemiliknya akan senantiasa merasakan
lapang,tenang, tenteram sejuk dalam menikmati indahnya hidup didunia ini. Semua
itu akan tercermin dalam setiap gerakgerik,prilaku, tutur kata, tatapan mata,
sunggingan senyum,riak air muka, bahkan diamnya sekalipun.Orang yang hatinya
tertata dengan baik takkanpernah sedikitpun merasa gelisah, bermuram durja,
ataupungundah gulana. Kemanapun ia pergi dan di manapun iaberada, ia selalu
mampu mengendalikan hatinya. Dirinya senantiasa selalu berada dalam kondisi
damai danmendamaikan, tenang dan menenangkan, tenteram danmenenteramkan.
Hatinya tertambat bukan pada hal-halyang fana melainkan selalu ingat dan
merindukan Dzat yang maha memberi ketenangan, Allah Azza wa Jalla(Gymnastiar,
2001: 45).
Dengan keyakinan yang amat sangat bahwa
hanyadengan mengingat dan merindukan Allah, hanya denganmenyebut-nyebut
nama-Nya setiap saat, meyakini danmengamalkan ayat-ayat-Nya, maka jiwanya
menjaditenang.
G.
Teori
Bagaimana dzikir dapat membawa pengaruh pada diri
orang-orang berzikir khususnya untuk ketenangan hati, dalamperspektif psikologi
dapat dijelaskan dengan beberapa teori,antara lain:
1. Teori hipnosis.
Subandi (dalam Bukhori, 2004:27)
menyatakan bahwa dalam pandangan teori hipnosis,dzikir dapat dipandang sebagai
bentuk self-hypnosis, karenapada saat dzikir perhatian seseorang dipusatkan
pada objekdzikir, sehingga semakin lama dia makin tidak merasakanrangsangan
yang ada di sekitarnya. Dengan demikian,dalam kondisi sebagaimana tersebut,
seseorang akanmemperoleh ketenangan.
Di samping ada unsur self-hypnosis, zikir juga mengandung unsur katarsis. Prinsip pokok
dalam dzikir adalah pemusatan pikiran dan perasaan pada Allah dengan cara
menyebut nama-Nya berulang-ulang, menyebabkan dzakirin akan mempunyai
pengalaman berhubungan dengan Allah (Bastaman,1995:161). Secara
psikologis,akibat perbuatan mengingat Allah ini dalam alam kesadaranakan
berkembanglah penghayatan akan kehadiran Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha
Pengasih, yang senantiasa mengetahui segala tindakan yang nyata maupun yang
tersembunyi. Ia tidak akan merasa hidup sendirian di dunia ini, karena ada dzat
Yang Maha Mendengar keluh kesahnya yang mungkin tidak dapat diungkapkan kepada
siapapun (Bastaman, 1995: 161). Jadi dengan dzikir itu seseorang setiap saat
dapat senantiasa tentrsm (Adi dalam Bukhori,2004: 28).
Penelitian Effa Naila Hady menunjukkan
bahwa para responden (pengamal dzikrullah di Alkah Baitul Amin, Cilandak,
Jakarta) pada umumnya menghayati perasaan tenang dan benar-benar merasakan
bahwa kehidupan mereka lebih tenteram dan bermakna setelah mereka melazimkan
diri mengamalkan dzikrullah (Bastaman, 1995:161).
Sejalan dengan itu, penelitian Ratna
Juita tentang efekberzikir terhadap relaksasi
(ketenangan) dengan mengukurdenyut jantung mereka sebelum dan sesudah
berdzikir.Hasil wawancara Ratna Juita hampir sama dengan hasilwawancara Effa
Naila Hady, sedangkan pengukuran jantung menunjukkan bahwa ada penurunan
frekwensidenyut jantung yang signifikan sebelum dan sesudahberdzikir. Hal ini
berarti dzikrullah mempunyai pengaruh
relaksasi yang signifikan terhadap kelompok respondenyang diteliti
(Bastaman, 1995: 161). Subandi menyatakanbahwa pengalaman yang tidak dapat
diceritakan sebagaisalah satu efek dzikir, umumnya perasaan itu mengarahkepada
hal yang positif.Misalnya perasaan tenteram,damai, bahagia, gembira, bergelora
dan sebagainya Subandi(dalam Bukhori, 2004: 29).
2. Penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr.
McCollough, guru besar psikologi di Universitas Miami, amerikan Serikat. Dalam
penelitian yang telah dipublikasikan di Psychological Bulletin edisi januari
2009, McCollough memberikan beberapa kesimpulan antara lain sebagai berikut.
Pertama, bahwa ritual keagamaan, seperti shalat dan meditasi, jelas
mempengaruhi bagian otak manusia yang paling penting untuk mengendalikan diri
dan mengatur emosi. Ketika seseorang menganggap tujuan mereka sebagai “ibadah”,
maka mereka akan memusatkan lebih banyak tenaga dan usaha meraih tujuan
tersebut. Karenanya, pelaku akan focus terhadap tujuannya tersebut. Kedua,
bahwa kehidupan beragama mampu berkontribusi untuk mengendalikan diri
seseorang. Alasannya, karena kehidupan beragama memberi standar yang jelas
dalam berprilaku, yang menyebabkan seseorang mampu melihat kekurangan tingkah
lakunya. Juga memberi kesadaran bahwa Tuhan senantiasa mengawasi tingkah
lakunya itu. Ketiga bahwa fakta dari kehidupan orang beragama adalah
kecenderungan untuk mengendalikan diri dari prilaku negative (Ahmadie Thaha
2009, hlm. 6-7).
Dari
penjelasan tentang bukti-bukti penelitian ilmiah yang berhubungan dengan
kebahagian di saat beragama, ketentraman jiwa, damai, bahagia, gembira, bergelora
dan sebagainya di saat berzikir.Serta ditemukan tentang korelasi antara hidup
beragama dengan kemampuan mengendalikan diri dan mengatur emosi Maka dapat
disimpulkan : pada hakikatnya semakin kita berzikir maka akan semakin dekat
dengan Allah yang menimbulkan rasa ketentraman hati. Kalau hati tentram, maka
jiwa pun akan ikut tentram, damai, gembira.
H.
Analisis
Teori
Manusia
adalah ciptaan Allah.Pada hakikatnya adalah untuk mengabdi. Dengan berzikir
manusia akan mendapatkan ketentraman jiwa. Konsep al-Insaan, dalam konsep ini
di dalam al-Qur’an menjelaskan bahwasanya manusia mempunyai sifat-sifat negatif
antara lain: amat zhalim, bodoh, putus asa, kafir, melampaui batas, tidak tahu
berterima kasih, mengingkari nikmat, kikir, sombong, tergesa-gesa, serta ragu
terhadap adanya hari akhir. Sifat-sifat negatif inilah yang menyebabkan manusia
berhak di didik.
Begitu
juga Konsep al-Ins,dalam konsep ini
di dalam al-Qur’an menjelaskan bahwasanya manusia mempunyai 2 potensi: yaitu
potensi manusia untuk menjadi makhluk peradaban, karena mempunyai sifat
menetap, tidak liar dan harmonis. Potensi yang kedua, manusia juga mempunyai
potensi untuk berkolaborasi, bersekutu dengan syetan.Allah menciptakan segala
sesuatu yang ada di dunia ini berpasang-pasangan, ada yang haq dan ada yang
bathil, ada gembira dan ada derita.Allah menciptakan segala hal tidak abadi.
Derita dan
gembira akan datang silih berganti menghadang setiap insan yang hidup di dunia
ini (Faridl, 2000: 1). Tapi manusia memang tetap manusia.Mereka memiliki
sejumlah kelebihan dan kekurangan.Manusia memiliki berbagai kelemahan yang
menempel pada diri sendiri, mereka memiliki potensi untuk gelisah dan resah,
tidak mampu bersabar dan tidak pandai bersyukur.Kecuali mereka yang mempunyai
keyakinan yang amat sangat bahwa hanya dengan mengingat dan merindukan Allah,
hanya dengan menyebut-nyebut nama-Nya setiap saat, meyakini dan mengamalkan
ayat-ayat-Nya, maka jiwanya menjadi tenang.Betapa indah bila seseorang memiliki
hati yang senantiasa tertata, terpelihara, dan terawat dengan sebaikbaiknya.Ia
akan senantiasa merasakan lapang, tenang, tenteram, sejuk dalam menikmati
indahnya hidup di dunia ini. Semua itu akan tercermin dalam setiap gerak-gerik,
perilaku, tutur kata, tatapan mata, sunggingan senyum, riak air muka, bahkan
diamnya sekalipun.
Orang yang
hatinya tertata dengan baik takkan pernah sedikitpun merasa gelisah, bermuram
durja, ataupun gundah gulana. Kemanapun ia pergi dan di manapun ia berada, ia
selalu mampu mengendalikan hatinya. Dirinya senantiasa selalu berada dalam
kondisi damai dan mendamaikan, tenang dan menenangkan, tenteram dan
menenteramkan. Hatinya tertambat bukan pada hal-hal yang fana melainkan selalu
ingat dan merindukan Dzat yang maha memberi ketenangan, Allah Azza wa
Jalla(Gymnastiar, 2001: 45).
Untuk
mendapatkan ketenangan jiwa maka seseorang haruslah ingat kepada Allah
(dzikir). Dzikir merupakan salah satu cara olah batin untuk melepaskan atau
menjauhkan diri dari segala keruwetan dan gangguan lahir, batin ataupun segala
sesuatu yang mengganggu pikiran seperti kebisingan, keramaian atau berbagai
angan-angan dalam pikiran. Dengan berdzikir dan bertawakal kepada Allah maka
akan mendapatkan ketenangan dan keteduhan jiwa sehingga terhindar dari rasa
takut dan bebas dari himpitan hidup yang sedang dihadapi.
Mengenai
ketidak tentraman hati manusia, sesungguhnya Islam telah memberikan obat berupa
penjelasan kepada manusia melalui firman Allah Swt dalam QS. Ar-ra’d/13: 28
yang berbunyi :
tûïÏ%©!$#(#qãZtB#uäûÈõuKôÜs?urOßgç/qè=è%Ìø.ÉÎ/«!$#3wr&Ìò2ÉÎ/«!$#ûÈõyJôÜs?Ü>qè=à)ø9$#ÇËÑÈ
28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka
manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati
Allah-lah hati menjadi tenteram (QS. Ar-ra’d/13: 28).
Berkaitan
dengan ayat ini, Imam Ibnu Katsir menjelaskan: "Maksudnya, hati akan
menjadi baik dan menjadi senang ketika menuju ke sisi Allah. Hati menjadi
tenang ketika mengingat Allah, dan hati merasa puas ketika merasa bahwa Allah
adalah Pelindung dan Penolongnya" (Tafsir Ibnu Katsir, QS ar Ra'd / 13
ayat 28).
Di dalam
al-Qur’an kata dzikir disebut sebanyak 267 kali dengan berbagai bentuk
kata.Diantaranya bermakna mengingat Allah dalam arti menghadirkan dalam hati.
Diantaranya: (QS. Thaaha ayat 14), (QS. Ali Imran: 191), (QS. al-Baqarah/2:
152), (Qs al-Ahzab, :41), (QS. Al-Ahzab, 35).
Sedangkan
dalam hadis, banyak anjuran dzikir juga terdapat dalam beberapa hadist Nabi.
Diantaranya: Dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah s.a.w. beliau bersabda,
"Barangsiapa yang membaca subhanallah setiap selesai shalat 33 x membaca
alhamdulillah 33 x, membaca Allahu Akbar 33x hingga menjadi 99. beliau bersabda
lalu disempurnakan menjadi seratus dengan Laa ilaha illallah wahdahu' laa
syarikalah, lahul mulku walahul hamdu wahuwa ala kulli Syaiin qadir, diampuni
dosanya sekalipun seperti buih lautan. (HR. Muslim).
Bahkan
dalam Hadis disebutkan:
“Allah ta’ala berfirman: apabila hamba-Ku berdzikir
kepada-Ku sendirian, Akupun akan menyebut namanya sendirian. Apabila hamba-Ku
menyebut nama-Ku dalam satu kumpulan, Akupun akan menyebut namanya dalam
kumpulan yang lebih utama dari kumpulan dia, dan apabila dia mendekati-Ku satu
hasta, Aku akan mendekatinya satu siku. Apabila dia mendekatiku sambil
berjalan, Aku akan mendekatkan diri kepadanya sambil berlari” (HR. Muslim).
Rasulullah
SAW juga pernah menggambarkan perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah
seperti orang yang hidup, sementara orang yang tidak berdzikir kepada Allah
sebagai orang yang mati:
"Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah
dan orang yang tidak berdzikir, adalah seumpama orang yang hidup dan mati"
(HR. Bukhari).
Ciri-ciri
ketenangan jiwa sebagai berikut: sabar, ingat kepada Allah, tidak gelisah,
fikiran tidak kusut, tidak putus asa, tidak ketakutan, tidak cemas, tidak
ragu-ragu, tidak duka cita (Hamka, 1999: 3761).Iman adalah menyebabkan
senantiasa ingat kapada Tuhan, atau dzikir.Iman menyebabkan hati kita mempunyai
pusat ingatan atau tujuan ingatan.Dan ingatan kepada Tuhan itu menimbulkan
tenteram, dan dengan sendirinya hilanglah segala macam kegelisahan, fikiran
kusut, putus asa, ketakutan, kecemasan, keragu-raguan dan duka cita.Sebaliknya Hati
yang telah sakit akan bertambahsakit, dan puncak segala penyakit hati ialah
kufur akan nikmat Allah.
Hati yang
telah tenteram menimbulkan sikap hidup yang tenang, dan ketenangan memelihara
nur di dalam jiwa yang telah dibangkitkan oleh Iman. Sehingga hanya perbuatan
baik saja yang akan diamalkan, Ilham Allah selalu tertumpah dan hidup pun
menjadi bahagia tenteram karena kekayaan terletak dalam hati. Kebahagiaan di
dunia itu pun menentukan tempat bahagia pula kelak di akhirat, yaitu surga yang
telah disediakan Allah sebagai tempat kembali yang terakhir.Betapa indah
sekiranya jika memiliki hati yang senantiasa tertata, terpelihara dan terawat
dengan sebaik-baiknya.
Pemiliknya
akan senantiasa merasakan lapang, tenang, tenteram sejuk dalam menikmati
indahnya hidup di dunia ini. Semua itu akan tercermin dalam setiap gerak gerik,
prilaku, tutur kata, tatapan mata, sunggingan senyum, riak air muka, bahkan
diamnya sekalipun. Orang yang hatinya tertata dengan baik takkan pernah
sedikitpun merasa gelisah, bermuram durja, ataupun gundah gulana. Kemanapun ia
pergi dan di manapun ia berada, ia selalu mampu mengendalikan hatinya. Dirinya
senantiasa selalu berada dalam kondisi damai dan mendamaikan, tenang dan
menenangkan, tenteram dan menenteramkan. Hatinya tertambat bukan pada hal-hal
yang fana melainkan selalu ingat dan merindukan Dzat yang maha memberi
ketenangan, Allah Azza wa Jalla (Gymnastiar, 2001: 45).
Dari
beberapa penjelasan yang telah ditulis pada bagian pendahuluan sampai akhir
maka dapat di rumuskan teori yang
berjudul Teori Zikrullah Menentramkan Jiwa. Zikrullah artinya adalah berzikir
kepada Allah. Hendaknya manusia selalu berzikir kepada Allah sehingga hatinya
menjadi tentram, dan kalau hati tentram maka jiwa pun akan tentram.
I.
Simpulan
Dari hasil
paparan, penjelasan dan analisa sebagaimana disampaikan dalam pembahasan, maka
dapat disimpulkan:
1. Bahwa secara ilmiah setelah dilakukan
penelitian ditemukan tentang korelasi antara hidup beragama dengan kemampuan
mengendalikan diri dan mengatur emosi.
2. Ciri-ciri ketenangan jiwa sebagai
berikut: sabar, ingat kepada Allah, tidak gelisah, fikiran tidak kusut, tidak
putus asa, tidak ketakutan, tidak cemas, tidak ragu-ragu, tidak duka cita
(Hamka, 1999: 3761). Iman menyebabkan senantiasa ingat kapada Tuhan, atau
dzikir. Iman menyebabkan hati kita mempunyai pusat ingatan atau tujuan ingatan.
Dan ingatan kepada Tuhan itu menimbulkan tenteram, dan dengan sendirinya
hilanglah segala macam kegelisahan, fikiran kusut, putus asa, ketakutan,
kecemasan, keragu-raguan dan duka cita.
3. Bahwa semakin kita banyak berzikir maka
akan semakin dekat dengan Allah yang menimbulkan rasa damai, bahagia, gembira,
bergelora dan sebagainya yang menimbulkan ketentraman hati.
4. Jika adab berdzikir dipelihara, maka
orang yang berzikir itu akan memperoleh manfaat dari bacaannya, dan tentu akan
menemukan kesan dzikirnya sebagai suatu kemanisan dalam hatinya, suatu cahaya
bagi jiwanya, suatu kelapangan dalam dadanya dan suatu limpahan dari Allah,
kalau Allah SWT menghendaki.
5. Bahwa “Teori zikrullah dalam menentramkan
jiwa’’ didasarkan pada semakin banyak
mengingat Allah, maka hati manusia akan tambah tentram. Kalau hati sudah
tentram, maka jiwanya pun akan ikut tentram.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Abu Thohir bin, Tafsir
Ibnu Abbas, Beirut: Darul Fikri, 1995.
Abu Thalib Al-Makky, Ilmu Hati; Teknik Efektif Mencapai Kesadaran
Sejati, Surabaya: Erlangga, 2002.
Abdur Rahman bin Nashir as Sa'di, Taisir al Karimir Rahman fi Tafsir Kalamal
Mannan, (QS ar Ra'd / 13 ayat 28).
Adlany Hazri, et al, al-Qur’an Terjemah Indonesia (Jakarta:
Sari Agung,2002).
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: Rajawali Pers, 1992.
al Maroghie, Ahmad Musthofa, Tafsir
al Maroghie, jilid 7, Juz: 21, Beirut: Darul
Fikri
Al-Ghazali Ihya’ Ulum al-din Juz III
Surabaya : Hidayah, tt
Alqaththan, Manna’, Studi
Ilmu-ilmu al-Quran, terj. Muzakkir AS, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa,
1996
B. Soerin, Az-Zikra terjemahan
dan tafsir Al-Qur’an dalam huruf arab dan latin. Bandung: Angkasa. 2002
Basri Ibn Asghary, Solusi al-Qur’an tentang Problema Sosial, Politik, Budaya, Jakarta:
Rinika Cipta, 1994.
Copmac Disc (CD) “Mausu’ah al
Hadits as Syarif al Kutubut Tasi’ah”, Sunan Abu dawud, hadits no. 4441.
Darajat,
Zakiyah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Bulan Bintang, 1996, Cet ke-15
Daradjat,
Zakiyah, Kesehatan Mental, Jakarta:
Gunung Agung, 1983 .
Daradjat,
Zakiyah, Peranan Agama dalam kesehatan
mental, Jakarta: Haji Mas Agung, 1990.
Depdikbud, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1988
Departemen P
dan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Balai Pustaka, Jakarta, 1990.
Hardy, Malcom,
dan Steve Heyes, Terj. Soenardji, Pengantar Psikologi, Jakarta :
Erlangga, 1986, Edisi ke-2
Irwanto, Danny I. Yatim- Kepribadian
Keluarga Narkotika, Jakarta : Arcan, 1991, Cet. Ke-1
Jalaluddin, Teologi Pendidikan,
Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 2001
Katsir, Ibnu, Ismail Ibn Katsir, Al-Misbahul
Munir Fii Tahdzib Tafsiir Ibnu Katsir, Riyadh: Daarus Salaam Lin Nasyr Wa
Tauzi, 2000, cet-II
Musthafah, A. Tafsir
Al-Maraghi. Semarang: CV Toha Putra Semarang. 1993
Nata, Abudin, Tafsir ayat-ayat
pendidikan. Jakarta: PT Grafindo Persada, 2002
Nawawi Ismail, Risalah Pembersih Jiwa: Terapi Prilaku Lahir & Batin Dalam
Perspektif Tasawuf , Surabaya: Karya Agung Surabaya, 2008.
Patriajaya,
Bella Direktur RSJ Soeharto Heerdjan Grogol, Jumat (11/4)). beritajakarta.com/read/.../Penderita_Gangguan_Jiwa_di_Jakarta_Mening...11
Apr 2014 - Selasa, 08 Desember 2015
Rakhmat,The Road To Allah.
Shihab,
Quraish, Membumikan al-Quran, Bandung: Mizan, 1994
Shaleh Bin
Ghanim As-Sadlan, Doa Dzikir Qouli dan
Fi’li: (Ucapan dan Tindakan), Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1999.
Su’dan, al-Qur’an
dan panduan kesehatan masyarakat, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa,
1997.
Thaha, Ahmadie, Agama Penentu Pengendalian Diri, dalam majalah Tazkiyah an-Nafs
Qalam, Edisi I. Tahun I. Tahun 2009.
TIM Penyusun
Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1988, Cet.
Ke-1
Umary Barmawie,
Materi Akhlak, Solo: Ramadhani, 1995.
Yahya, M. Slamet, “Potensi Dasar Manusia”, Jurnal Pemikiran Alternatif
Pendidikan,INSANIA, Vol. 12, No. 2, Mei-Agustus 2007.
Ya’kub Hamzah, Etika Islam, Bandung: CV. Diponegoro,
1996.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar